Kamis, 02 Mei 2013
Sinopsis Gu Family Book Episode 7 (Bagian 2)
Jo Gwan Woong menjadi pemilik baru Penginapan Seratus Tahun. Bagaimana dengan para pelayan? Sesuai peraturan, mereka tetap bekerja namun sekarang majikan mereka adalah Jo Gwan Woong. Tidak ada yang berani membantah karena mereka tahu kekejaman Jo Gwan Woong.
Lalu Nyonya Yoon dan pelayan lain yang selama ini dipenjara dibawa ke hadapan mereka. Para pelayan yang selama ini tertahan di penginapan berseru-seru memanggil nyonya mereka yang tampak lemah karena menderita.
Kepala polisi berkata seharusnya para tahanan dijadikan budak tapi berkat kebaikan hati Jo Gwan Woong (hueeekk…) maka mereka semua dijadikan pelayan di penginapan ini, termasuk Nyonya Yoon. Mending jadi budak daripada harus kerja buat Jo gila wong edan kaleee ~,~
Mungkin inilah yang ada di benak Nyonya Yoon karena ia menatap Jo Gwan Woong dengan tajam.
“Aku bertanya-tanya berapa lama kau bisa bertahan hanya dengan gelar kosong,” katanya dengan nada menghina.
Para pelayan khawatir melihat keberanian nyonya mereka. Jo Gwan Woong menghampiri Nyonya Yoon.
“Hanya gelar kosong?”
“Kau mungkin bisa mencuri gelar pemilik Penginapan Seratus Tahun tapi kau tidak akan pernah bisa mengambil alih seluruh penginapan ini. Dendam keluargaku terkubur di sini dan kami mengutukmu! Kau akan lebih menderita. Kau akan menangis darah lebih dari air mata yang pernah kau keluarkan dari yang lainnya. “
“Tutup mulutmu.”
“Kekuasaan yang kau peroleh berasal dari pertumpahan darah orang-orang tak bersalah. Kau kira kau bisa membersihkan garis darah kotormu yang hina dengan melakukan itu? Bahkan jika kau mengambil kekuasaan di seluruh dunia ini, seberapa keras kau berusaha, kau tidak akan pernah bisa mengubah darah kotormu! Kau manusia rendah dan hina!”
Tampaknya sebutan “darah kotor” menjadi kelemahan Jo Gwan Woong (jadi inget Hermione yang sedih kalau dipanggil muggle). Ia menghunus pedang ke leher Nyonya Yoon.
“Kubilang tutup mulutmu.”
Nyonya Yoon sama sekali tidak takut. Ia mengambil bilah pedang yang tajam dekat lehernya lalu menusukkannya ke perutnya sendiri. Seluruh orang kaget, tak menyangka sama sekali kejadian ini. Begitu juga Jo Gwan Woong.
“Jo Gwan Woong, kau brengsek! Tempat ini akan menjadi kuburanmu!”
Jo Gwan Woong menarik pedangnya lalu mengayunkannya menebas Nyonya Yoon. Para pelayan segera menolong nyonya mereka dan mulai menangis.
“Diam! Siapapun yang membuat keributan akan dihukum!” kata Jo Gwan Woong gusar.
Seluruh pelayan menangis tak bersuara. Tapi begitu Jo Gwan Woong pergi, mereka menangisi nyonya mereka. Dalam keadaan sekarat, Nyonya Yoon memanggil anak-anaknya.
“Tae Soo…..Chung Jo….”
Tae Soo sedang dirawat di suatu tempat dan masih tak sadarkan diri. Sementara itu Chung Jo masih berduka untuk ayahnya, sama sekali tidak tahu ibunya telah menyusul ayahnya. Nyonya Yoon menghembuskan nafas terakhirnya.
Jo Gwan Woong menempati ruangan Tuan Park. Kepala polisi penjilat memuji-muji Jo Gwan Woong sangat cocok berada di ruangan ini.
“Jadi ini akan menjadi kuburanku?”
“Heh? Bukan itu maksudku,” kata Kepala Polisi ketakutan.
“Aku penasaran. Apa itu? Apa yang tidak bisa kumiliki walau aku memiliki penginapan ini? Apa ada rahasia lain di penginapan Seratus Tahun ini?”
Kepala Polisi berkata Nyonya Yoon hanya berusaha membuat kekacauan. Tapi Jo Gwan Woong tampaknya masih penasaran. Ia tidak tahu bahwa di bawah ruangan tempatnya duduk tersimpan harta karun berlimpah.
Harta yang sudah diserahkan Tuan Park pada Lee Soon Shin untuk mendanai pembuatan perahu kura-kura. Dan sekarang pembuatan perahu itu terancam gagal jika Lee Soon Shin tidak bisa mendapatkan kembali Penginapan Seratus Tahun.
Terdengar raungan keras Kang Chi dari dalam gua. Yeo Wool yang menunggu di luar terkejut mendengarnya. So Jung berkata di dalam tubuh Kang Chi sedang terjadi perang. Perang antara sisi manusia dan sisi siluman. Dan perang itu hanya bisa diselesaikan oleh Kang Chi sendiri. Yeo Wool tidak bisa ikut campur. So Jung sendiri sedang kembali merangkai gelang Kang Chi.
“Tapi, bagaimana jika terjadi sesuatu?” tanya Yeo Wool cemas.
“Entah dia mati atau hidup, itu adalah takdirnya. Terserah padanya apakah ia mau menerima atau menolak sisi silumannya. Apapun pilihannya, itu akan menjadi takdirnya.”
“Seberapa besar kau tahu tentang takdir manusia?”
“Aku hanya tahu kau tidak seharusnya menunjukkan kepedulian padanya lagi,” kata So Jung.
Yeo Wool berkata ia tidak memiliki alasan untuk peduli. Kang Chi menyukai gadis lain.
“Itu karena dia seorang yang bodoh yang tidak bisa menyadari perasaannya sendiri. Jangan terlibat lagi dan pergilah. Kang Chi akan menemui takdirnya sendiri.”
Di dalam gua, Kang Chi bergumul dengan batinnya dan tubuhnya. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit hingga rasanya mau mati. Bayangan kematian Tuan Park, Chung jo, dan Jo Gwan Woong memenuhi pikirannya.
“Tolong, tolong selamatkan aku. Sakit sekali…aku akan mati!”
“Kang Chi-ah….” terdengar suara Yeo Wool memanggil namanya. Kang Chi tersentak (entah ia menyadari atau tidak kalau itu suara Yeo Wol).
“Tolong bertahanlah,” kata Yeo Wool dari luar gua. “Kau adalah Choi Kang Chi. Jangan lupakan namamu.”
Sesaat Kang Chi nampak membaik. Tapi ingatan akan Chung Jo yang sedang menantinya dan Jo Gwan Woong yang kejam membuat amarahnya kembali mendidih. Dan kemarahan itu membuat sisi silumannya yang kembali menguasai.
“Aku ingin membunuh…Aku ingin membunuh kalian semua,” geramnya. Lalu ia berteriak sangat keras.
Yeo Wool dan So Jung tersentak kaget. So Jung berkata Yeo Wool sebaiknya meninggalkan tempat ini. Yeo Wool mungkin saja berada dalam bahaya jadi sebaiknya Yeo Wool pergi.
“Ada apa? Bagaimana dengan Choi Kang Chi?!”
“Sepertinya ia telah kalah dalam pertempuran ini.”
Terdengar suara raungan Kang Chi dari dalam gua. Yeo Wool segera melarikan diri.
Guru Dam dan Gon mengkhawatirkan Yeo Wool yang pergi entah kemana selama 4 hari tanpa ada kabar sama sekali. Gon merasa ini adalah kesalahannya. Tiba-tiba Yeo Wool muncul dengan terengah-engah.
Gon bergegas menghampirinya dengan khawatir, ia mengira Yeo Wool terluka. Guru Dam menegurnya karena pergi tanpa memberitahu.
“Tolong….Choi Kang Chi…dia dalam bahaya. Tidak ada waktu lagi! Tolong hentikan dia, Ayah!” ujar Yeo Wool. Kasian Gon, dia mencemaskan Yeo Wool sementara Yeo Wool mencemaskan Kang Chi. Nasib second lead >,<
Sementara itu So Jung berusaha menghalangi kepergian Kang Chi dengan tongkatnya. Ia bertanya Kang Chi hendak pergi ke mana.
“Aku akan membunuh semua orang yang telah membunuh Tuanku dan penginapan. Satu per satu, aku akan membunuh mereka!”
“Benar, saat ini di dalam tubuhmu darah siluman mendidih setelah tertahan selama 20 tahun. Pasti rasanya tak tertahankan bagimu. Tapi jika kau terus mengikuti bau darah, maka akan mengeluarkan lebih banyak darah. Pada akhirnya kau akan lupa siapa dirimu!”
“Kubilang minggir!”
“Aku cukup kuat untuk menghadapi ayahmu, jangan remehkan aku.”
Kang Chi menggeram lalu merebut tongkat So Jung dan melemparkannya. Ia mencekik leher So Jung. (apa ini artinya Kang Chi lebih kuat dari ayahnya? Atau karena selama ini Wol Ryung memang mengalah pada So Jung?)
“Sadarlah, Kang Chi!”
Kang Chi melemparkan So Jung ke tanah lalu pergi. Tak peduli walau So Jung memanggil namanya.
Seorang gisaeng menemui Chung Jo dan menyuruh Chung Jo mengikutinya.
Chung Jo tercengang melihat perilaku orang-orang di Chunhwagwan ini. Jika ia menjadi gisaeng, apakah ia juga harus melakukan hal yang sama? Kepala pelayan melihat Chung Jo mengikuti gisaeng itu.
Gisaeng itu berhenti di depan sebuah kamar lalu membuka pintu. Chung Jo terkesiap saat melihat siapa yang ada dalam kamar itu. Siapa lagi kalau bukan pembunuh ayahnya.
Kang Chi berjalan memasuki desa. Desa tampak sepi karena hari sudah larut malam. Kang Chi merobek selebaran mengenai pencarian dirinya sebagai pembunuh. Amarahnya masih menyala-nyala.
Ia dihadang oleh Gon.
“Kau berubah cukup mengerikan,” ujar Gon.
“Aku sedang tidak mood meladenimu. Minggir,” kata Kang Chi dengan suara silumannya.
“Aku juga tidak mau tapi ini perintah Guru jadi aku tak punya pilihan.”
Kang Chi tak mempedulikannya dan berjalan melewati Gon. Gon mengambil pedangnya dan mulai menyerang Kang Chi. Ia berhasil melukai tangan Kang Chi. Tapi kemenangan yang dirasakannya tidak lama karena luka Kang Chi menutup dengan sendirinya. Kali ini Kang Chi balas menyerang. Keduanya bertempur. So Jung menyusul mereka. Ia menggenggam gelang Kang Chi di tangannya.
Beberapa orang mencoba mengikat Kang Chi tapi Kang Chi dengan mudah menjatuhkan mereka. Cakarnya sudah teracung hendak menyerang Gon.
“Kang Chi!!” seru So Jung. Ia melemparkan gelang ke tangan Kang Chi.
Begitu gelang itu melilit tangannya, kekuatan siluman Kang Chi melemah. Gon mempergunakan kesempatan itu untuk memukul Kang Chi hingga terjatuh ke tanah. Kang Chi yang marah hendak melepaskan gelangnya. Tapi So Jung mengetukkan tongkatnya di hadapan Kang Chi.
“Jika kau melepasnya maka kau tidak akan bisa lagi kembali menjadi Kang Chi. Jika kau masih ingin melepasnya dan bertempur, silakan. Maka itu akan menjadi takdir dan pilihanmu. Hanya ini yang bisa kulakukan untukmu.”
Kang Chi terlihat bimbang tapi akhirnya ia melepaskan tangannya.
“Sudah tidak apa-apa sekarang,” kata So Jung pada Gon.
Guru Dam dan Yeo Wool menghampiri mereka.
Kepala pelayan Chunhwagwan memberitahu Gisaeng Chun kalau ia melihat Chung Jo mengikuti Wol Sun ke kamar Jo Gwan Woong. Gisaeng Chun nampak kesal.
Chung Jo tak bergerak di depan kamar Jo Gwan Woong. Wol Sun menyuruhnya memberi salam pada Jo Gwan Woong. Tapi Chung Jo tetap diam tak bergeming. Wol Sun mulai marah dan menyebutnya tak sopan.
“Biarkan saja dia. Tidak begitu buruk walau hanya melihatnya.”
“Aku minta maaf, Tuan. Dia belum terlatih.”
“Tidak apa-apa, Wol Sun. Jika kau menikmati minuman yang bagus, pertama kau harus mengamatinya lebih dulu. Lalu menghirup aromanya. Dan akhirnya menikmati rasanya. Sekarang ini mataku cukup puas.”
Jijik dan shock dengan perkataan Jo Gwan Woong, Chung Jo meminta diri pada Wol Sun agar ia diperbolehkan kembali ke kamarnya. Tapi Wol Sun malah menamparnya.
“Mengapa kau lakukan ini?” tanya Chung Jo marah.
“Di tempat ini, mereka yang tidak tahu diri harus diperlakukan dengan keras. Aku adalah gisaeng terbaik di sini. Beraninya orang serendah kau menatapku dan menentangku!”
Melihat Chung Jo masih menatapnya dengan marah, Wol Sun mengangkat tangannya lagi untuk menampar.
“Turunkan tanganmu!” tegur Gisaeng Chun. Ia bertanya mengapa gisaeng yang tidak terlatih bisa berkeliaran di sini. Wol Sun kebingungan menjawab.
“Sepertinya ia tersesat. Itulah sebabnya kau harus mengawasi gadis baru,” sindir Jo Gwan Woong.
Gisaeng Chun menyuruh kepala pelayan membawa Chung Jo pergi. Lalu ia meminta maaf pada Jo Gwan Woong karena mengirim orang yang belum siap.
“Bukankah itu bukti kau sudah semakin tua?” ujar Jo Gwan Woong. Wol Sun tersenyum licik mendengarnya (hmmm….sepertinya ia menginginkan posisi Gisaeng Chun).
“Gadis itu bernama Chung Jo, bukan? Melihatnya mengingatkanku pada peristiwa lama. Seo Hwa. Apa kau ingat? Tidak boleh ada kesalahan lagi, bukankah begitu Gisaeng Chun?”
Chung Jo masuk ke kamarnya dengan marah. Ia benci melihat pembunuh ayahnya namun ia tidak bisa melakukan apapun.
Kang Chi diikat. Ia protes mengapa ia diperlakukan seperti penjahat. Yeo Wool mencoba menenangkannya kalau mereka sedang membantunya.
“Aku tidak membutuhkan bantuan! Segera lepaskan tali ini!”
“Kang Chi-ah!”
“Percuma, tidak ada gunanya menjelaskan padanya,” ujar Gon kesal.
Guru Dam menyuruh Gon menyerahkan Kang Chi ke polisi. Yeo Wool terkejut. “Ayah!”
Guru Dam berjalan pergi. Yeo Wool menyusulnya.
“Ayah, kenapa Ayah melakukan ini? Ayah bilang akan membantunya.”
“Itulah sebabnya, Ayah sedang membantunya.”
Yeo Wool tak mengerti. Membantu apanya? Kepala polisi sekarang dikendalikan oleh Jo Gwan Woong. Guru Dam berkata ini adalah keinginan Lee Soon Shin.
Keesokan paginya, Kang Chi diserahkan ke polisi. Penduduk desa berbondong-bondong hendak melihatnya. Mereka menyalahkan Kang Chi atas kematian Tuan Park.
“Apa kau tahu kejahatanmu?!” kata kepala polisi.
“Tidak, aku tidak tahu. Kejahatan apa?” kata Kang Chi tenang.
“Ckck…” Kepala polisi menoleh dengan khawatir ke arah ruangan di mana Jo Gwan Woong duduk dengan angkuhnya.
“Kau benar-benar tidak tahu kejahatanmu?!” katanya lagi.
“Sudah kubilang aku tidak tahu. Itulah sebabnya aku bertanya. Apa kesalahanku?”
“Kesalahan membunuh pemilik penginapan Seratus Tahun Park Mu Sol! Bukan hanya itu, menerobos penjara dan mengeluarkan tahanan dan membunuh para penjaga. Untuk tiga kejahatan ini kau pantas dijatuhi hukuman mati!”
Kang Chi malah tersenyum sinis.
“Hukuman mati? Baik, aku akan menyerahkan nyawaku dengan senang hati. Tapi aku tidak akan menyerahkannya dengan percuma. Cukup membunuh satu orang lagi saja di sini. Orang yang memfitnah Tuan Park atas pengkhianatan. Menghancurkan keluarganya dan mengambil alih penginapan Seratus Tahun, si brengsek itu Jo Gwan Woong!!”
Penduduk desa berkasak-kusuk mendengar tuduhan Kang Chi.
“Biarkan aku membunuh satu orang itu saja dan aku akan memberikan lebih dari sekedar nyawaku. Bagaimana?”
“Ini…ini…” kepala polisi kehabisan kata-kata. Ia takut Jo Gwan Woong marah. Karena itu ia memutuskan untuk mengeksekusi Kang Chi sekarang juga. Ia lalu berteriak memanggil para eksekutor.
Yeo Wool siap bergerak tapi Gon menahannya.
“Mereka akan membunuhnya, apa kau akan diam saja?” kata Yeo Wool.
“Bukankah kau bilang kau akan memberikan lebih dari hidupmu?” terdengar suara Jo Gwan Woong. Ia keluar dari ruangannya.
Melihat musuhnya, Kang Chi langsung berdiri dan hendak menyerang. Tapi ia ditahan para penjaga.
Jo Gwan Woong menghampirinya. Ia bertanya apa yang lebih berharga bagi Kang Chi dibandingkan nyawanya.
“Itu adalah kebulatan tekadku untuk membunuhmu!”
“Kebulatan tekad katamu? Sungguh menyentuh. Hanya itu? Apa itu yang membuatmu menarik? Atau kau memiliki hal lain….” Jo Gwan Woong menyentuh gelang Kang Chi dengan kipasnya.
Kang Chi dan Yeo Wool agak kaget karena Jo Gwan Woong tahu mengenai gelang Kang Chi (ngga sepenuhnya tahu sih. Jo Gwan Woong mengira gelang itu yang memberi kekuatan pada Kang Chi, padahal justru gelang itu yang meredam kekuatan siluman Kang Chi).
“Aku akan memberimu kesempatan terakhir. Bekerjalah untukku maka aku akan mengampuni nyawamu,” kata Jo Gwan Woong.
“Aku tidak tahu omong kosong apa yang kaukatakan ini.”
“Aku bisa memberimu kekuasaan dan kekayaan.”
“Bahkan anjing yang lewat saja tidak akan menerimanya. Nikmati saja sendiri! Aku tidak mau apapun kecuali nyawamu.”
“Sayang sekali. Apa lagi yang kalian tunggu! Jalankan eksekusinya!” seru Jo Gwan Woong.
Kang Chi melihat gelangnya. Ia ingat So Jung memperingatkannya kalau ia melepas gelang itu maka ia tidak bisa kembali menjadi manusia. Tapi melihat Jo Gwan Woong yang tersenyum licik di hadapannya dan juga sebentar lagi ia akan dieksekusi, Kang Chi memutuskan membunuh Jo Gwan Woong sebelum ia mati atau menjadi siluman adalah jauh lebih baik. Ia meraih gelangnya dan siap menariknya.
“Hentikan!!” seru seseorang.
Kang Chi menoleh. Lee Soon Shin berjalan masuk. Yeo Wool nampak lega.
“Siapa kau?” tanya Jo Gwan Woong.
“Aku adalah Gubernur Jeolla, Lee Soon Shin.”
Kepala polisi buru-buru menghampirinya dan bertanya mengapa Lee Soon Shin datang ke sini.
“Kudengar orangku ditangkap di sini jadi aku segera datang.”
“Apa? Orang Gubernur? Siapa dia?”
“Namanya Choi Kang Chi. Orang yang berdiri di sini.”
Kepala polisi dan Jo Gwan Woong terkejut. Lee Soon Shin tersenyum hangat pada Kang Chi.
“Apa kau baik-baik saja, Kang Chi? Aku datang menjemputmu.”
Kang Chi terpana.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar