Kang Chi berlari mendekati Jo Gwan Woong tapi tiba-tiba perutnya ditumbuk pedang. Samurai bodyguard Seo Hwa menghalangi Kang Chi membunuh Jo Gwan Woong. Dan Kang Chi dengan mudah dijatuhkannya.
Samurai itu memberi jalan bagi Seo Hwa, yang sekarang telah berganti pakaian dengan mengenakan hanbok.
Seo Hwa menatap Kang Chi. Kang Chi menatap Seo Hwa. Kata-kata Jo Gwan Woong terngiang-ngiang di kepalanya. Bahwa ibunya membuangnya ke sungai karena ia seorang monster. Kang Chi jatuh pingsan.
Ok Man, Choi, dan para pelayan menghambur ke sisi Kang Chi. Mereka memanggil-manggil Kang Chi. Ternyata mereka tetap menerima Kang Chi walau tahu Kang Chi setengah siluman.
“Melihatmu dengan pakaian itu, aku hampir salah mengira kau orang lain lagi,” sindir Jo Gwan Woong pada Seo Hwa. Ia memerintahkan agar Kang Chi diseret ke kota saat ini juga.
Para pengawal hendak membawa Kang Chi, tapi para pelayan menghalangi mereka.
“Cukup, hentikan!” seru Seo Hwa. “Kau menang. Aku mengaku aku adalah Yoon Seo Hwa yang kaubunuh 20 tahun yang lalu.”
Samurai bodyguard Seo Hwa terkejut Seo Hwa membeberkan identitasnya.
“Sekarang setelah kau tahu, apa yang akan kaulakukan?” tantang Seo Hwa. “Apa yang akan kaulakukan?!! Tuan Bi Joo.”
Jo Gwan Woong nampak kesal. Ia jelas tidak bisa melakukan apapun karena Seo Hwa sekarang adalah kepala Goon Bon Miyamoto. Dan lagi ada samurai bodyguard yang selalu melindunginya. (Goon Bon sepertinya semacam serikat pedagang atau klan)
Tae Soo melihat Kang Chi telah selamat. Ia menarik nafas lega. Hmmm..dia tahu ngga ya kalau Seo Hwa itu ibu kandung Kang Chi? Berarti tadi sebenarnya dia mau membunuh siapa?
Guru Dam bertanya pada Lee Soon Shin mengapa mereka tidak membunuh Jo Gwan Woong sekarang. Lee Soon Shin berkata kematian Jo Gwan Woong bukan berarti pertempuran telah usai. (iya tapi kan berkurang satu orang jahat di dunia ini >,<)
Lee Soon Shin berkata mereka membutuhkan daftar nama para pejabat dari propinsi selatan yang bersekutu dengan pedagang Jepang.
“Tapi kekejaman Jo Gwan Woong semakin menjadi hari demi hari.”
“Ada waktu yang tepat untuk segalanya. Hanya orang yang bisa menangkap waktu yang tepat yang bisa meraih kemenangan. Bukan begitu?”
Guru Dam menghela nafas pasrah. Lee Soon Shin bertanya apa yang menyebabkan Guru Dam khawatir. Guru Dam menceritakan biksu So Jung datang menemuinya beberapa waktu lalu.
So Jung berkata pada Guru Dam kalau mereka harus menghentikan Wol Ryung. Begitu semua ingatan Wol Ryung hilang, pembantaian besar-besaran akan terjadi. Hanya satu orang di dunia ini yang bisa menghentikan Wol Ryung. Guru Dam bisa menduga Kang Chi lah orangnya. So Jung membenarkan. Hanya Kang Chi yang bisa menghentikan Wol Ryung.
Wol Ryung berada di ruang buku So Jung. Ia berubah menjadi Iblis Serib Tahun. Urat-urat di seluruh tubuh dan wajahnya menghitam. Ketika So Jung kembali, Wol Ryung telah pergi. So Jung terkejut, menyadari Wol Ryung telah berubah menjadi Iblis.
Wol Ryung melakukan pembunuhan besar-besaran di hutan. Setiap kali ia menghisap jiwa seseorang, urat hitam di tubuhnya berkurang sedikit demi sedikit.
Lee Soon Shin menganggap adalah hal kejam jika Kang Chi harus membunuh ayahnya sendiri.
Choi dan Seo Hwa menunggui Kang Chi yang masih tak sadarkan diri.
“Kau bilang ia diangkat dari sungai?” tanya Seo Hwa. “Selama ini kau menjadi ayahnya.”
Choi membenarkan Kang Chi diangkat dari sungai. Tapi yang selama ini dilakukannya adalah memberi Kang Chi makan, memberi pakaian dan menidurkannya.
“Sebenarnya, orang yang lebih menjadi ayahnya adalah Tuan Park Mu Sol.”
“Begitu…”
Seo Hwa hendak menyentuh Kang Chi tapi ia menahan dirinya.
Choi berkata sejak kecil Kang Chi selalu ceria dan pintar dan terkenal karena kesetiaanya. Hormat pada orang lebih tua dan sangat perhatian pada orang yang lemah.
Seo Hwa mulai menangis karena ia sama sekali tidak mengenal puteranya.
“Tidak ada putera yang lebih baik darinya,” ujar Choi bangga.
Hati Seo Hwa serasa tertusuk. Ia tak tahan lagi lalu bangkit berdiri. Kembali dengan wajah tegasnya, ia meminta Choi tidak mengatakan apapun tentang dirinya pada Kang Chi. Ia berkata ini lebih baik, ia minta Choi merahasiakannya. Choi terpaksa menyanggupi.
Seo Hwa bergegas keluar dari kamar. Choi mengantarnya keluar. Kang Chi membuka matanya. Apa selama ini ia mendengar percakapan ibunya dan Choi? Sepertinya begitu.
Seo Hwa pergi menemui Tae Soo. Ia bertanya apa Tae Soo ingat ia meminta Tae Soo menjadi puteranya.
“Ya, aku ingat.”
“Kalau begitu bisakah kau melepaskan masa lalumu dan bersekutu dengan Goon Bon kami?”
“Apa maksud Nyonya?”
“Aku tahu kau masih berpihak pada Moo Hyung Do Gwan. Dan kau juga mengirim informasi pada Laksamana. Tinggalkan pekerjaan sia-sia seperti itu dan jadilah putera Goon Bon kami. Ambil alih posisi Jo Gwan Woong.”
“Apa Nyonya memintaku menjadi pengkhianat negara?” tanya Tae Soo marah.
“Pengkhianat? Apa yang negara ini telah lakukan untukmu, Tuan Muda? Apakah negara ini membersihkan nama ayahmu yang mati tidak adil? Atau, apakah negara ini menghentikan adikmu menjadi gisaeng? Saat kau menghantam titik terendah dalam hidupmu, kehilangan keluargamu, kehormatan, dan segalanya, apa yang telah negara ini lakukan untukmu, Tuan muda?!”
“Nyonya…”
“Sampah seperti Jo Gwan Woong berkuasa di Joseon. Ada harapan apa di negeri ini? Tinggalkan usaha sia-siamu dan rebut kembali Penginapan Seratus Tahun! Rebut kembali adikmu dan jadilah putera Goon Bon kami! Maka, aku akan membunuh Jo Gwan Woong.”
Tae Soo terpana.
Sementara itu Jo Gwan Woong melampiaskan kemarahannya pada Pil Mong, asisten Seo Hwa.
“Yoon Seo Hwa, si jalang itu!”
“Ia pemimpin Goon Bon kami!”
“Yoon Seo Hwa, si jalang itu!” Jo Gwan Woong bersikeras. “Selama ini sebagai kepala Goon Bon ia telah merencanakan untuk menikamku dari belakang.”
Pil Mong berkata ini adalah kesalahpahaman. Pedagang Goong Bon hanya berkomitmen untuk satu hal. Tidak ada maksud lain. (hmm…bukannya seharusnya mereka sudah tahu Seo Hwa hendak membalas dendam? Bukannya samurai yang dulu menyelamatkan Seo Hwa juga tahu betapa dendamnya Seo Hwa pada Jo Gwan Woong?)
“Tutup mulutmu! Sepertinya sekutu antara aku dan Goon Bon telah berakhir. Kau pikir aku tidak bisa melakukannya? Kau pikir aku tidak bisa membunuh wanita itu, Yoon Seo Hwa, dua kali? Aku akan melakukan apapun dengan kekuasaanku untuk memastikan tidak ada pedagang Goon Bon yang bisa menginjakkan kaki di Joseon.”
Pil Mong meminta Jo Gwan Woong memberinya waktu. Jo Gwan Woong berkata ia tidak memiliki banyak kesabaran.
“Jadi pilihlah. Aku Jo Gwan Woong, atau Yoon Seo Hwa?!” ancamnya.
Pil Mong terdiam. Hmm...ada aroma pengkhianatan tercium dari sini *lebay*
Choi mengantarkan obat untuk Kang Chi tapi Kang Chi telah pergi.
Kang Chi melihat Seo Hwa merenung di halaman. Kata-kata Jo Gwan Woong kembali terngiang di kepalanya.
“Pantas saja monster sepertimu dibuang ke sungai begitu dilahirkan.”
Lalu kata-kata Seo Hwa: “Pada anak yang bahkan bukan manusia maupun monster, entah kau menginjaknya, mencekiknya, atau apapun juga yang kaulakukan padanya, itu adalah urusanmu bukan urusanku!!”
Juga ia mendengar saat Seo Hwa meminta Choi merahasiakan siapa dirinya.
Seo Hwa menoleh. Ia tersenyum melihat Kang Chi (mengira Kang chi belum tahu siapa dirinya sebenarnya).
“Kau sudah sadar?” tanyanya.
“Iya. Lagi-lagi aku berhutang budi.”
“Apa kau hendak pergi? Kalau begitu pergilah dengan selamat.”
Kang Chi sepertinya ingin mengatakan sesuatu tapi ia berbalik pergi. Baru beberapa langkah, ia berhenti lalu berbalik.
“Begini…jadi….karena aku benar-benar penasaran. Apa Anda begitu membenciku?”
Seo Hwa tertegun. Ia tidak siap dengan pertanyaan seperti itu.
“Begitu benci hingga membuangku begitu aku dilahirkan? Apa aku begitu mengerikan?” tanya Kang Chi. Tidak ada kemarahan dalam suaranya. Hanya ada kesedihan dan rasa ingin tahu yang mendalam.
Seo Hwa tidak mampu menjawab. Ia menahan tangisnya. Kang Chi berkata ia hanya ingin menanyakannya satu kali saja. Tapi jawaban yang diinginkan Kang Chi, entah itu baik atau buruk, tidak keluar dari mulut Seo Hwa.
Kang Chi semakin sedih. Diamnya Seo Hwa dianggap sebagai jawaban ya untuk pertanyaannya. Wajahnya memancarkan kepedihan dan luka hati yang mendalam. Ia berkata itu cukup, lalu ia berbalik meninggalkan Seo Hwa.
Setelah Kang Chi tak terlihat lagi, air mata Seo Hwa tak henti-hentinya mengalir. Ia tak sanggup berdiri lagi dan duduk di tanah. Menangis tanpa suara sambil memukuli dadanya. (menurut softy dari blog cadence, wanita Korea biasanya menangis sambil memukuli dada saat mereka kehilangan orang yang mereka cintai, tanda bahwa hati mereka menanggung kesedihan yang sangat mendalam)
Pil Mong menyaksikan Seo Hwa menangis seperti itu dari jauh.
Chung Jo menuangkan minuman untuk Wol Sun. Ia berkata ia tidak mau lagi berselisih dengan Wol Sun dan ingin berdamai. Wol Sun pikir Chung Jo berbaik-baik padanya karena Jo Gwan Woong sekarang kembali pada Wol Sun hingga ingin menjilatnya.
Chung Jo tidak menjawab. Ia memberikan sekotak perhiasan sebagai hadiah untuk Wol Sun. Melihat mewahnya perhiasan yang diberikan Chung Jo, Wol Sun bersedia meminum arak yang dituangkan Chung Jo.
“Aku memaafkanmu hanya sekali ini saja,” katanya. “Jadi sebaiknya kau tidak membuatku marah lagi. Mengerti?”
“Kau yang seharusnya tidak membuatku marah lagi.”
“Apa?!”
Wol Sun memegangi lehernya. Ia bertanya apa yang dimasukkan Chung Jo dalam minuman itu. Chung Jo menatap Wol Sun tajam, hilang sudah segala kelembutan dan keramahan yang ditunjukkan tadi.
“Arak Chihoon. Jangan khawatir, penawarnya akan datang padamu besok malam. Hingga saat itu, penderitaan dan siksaan yang Kang Chi rasakan, kau akan merasakannya.”
“Chung Jo, kau brengsek!”
“Jangan pernah lagi kau menggunakan aku untuk siasat apapun. Jika kau melakukannya lagi, aku tidak akan menggunakan arak chihoon. Tapi racun yang akan langsung kutuangkan ke tenggorokanmu. Apa kau mengerti, Wol Sun?”
Wol Sun diam ketakutan.
Chung Jo keluar diikuti Gob Dan.
“Dengarkan baik-baik,” kata Chung Jo dingin. ”Aku tidak akan bisa diancam oleh siapapun. Aku akan pastikan tidak ada seorangpun yang macam-macam denganku. Kau juga, angkat kepalamu dan jangan kecewakan aku lagi.”
“Nona…”
Dari dalam terdengar Wol Sun memaki Chung Jo lalu berteriak kesakitan. Sama sekali tidak ada rasa kasihan di wajah Chung Jo. Hiiiy...Chung Jo serem. Tapi Wol Sun memang menyebalkan sih >,<
Yeo Wool dan Bong Chul masih terikat di gudang. Bong Chul belum sadarkan diri. Yeo Wool berseru-seru memanggilnya.
“Bong Chul!!”
“Ibu, apa kau memanggilku?” Bong Chul terbangun.
“Ini aku, bukan ibumu!” seru Yeo Wool kesal.
“Ini di mana?”
“Di gudang Penginapan Seratus Tahun. Bisakah kau melepaskan talinya?”
Jangankan melepaskan tali, Bong Chul malah baru sadar kalau ia diikat. Keduanya meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari tali yang mengikat mereka. Tiba-tiba terdengar suara perkelahian di luar. Tak lama kemudian Kang Chi menerobos masuk.
“Kang Chi!” seru Yeo Wool senang.
“Dongsaeng!!” Bong Chul ikut senang. “Kukira sesuatu yang buruk terjadi padamu. Maksudku adalah aku menangis bahagia bukan karena aku masih hidup tapi karena dongsaengku telah kembali.”
Hehe…Kang Chi malah sibuk membebaskan Yeo Wool tanpa mempedulikan Bong Chul. Sigh….dunia memang milik berdua.
Yeo Wool langsung menanyakan apakah Kang Chi baik-baik saja. Kang Chi berkata ia sempat memakan obat penawar dari ayahnya tepat pada waktunya jadi ia sekarang sudah lebih baik.
“Tapi mengapa wajahmu seperti itu? Kau terlihat pucat seperti orang sakit,” kata Yeo Wool.
Kang Ci menatap Yeo Wool. Terharu karena hanya Yeo Wool yang mengenal dirinya. Saat ini bukan fisiknya yang sakit tapi hatinya yang sakit. Kang Chi memeluk Yeo Wool erat-erat seakan mencari ketenangan.
“Ada apa Kang Chi? Apa terjadi sesuatu?” tanya Yeo Wool khawatir.
“Tidak, tidak ada apa-apa. Hanya saja…hanya saja…”
Yeo Wool tidak bertanya lagi. Ia menepuk-nepuk punggung Kang Chi dengan lembut.
Bong Chul yang terlupakan beringsut-ingsut agar bisa melihat apa yang terjadi. Mungkin ia bingung mendadak sunyi sepi. Ia terkejut saat melihat Yeo Wool dan Kang chi berpelukan. Errr…sepertinya dia belum tahu kalau Yeo Wool itu wanita XD
Gon dan Sung menanti di halaman sekolah. Ia langsung memanggil Kang Chi begitu melihat Kang Chi dan Yeo Wool pulang. Ia berkata ia menunggu Kang Chi bersama Gon.
“Jangan-jangan kau juga mengkhawatirkan aku?”
“Mengapa aku harus mengkhawatirkanmu?” kilah Gon.
“Guru memang mengkhawatirkannya. Seharian ia terlihat khawatir hingga merpati datang membawa surat dari Tuan Muda Tae Soo yang memberitahukan kalau kalian berdua selamat. Hampir saja Guru (Gon) pergi ke penginapan sendirian,” celoteh Sung.
Gon langsung memelototinya agar tidak banyak bicara hehe… Ia lalu menanyakan keadaan Yeo Wool. Yeo Wool berkata ia baik-baik saja. Yang ia khawatirkan adalah ayahnya. Apakah ayahnya tahu ia diam-diam keluar dari sekolah.
“Guru sedang berada di tempat Laksamana,” kata Gon.
“Ah, syukurlah,” Yeo Wool tersenyum lebar.
Sung bertanya apa mereka sudah makan. Kang Chi mengeluh ia kelaparan hingga mau mati rasanya. Sung berkata mereka juga belum makan karena menunggu Kang Chi dan Yeo Wool. Yeo Wool mengajak mereka makan bersama.
Kang Chi merangkul pudak Yeo Wool lalu merangkul pundak Sung. Ketiganya berlari ke dapur. Gon tersenyum melihat tingkah ketiganya.
Guru Gong Dal telah memasak banyak makanan untuk mereka. Mereka mengobrol dan tertawa bersama (kecuali Gon tentunya).
Kang Chi memperhatikan sekelilingnya. Guru Gong dan Sung yang saling memperhatikan dengan ceria. Gon yang makan dengan tenang. Tiba-tiba ia merasa kesedihannya kembali menyeruak. Sepertinya ia teringat pada Seo Hwa, ibunya. Di saat semua orang begitu baik padanya, ibunya sendiri tidak mengakuinya dan membuangnya.
Ia berusaha menyembunyikan kesedihannya dan tangisnya dengan tersenyum dan makan dengan lahap. Tapi Yeo Wool dan yang lainnya menyadari ada sesuatu yang membuat Kang Chi sedih. Diam-diam Yeo Wool meletakkan tangannya di atas paha Kang Chi.
Kang Chi tersenyum dengan mata berkaca-kaca.
“Apa rasanya sangat enak hingga kau menangis?” tanya Gon.
“Sepertinya begitu…” Kang Chi tetap tersenyum.
“Aku akan membuatnya lebih banyak, jadi makanlah sebanyak yang kau mau,” kata Guru Gong.
“Iya, aku akan makan yang banyak.”
Guru Gong dan Gon ikut sedih melihat Kang Chi seperti itu (aku juga T_T). Gon lho…Gon!
Untung tiba-tiba muncul Gonita membawakan minuman untuk mereka. Heh…sepertinya ia juga menanti Yeo Wool pulang^^
Guru Gong sangat gembira. Ia langsung mengajak Gonita bergabung bersama mereka. Suasana kembali ceria. Mereka makan dan minum sambil tertawa bersama.
Di desa, Bong Chul juga minum-minum ditemani salah satu anak buahnya. Berbeda dengan suasana di dapur sekolah, Bong Chul malah terlihat sedih. Padahal ia baru saja selamat dari kematian. Anak buahnya juga bingung, ia bertanya apa Bong Chul masih shock karena tadi dipukuli.
“Dongsaeng…ini mengenai dongsaengku Kang Chi,” Bong Chul menangis. “Ia menyukai pria!!!” Pffttt…
“Apa????”
“Jangan katakan pada siapapun atau kusumpal mulutmu.”
Ia kembali menangis seperti anak kecil, bertanya-tanya mengapa Kang Chi jatuh cinta pada pria padahal dunia ini dipenuhi wanita. Hehe…dramatis banget.
Kang Chi memandang tulisan “kayu” pemberian Gisaeng Chun. Ia tadi bertemu Senior Yoon dan senior Yoon memberitahu Kang Chi bahwa di hutan ditemukan lebih banyak mayat. Dan semakin lama mayat yang ditemukan semakin dekat ke desa. Ia bertanya apa Kang Chi sudah tahu. Kang Chi tidak tahu tapi ia jelas tahu siapa pelakunya.
Gon berlatih pedang sendirian. Kang Chi muncul. Ia bertepuk tangan dan memuji ilmu pedang Gon. Ia bertanya bagaimana cara Gon melakukannya.
“Ini bukan sesuatu yang bisa kaupelajari hanya dengan kata-kata.”
“Kalau begitu aku tanyakan lagi. Bagaimana caranya agar aku lebih kuat? Kurasa aku harus lebih kuat. Banyak yang harus kulindungi saat ini.”
“Menjadi lebih kuat artinya menanggung lebih banyak tanggung jawab.”
“Contohnya?”
“Contohnya…” Gon tak sampai hati melanjutkan kata-katanya.
“Seperti aku harus membunuh ayahku sendiri?”
Gon terkejut. Kang Chi sudah tahu? Ia bertanya apa Kang Chi tidak apa-apa harus membunuh ayah kandungnya sendiri.
“Meski apa-apa, tidak ada yang bisa kulakukan mengenai itu. Hanya aku yang bisa melakukannya. Bukankah begitu?”
Gon berpikir sejenak lalu menyuruh Kang Chi mengikutinya.
Wol Ryung telah tiba di desa.
Tae Soo menemui Seo Hwa. Seo Hwa bertanya apakah Tae Soo sudah mengambil keputusan. Tae Soo bertanya jika ia bergabung dengan Seo Hwa, apa yang akan ia peroleh sebagai balasannya.
Seo Hwa berkata Tae Soo akan mendapatkan penginapan dan Chung Jo kembali. Juga, dukungan penuh dari pedagang-pedagang Goon Bon.
“Kalau begitu apa yang harus kulakukan untuk Goong Bon?”
“Pertama, pergilah ke pangkalan angkatan laut dan ambil kembali peta yang telah dicuri. “
“Hanya itu?”
“Untuk sekarang, hanya itu.”
“Kalau begitu, kapan Jo Gwan Woong akan mati?” tanya Tae Soo.
“Dia akan mati malam ini,” jawab Seo Hwa sambil tersenyum. Pil Mong mendengarkan pembicaraan mereka.
Jo Gwan Woong mendengar ada suara di luar kamarnya. Ia berseru curiga menanyakan apa ada orang di luar. Saat ia keluar, ia melihat para pengawalnya telah jatuh bergelimpangan. Jo Gwan Woong mulai takut. Tiba-tiba sebilah pedang terhunus ke lehernya dari belakang.
Jo Gwan Woong bertanya apakah orang itu diutus oleh Seo Hwa untuk membunuhnya. Ia menoleh dan melihat seorang ninja. Ninja itu mengayunkan pedangnya hendak menebas Jo Gwan Woong. Darah memuncrat ke wajah Jo Gwan Woong.
Gon membawa Kang Chi ke pelataran sekolah. Di sana Guru Dam sudah menunggu dengan pedangnya. Kang Chi terkejut.
Wol Ryung berdiri di depan Penginapan Seratus Tahu. “Siapa yang memanggilku ke sini?” ujar suara hatinya.
Seo Hwa duduk di kamarnya. Ia tersenyum lalu menyapa orang di hadapannya.
“Annyeong, aku Dam Yeo Wool,” Yeo Wool balas menyapa dan memperkenalkan diri. Wah memperkenalkan diri pada calon mertua nih^^
Seo Hwa mengetahui Yeo Wool adalah puteri Dam Pyung Joon. Ia bertanya mengapa Yeo Wool menemuinya malam-malam begini. Yeo Wool berkata ia ingin mengatakan sesuatu mengenai Kang Chi. Seo Hwa terkejut.
Guru Dam berhadapan dengan Kang Chi. Kang Chi nampak shock. Ia bertanya apa yang baru saja Guru Dam katakan.
“Lepaskan gelangmu. Lepaskan gelangmu dan hadapi pedangku, Kang Chi-ah.” Guru Dam menghunus pedangnya ke arah Kang Chi.
“Guru…” Kang Chi menatap Guru Dam tak percaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar