Hari berganti hari, para penghuni apartemen melakukan kegiatan mereka seperti biasa. Hanya Dok Mi yang tidak tampak batang hidungnya. Berkali-kali Jin Rak mondar-mandir di depan apartemennya untuk menunggu Dok Mi.
Di dalam apartemen, Dok Mi menenggelamkan diri dalam pekerjaannya. Juga dalam diarinya.
“Setiap kali melangkah memasuki dunia, wanita itu seringkali menjadi tak terlihat. Terdorong dan terinjak, di tengah keramaian kurasa ia tak terlihat orang lain. Itulah sebabnya wanita itu bersembunyi di kamarnya. Kamar kecilnya terasa nyaman baginya seperti sebuah sangkar terasa nyaman bagi seekor burung yang sayapnya patah. Dan di dalam kamar itu, ia bisa bernafas dengan bebas. Ia tidak pernah memimpikan dunia di luar sana atau merindukannya.
Setidaknya sampai sekarang….
Setidaknya sampai sekarang….
Setidaknya sampai sekarang….
Setidaknya sampai sekarang….”
Terdengar dering bel apartemen Dok Mi. Enrique menunggu sebentar lalu mulai berpura-pura sakit. Ia batuk-batuk dengan heboh.
“Ahjumma….kurasa aku pilek karena perjalanan kita ke laut!”
Dok Mi tak mempedulikannya.
“Aku batuk darah!!!” seru Enrique. Dok Mi tampak khawatir. Tapi dengan segera ia tahu Enrique hanya berpura-pura. Ya iyalah, Tae Joon kan dokter. Kalau beneran sakit masa nyarinya Dok Mi^^
Enrique menggedor-gedor pintu apartemen Dok Mi. Setelah beberapa saat, ia menyerah dan pergi dengan wajah kesal. Jin Rak keluar dari apartemennya. Ia pasti mendengar teriakan Enrique juga.
Hari berikutnya. “Ahjumma!! Aku menemukan jepit di mobil! Apa ini milikmu? Ahjumma!! Ah-jum-ma!!”
Setelah membuat keributan, Enrique pergi. Jin Rak lagi-lagi keluar dari apartemen dan kekesalannya pada Enrique semakin menjadi.
Hari berikutnya. Enrique berkata mereka harus mengembalikan uang orang-orang yang mereka pinjam (uang yang dipinjam Enrique saat keduanya tak membawa dompet) jika tidak mereka akan didenda. Ia sampai tak bisa tidur memikirkannya.
Dok Mi kebingungan. Akhinya ia mengirim sms pada Enrique dan menanyakan nomor rekeningnya. Enrique menjawab ia tidak punya rekening bank di Korea. Memangnya dia yang harus bayar semuanya?
“Beritahu aku nomor rekening Han Tae Joon-sshi,” balas Dok Mi. Ia tersenyum penuh kemenangan.
Enrique membalasnya dengan pesan: Aku akan segera kembali!!!
Enrique berteriak ia akan mengambilnya langsung dari Dok Mi lalu berjalan pergi. Dok Mi menghela nafas frustrasi. Jin Rak pun tak tahan lagi. Ia menggeram dan sangat marah.
“Jika seseorang berkata tidak mau menemuinya, ia seharusnya menerimanya! Apa dia pikir ini klub atau semacamnya? Mengapa ia menerobos ke sini setiap hari? Ugghhh…yang benar saja!! Aku tidak bisa menahannya lagi! Kesabaranku telah mencapai batasnya!” omel Jin Rak kesal. Ia mengenakan jaketnya lalu pergi keluar.
Setibanya di luar ia berteriak memanggil Enrique. Enrique menoleh. Jin Rak berjalan mendekatinya dengan tatapan menantang. Jin Rak siap berteriak tapi malah batuk-batuk. Hehehe…apa jangan-jangan ngga berani?
“Apa kau Enrique-sshi?” tanyanya.
“Kau mengenalku?” tanya Enrique tak percaya. Ia girang bukan main. Jin Rak kebingungan melihat tingkah Enrique yang bak kutu loncat.
“Kau tinggal di lantai 4 gedung ini, kan? Ingat ketika aku diperlakukan seperti hidung belang waktu itu? Dengan topi pandaku? Aku ingat! Aku ingat sekarang! Kau hampir diusir karena kau tidak punya uang untuk membayar sewa!” Enrique tertawa senang.
Ia lalu bergelayutan di tangan Jin Rak. “Mengapa kau pura-pura tak mengenalku saat kita pertama kali bertemu. Kau jauh lebih pintar dari yang terlihat (eh maksudnya???)”
Jin Rak tak tahu bagaimana menghadapi kehebohan Enrique. Ia beralasan waktu itu ia hanya berpikir Enrique mirip dengan seseorang yang ia kenal. Enrique menyerahkan ponselnya, meminta Jin Rak memasukkan nomornya.
Jin Rak terpaksa menurut. Enrique menanyakan namanya.
“Oh Jin…Oh Ji..ae Won.”
“Empat huruf?”
“Oh Jae Won,” kata Jin Rak.
Enrique memasukkan nama Jae Won ke dalam ponselnya. Ia bertanya bagaimana Jin Rak bisa mengenalnya. Dari games? Anime?
Jin Rak berkata ia mengenal Enrique dari games. Ia suka bermain game sedikit-sedikit. Enrique mengangguk.
Sesuatu nampaknya menarik perhatian Enrique. Ia memperhatikan perut Jin Rak dengan cermat. Bukan perut, tapi gambar di kaus Jin Rak.
“R(eal) Madrid?? Aku Barca (Barcelona)!! Tak kusangka aku bertemu saingan di sini,” kata Enrique senang. Hehe, aneh…ketemu “musuh” kok senang^^
(Real Madrid dan Barcelona adalah klub sepak bola yang sama-sama berasal dari Spanyol namun musuh bebuyutan dalam memperebutkan kemenangan.)
“Barca? Kau musuhku!” kata Jin Rak.
“El Classico!!” seru Enrique sambil memeluk Jin Rak. Sekali lagi ia protes kenapa Jin Rak menunggu begitu lama untuk mengenalinya. Ia mengajak Jin Rak berjalan-jalan. Jin Rak bener-bener bingung deh liat keceriaan Enrique :D
“Hyun (kak), apakah kau tahu betapa kesepiannya aku pada malam Tahun Baru karena aku tak mengenal siapapun?” kata Enrique merajuk sedih.
Jin Rak berkata ia tidak tahu Enrique kesepian atau semacamnya, tapi ia lihat beberapa hari terakhir ini Enrique setiap hari mengunjungi apartemen 402. Enrique berkata Dok Mi tidak akan membuka pintunya, karena bagi Dok Mi ia adalah orang asing.
“Jika ia berkata kau orang asing dan dia bahkan tak membuka pintunya untukmu, mengapa kau masih mengetuknya?”
“Ketuklah, maka pintu akan dibukakan!!” ujar Enrique mengutip ayat Alkitab.
“Kau tahu bukan seperti itu situasinya sekarang!” kata Jin Rak kesal. “Ada juga yang mengatakan, jangan ketuk dan pintu akan terbuka bagimu. Dan lagi siapa yang akan membuka pintu jika orang asing yang mengetuknya?”
Enrique menggoyangkan tangannya tanda tak setuju. Ia berbisik kalau ia dan Dok Mi tidak benar-benar asing. Tapi Jin Rak tak ingin mendengarnya. Mengetuk pintu orang asing seperti itu sama saja dengan pelanggaran. Saking bersemangatnya, Jin Rak berteriak sangat keras seperti membentak. Enrique langsung terdiam dengan wajah sedih.
Jin Rak jadi tak enak hati. Belum sempat ia menghibur Enrique, Enrique sudah kembali ceria. Enrique pikir Jin Rak merasa terganggu karena ia terlalu ribut. Ia mengajak Jin Rak bermain game bersama untuk merayakan pertemuan mereka.
Jin Rak langsung digiring pergi oleh Enrique. Satpam dan ahjumma yang melihat dari dalam pos terheran-heran, sejak kapan keduanya jadi akrab? Satpam mempergunakan kesempatan itu untuk merayu ahjumma. Tapi ahjumma malah marah-marah. Satpam telah membuatnya lama menunggu padahal ia datang hanya untuk mengambil paket.
Jin Rak dan Enrique berada di tempat game. Enrique meminta Jin Rak tidak berusaha terlalu keras karena ia adalah pro dalam game ini. Ia berkata siapa yang kalah harus membayar. Jin Rak setuju.
Merekapun mulai bermain Zombie Soccer. Gol pertama untuk Enrique. Jin Rak beralasan keyboardnya tidak nyaman digunakan. Ia mulai berusaha lebih keras. Enrique berkata Jin Rak seorang yang kompetitif.
Enrique kembali memasukkan gol ke gawang Jin Rak. Jin Rak mulai kesal, apalagi saat ia teringat Dok Mi jatuh pingsan di pelukan Enrique. Ingat Dok Mi pergi bersama Enrique. Jin Rak mulai “terbakar”. Huaaa…sampe keluar api^^
Tapi lagi-lagi Jin Rak kalah. Api pun padam…tinggal asapnya ;)
Rupanya mereka terus bermain semalaman karena Dong Hoon tidak menemukan Jin Rak keesokan paginya. Demikian juga Tae Joon yang mengkhawatirkan Enrique. Seo Young mengirim sms pada Tae Joon kalau ia akan datang karena tak tahan lagi mengkhawatirkan Enrique.
Setelah berhari-hari mengurung diri, Dok Mi menemui masalah. Pasta gigi dan tissue toiletnya habis. Dok Mi kesal karena harus keluar .
Jin Rak dengan Enrique keluar dari tempat game. Keduanya nampak lelah. Jin Rak berkata ini pertama kalinya ia semalaman bermain game sejak keluar wamil. Keduanya nampak lebih akrab sekarang. Bahkan Jin Rak tersenyum menjawab pertanyaan Enrique. Pada Dong Hoon saja dia jarang tersenyum seperti itu. Enrique ini bener-bener anak ajaib^^
Enrique kagum Jin Rak telah mengikuti wamil. Ia sendiri belum ikut. Jin Rak mengaku ditempatkan di kesatuan khusus karena kemampuan menembak dan penyerangannya tidaklah main-main. Saat ia melihat musuh, ia langsung mengetahui kelemahan mereka. Ia memiliki magic eye.
Saat Enrique berkata ia tidak tahu apa itu magic eye, Jin Rak menyebutnya tak berbakat. Pemilik magic eye langsung bisa mengenali kelemahan lawan.
“Karena itu seseorang sepertiku tidak boleh terlibat perkelahian. Kenapa, tanyamu? Karena aku mesin pembunuh mematikan. Wooo!!” Jin Rak mengayukan tinjunya ke dekat wajah Enrique. “Kau lihat? Aku menuju titik vital bahkan tanpa menyadarinya.”
“Kalau begitu tadi aku hampir mati?” tanya Enrique.
“Tentu saja,” kata Jin Rak tersenyum.
“Kau keren! Kau sudah mengikuti wamil! Kau benar-benar pria! Waaah!!” Enrique memuji Jin Rak dengan penuh kekaguman.
Enrique berkata ia belum pernah mengikuti wamil tapi ia bisa berlari dengan baik. Ia bisa secepat Usain Bolt (atlet pelari asal Jamaika, peraih emas Olimpiade lari jarak pendek). Jin Rak tertawa dan bertanya apakah Enrique mau berlomba lari pulang.
“Ah…semangat bertandingmu itu,” kata Enrique tertawa, “Tidak, lupakan saja…Start!!”
Enrique langsung berlari sekencang-kencangnya. Jin Rak yang kaget langsung ikut berlari. Keduanya berlari dengan riang gembira. Tawa terus memenuhi wajah mereka. Seneng banget liat Jin Rak bisa tertawa lepas seperti ini^^
Keduanya terus berlari, melewati Dok Mi yang sedang membeli makanan di sebuah kedai. Jin Rak berhenti berlari. Ia mengeluh lututnya sakit karena cuaca dingin. Enrique memeriksa lutut Jin Rak dengan khawatir. Jin Rak menoleh, memandangi Dok Mi. Dok Mi tak menyadari kalau kedua pria itu berada tak jauh darinya.
Jin Rak memberitahu Enrique kalau ia tidak apa-apa dan sebaiknya mereka berhenti berlari. Ia bertanya mengapa Enrique begitu berusaha keras, seakan-akan hidupnya bergantung pada lomba ini. Padahal ia hanya berlari biasa saja.
Enrique tertawa tak percaya. Ia juga berlari dengan santai. Heh, dua-duanya ngga mau kalah^^
Jin Rak berkata ia akan pergi duluan karena ada perlu. Enrique melambaikan tangannya lalu berbalik menghampiri Dok Mi. Hmmm…berarti tadi Enrique juga melihat Dok Mi.
Dok Mi nampak kesal melihat Enrique. Ia lalu mengacuhkannya. Enrique cemberut lalu mengambil makanan di kedai itu.
“Jadi kau benar-benar ingin mengacuhkanku?” gumam Enrique. Ia menggigit makanannya. Dok Mi tetap cuek.
“Ahjumma,” ujar Enrique. Dok Mi menoleh.
Tapi ternyata Enrique berbicara dengan ahjumma pemilik kedai. Ia bertanya mengapa orang membeli makanan itu pulang ke rumah dan tidak memakannya panas-panas. Terserah pada pembeli, jawab si ahjumma.
“Ahjumma.”
Dok Mi terlonjak kaget dan menoleh lagi. Pfftt…
“Kau membungkusnya dengan mangkuk? Mangkuk itu terlihat mahal,” kata Enrique serius. Ahjumma berkata orang yang pintar dan baik akan kembali membawa mangkuknya saat membeli makanan yang sama. Dok Mi berusaha memberi isyarat agar ahjumma membungkus makanannya dengan cepat.
“Ahjumma!’ kata Enrique lebih keras. Dok Mi menoleh dengan kesal. Enrique tertawa, sepertinya ia menertawakan Dok Mi tapi ia lagi-lagi bicara dengan ahjumma pemilik kedai.
Ia menanyakan sesuatu dan ahjumma itu menjawab “hati”. Enrique kaget, hati dijual? Ahjumma itu berkata biasanya hati dijual bersama susis darah tapi Dok Mi tak suka hati.
“Ah…nona ini. Nona yang baik dan pintar ini yang baru saja ahjumma bicarakan?” sindir Enrique. Ia pura-pura tak mengenal Dok Mi. Dok Mi mengambil makanannya lalu buru-buru pergi dengan kesal.
Jin Rak menunggu Dok Mi di depan apartemen. Ia melatih kata-kata yang akan ia ucapkan bila nanti bertemu Dok Mi. Lalu ia mencatat kata-kata itu di ponselnya. Ia tak menyadari Do Hwi berjalan melewatinya membawa setumpuk kue beras. Fiuuuh…syukurlah Do Hwi juga tidak melihat Jin Rak ;)
Begitu melihat Dok Mi, Jin Rak menghampirinya dan pura-pura kaget. Ia berlagak seolah-olah mereka tak sengaja bertemu. Ia lalu mengembalikan 20 ribu won uang Dok Mi yang dipinjamnya untuk membayar sewa apartemen.
Dok Mi menerima uang itu lalu pergi. Jin Rak menawarkan diri untuk membawakan barang belanjaan Dok Mi tapi Dok Mi tidak mau.
Setelah mencoba berbasa-basi tapi tidak berhasil, akhirnya Jin Rak memanggil Dok Mi dan mengaku kalau ia menunggu Dok Mi karena ada yang ingin ia bicarakan.
“Aku merasa aku harus menjelaskan sedikit mengenai apa yang terjadi pagi tadi. Tunggu sebentar,” Jin Rak menarik nafas panjang, lalu mencontek catatannya di ponsel (iklan Note II nih^^). Ok, ready!
“Walau aku jauh, aku masih mengenalmu. Aku dapat mengungkapkan dengan lebih baik apa yang ingin kukatakan. Walau aku tinggal di dekatmu, aku masih tidak mengenalmu.” Hah? Jin Rak kok malah baca puisi? Hahaha...Dok Mi sampai bingung, tak mengerti apa yang sebenarnya hendak Jin Rak katakan.
“Jadi begini,” Jin Rak akhirnya bicara seperti biasa, “Aku terus bertanya-tanya mengenai dirimu selama ini. Bagaimana keadaanmu di dalam sana sendirian? Apakah kau makan secara teratur? Apakah kau bahagia sendirian di dalam sana? Aku mendapati diriku peduli sepanjang waktu. Hari yang baik…hari yang menyegarkan…hari yang menggembirakan…gambar-gambar yang kutempelkan di kotak susu setiap pagi…adalah rahasiaku dan aku senang melakukannya. Aku melakukannya untuk kesenanganku sendiri.”
Dok Mi teringat akan perkataannya sendiri pada Enrique. Ia berkata perasaannya pada Tae Joon adalah sesuatu yang dimulainya sendiri dan ia sendiri yang mengakhirinya. Sebuah rahasia yang tidak diketahui siapapun. Ternyata Jin Rak sama sepertinya.
Melihat Dok Mi terus diam, Jin Rak meminta maaf dan menyarankan Dok Mi masuk karena cuaca sangat dingin. Mereka berdua berjalan masuk. Enrique memandangi mereka dari jauh.
“Kurasa aku datang ke sini benar-benar untuk menembakkan panah asmara. Ada satu lagi di sana,” ujarnya sedih. Tapi dalam sekejap kesedihan itu hilang.
Kasihan Jin Rak, pernyataannya menggantung di udara. Tidak ada respon apapun dari Dok Mi. Mereka berdua masuk ke dalam lift dan berdiam diri.
Jin Rak lalu meminta maaf jika ia sudah membuat Dok Mi takut. Ia meminta Dok Mi tidak merasa terbebani dengan perkataannya tadi. “Jangan menutup pintumu lebih rapat lagi,” katanya. “Jika kau memintaku tidak melakukannya lagi (menempel post-it), aku tidak akan melakukannya. Aku tidak akan melewati batas ke tempatmu lagi.”
“Ti..Tidak…Tidak apa-apa…Aku menyimpan semua gambarmu dan aku suka membukanya untuk melihat gambar-gambar itu. Terima kasih,” kata Dok Mi.
Awww… Jin Rak langsung tersenyum cerah. Tanpa sadar ia mendekati Dok Mi. Ia senang Dok Mi tahu kalau itu sebenarnya gambar bergerak. Setelah melihat Dok Mi mundur hingga ke dinding lift, Jin Rak buru-buru minta maaf dan berdiri jauh-jauh lagi^^
Ia terus tersenyum hingga Dok Mi mau tak mau ikut tersenyum. Menurutku bukan karena ia menyukai Jin Rak, tapi ia senang karena bisa membuat orang lain senang.
Do Hwi menekan bel apartemen 401 dengan kepalanya (tangannya memegang baki kue). Dong Hoon membuka pintu dan mengomel mengapa tidak pulang semalaman. Ia mengira Jin Rak yang pulang.
Do Hwi terkejut. Tidak pulang semalaman? Dong Hoon mengambil kue dari tangan Do Hwi dan hendak menutup pintu kembali karena ia ingin berganti pakaian dengan pakaian yang lebih baik. Do Hwi menahan pintu dengan kakinya dan bertanya apakah Jin Rak menginap di luar semalaman.
Dong Hoon tidak mau menjawab sekarang. Baginya yang lebih penting adalah berganti pakaian. Kakinya mendorong kaki Do Hwi lalu ia menutup pintu.
Do Hwi terkejut saat melihat Jin Rak muncul bersama Dok Mi. Dan keduanya sedang tersenyum.
“Go Dok Mi…”
Jin Rak menatap keduanya. Wajah Dok Mi kembali dingin. Do Hwi menatap Dok Mi dengan penuh kemarahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar