Jumat, 26 April 2013

Sinopsis I Miss You Episode 10



Melihat ada seorang wanita di dalam mobil yang baru saja keluar dari gerbang, Ibu memicingkan mata, ingin melihat dengan lebih jelas wanita itu.

Zoe buru-buru menyembunyikan wajahnya. Tapi ia tak kuasa untuk tak melihat ibunya. Semakin ibu mendekat, semakin Zoe menjadi Soo Yeon. Ia pun mengangkat wajahnya.

Ibu tersentak melihatnya. Tak butuh waktu lama baginya untuk dapat melihat siapa sebenarnya gadis itu. Dan ketika ibu menyentuh kaca mobilnya, Soo Yeon tak tahan lagi untuk tak menatap ibu yang tak pernah ia lihat selama 14 tahun ini.

Soo Yeon memalingkan mukanya lagi, kali ini menatap ibunya, sambil menangis.

“Apakah kau tak tahu siapa aku?” tanya ibu takut Soo Yeon tak mengingatnya. “Apakah kau tak mengenaliku? Aku ibu Soo Yeon. Soo Yeon..”

Soo Yeon keluar dari mobil dan meminta ibu untuk masuk ke dalam mobil. Ibu pun mematuhi permintaan Soo Yeon, dan ia berjalan tanpa melepaskan pandangannya dari Soo Yeon, seakan takut putrinya menghilang lagi.

Jung Woo dan Harry masih bertatapan, dan mungkin akan selamanya jika tak ada Detektif Joon yang masuk dan memberitahukan kalau Zoe Lou dicekal untuk pergi keluar negeri. Harry yang mendengarnya sangat kaget dan marah dan bertanya, bukankah Zoe telah dilepaskan kemarin?

Jung Woo mencoba menjelaskan, tapi Detektif Joon menyelanya dan mengatakan kalau Zoe Lou masih menjadi tersangka. Jung Woo mencoba menenangkan Harry kalau setelah polisi menangkap pelakunya, Zoe akan dilepaskan saat itu juga.

Tapi Harry tetap marah dan mengatakan kalau ia akan berkonsultasi dengan pengacaranya.

Detektif Joon heran pada Jung Woo yang sangat menjaga perasaan Harry. Menurutnya menyukai seseorang bukanlah sebuah dosa. Jung Woo tak memberi jawaban apapun.

Atasan Jung Woo datang dan mengatakan surat pengantar untuk mencari alamat IP telah jadi, dan ia menyuruh Detektif Joon untuk pergi ke bagian informatika segera untuk mendapatkan alamat IP itu. Detektif Joon kesal tapi ia tetap pergi juga.

Sementara pada Jung Woo, atasannya memberitahu kalau nomor pertama yang ditelepon Sang Deuk setelah Ia mencopet handphone itu dari Zoe adalah nomor telepon ayah Jung Woo. Bukan kakaknya Sang Chul ataupun Jung Woo,

“Mengapa juga ia menelepon ayah korban sesaat setelah ia keluar penjara? Terutama setelah 14 tahun berlalu, bagaimana mungkin ia tahu handphone pribadi seseorang seperti ayahmu?”

Jung Woo terkejut dan teringat perkataan pemilik restoran yang mengatakan kalau Sang Deuk menelpon seorang Presiden Direktur.

Atasan Jung Woo tahu kalau tak mengenakkan bagi Jung Woo untuk menemui ayahnya. Tapi menurut Jung Woo, ia yang akan melakukannya, “Karena aku sendiri juga penasaran, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.”

Jung Woo bersiap untuk pergi, tapi terdengar suara gemetar yang bertanya, “Ayah? Jadi.. kau adalah anak seorang presdir bank itu?” tanya Detektif Joon lebay, yang ternyata selama ini bersembunyi di bawah meja.

Jung Woo tak mengatakan apapun, hanya berlalu pergi. Detektif Joon mencoba mengejarnya, tapi atasan Jung Woo menarik jaket Detektif Joon dan mencubit dan meremas mulutnya, “Tutup mulutmu, oke?” perintah atasannya.

LOL, setelah dicubit sekian lama, Detektif Joon hanya bisa terdiam. Jangan-jangan mulutnya tak bisa berubah, dan tetap mencong seperti itu.

Harry masih ada di lapangan parkir dan marah saat pengacaranya mengatakan kalau ia tak bisa berbuat apapun karena ia juga baru saja tahu. Tapi pengacaranya juga bertanya, mengapa Zoe belum menemuinya? Apakah Zoe sekarang bersama dengan Harry?

Kemarahannya berubah menjadi kekhawatiran. Ia segera membuka komputernya dan memeriksa CCTV. Dan ia melihat Soo Yeon masuk rumah bersama seorang wanita.

Ibu ragu-ragu saat masuk dan melihat rumah Soo Yeon sebesar ini. Refleks ia melepaskan sepatu, tapi melihat Soo Yeon masuk tanpa melepas sepatu, ibu menjadi bingung. Apakah ia harus melepaskan sepatu?

Tapi ibu memang wanita Korea. Ia memilih melepaskan sepatu dan meletakkan di dekat tangga, karena tak ada rak sepatu di depan pintu lift.

Ibu mengamati Soo Yeon dari ujung kaki ke ujung rambut, tapi Soo Yeon mencoba bersikap dingin dan meminta ibu untuk bicara dan mengungkapkan maksud kedatangannya.

Ibu tersenyum canggung, dan bingung harus berkata apa. Akhirnya, walau air matanya mengalir turun, tapi ia memaksakan senyum pada Soo Yeon dan memuji kuku Soo Yeon yang sangat cantik.

Mendengar pujian itu, Soo Yeon malah malu seakan rendah diri, dan menyembunyikan kuku-kukunya. Ia tak berani memandang ibu yang masih tetap menangis namun memuji kulitnya yang halus dan bahkan berkata, “Sepertinya kau tak banyak menderita sekali hidup di suatu tempat di sana. Tangan dan rambutmu juga tampak cantik.”

Pertahanan Soo Yeon jebol dan ia menangis mendengarnya. Ibu pun juga menangis apalagi mendengar Soo Yeon tiba-tiba berkata berulang-ulang, “Akulah yang bersalah.. akulah yang bersalah.”

Dan ingatan ibu kembali 14 tahun yang lalu, saat ia memukuli Soo Yeon, menyuruhnya untuk mati bersamanya dan Soo Yeon memohon-mohon kalau ialah yang bersalah. Dan itu membuat tangisnya pecah.

“Kesalahan apa yang telah kau lakukan?” ibu segera berlutut dan menggenggam tangan Soo Yeon, menangis menyesali semua yang terjadi, “Kau adalah gadis yang kuat. Kau tetap hidup walau apapun yang telah terjadi. Kau masih hidup. Itulah yang terpenting.”

Soo Yeon semakin menangis tersedu-sedu dan memohon pada ibunya, “Ibu.. aku tak dapat kembali. Aku.. tak ingin kembali menjadi Lee Soo Yeon lagi.”

Ibu terpana mendengarnya. Tapi ia tahu kalau sangat konyol baginya jika ia mencoba untuk meminta Soo Yeon kembali walau ia tak sanggup menghidupi Soo Yeon dengan berkecukupan. Maka, ia tersenyum menenangkan kalau Soo Yeon tak perlu kembali, “Jangan kembali. Tak ada.. tak ada yang tahu bagaimana ayahmu, kan? Tak ada orang yang tahu ‘mimpi buruk’ apa yang telah kau alami?”

Soo Yeon menggeleng, memastikan kalau tak ada yang tahu. Mendengar kepastian itu, ibu menguatkan diri, bangkit dan berkata,

“Oke.. Aku.. aku tak pernah menemuimu. Anakku Soo Yeon sudah mati. Tak ada yang tahu, kan? Jadi semuanya tak masalah.. kau jangan kembali. Jangan kembali.”

Ibu buru-buru pergi ke ruang lift, dan memencet tombolnya. Soo Yeon kaget melihat reaksi ibu.

Ia memanggil ibu, tapi ibu segera masuk ke dalam lift dan melambaikan tangannya, mengisyaratkan pada Soo Yeon untuk tak mengikutinya, “Jangan kembali.. jangan kembali.”

Dan pintu lift pun tertutup meninggalkan Soo Yeon yang terduduk lemas dan sepatu ibu yang lupa dipakai. Soo Yeon menangis tersedu-sedu.

Ibu pergi, tak menyadari ia hanya memakai kaos kaki saat menapaki jalan yang beselimut salju. Namun ia teringat sesuatu, “Jung woo.. Bagaimana dengan Jung Woo-ku?”

Ibu terduduk lemas, menyadari restunya pada Soo Yeon untuk tak kembali akan membuat Jung Woo-nya terluka. Tapi jika Soo Yeon kembali, maka Soo Yeon lah yang akan terluka. “Jung Woo.. Apa yang harus kulakukan?”

Ia menyayangi putri kandungnya, Soo Yeon, tapi ia pun juga menyayangi putra yang sekarang ia miliki, Jung Woo. Bagai mendapat buah simalakama, ibu hanya bisa menangis menyesali apa yang sudah terjadi.

Soo Yeon melihat sepatu ibu masih tergeletak di sana, membuat ia khawatir. Tanpa pikir panjang ia berlari keluar rumah, tak menyadari Hyung Joon datang dan langsung pergi saat ada taksi lewat.

Tae Joon membaca dokumen laporan polisi tentang penangkapan Zoe dan membaca kalau Zoe adalah yatim piatu. Sekretarisnya Yoon menambahkan kalau orang tua mereka meninggal karena kecelakaan dan diasuh oleh seorang wali dan Sekdir Nam berkata kalau ia sedang menyelidiki hubungan pribadi antara Harry dan Zoe.

Tapi bertanya apa sekretarisnya itu masih percaya pada Sekdir Nam? Ia menduga kalau Harry Borrison pasti membuat identitas baru, “Cari tahu tentang kehidupan Harry dan wanita itu sebelum mereka diadopsi dan undang mereka ke rumah untuk membuat perjanjian investasi. Aku ingin melihat dari dekat orang seperti apa mereka itu.”

Di lobi kantor, Jung Woo sudah menunggu kedatangan dan ingin berbicara sebentar padanya. Tapi Tae Joon tetap berjalan membuat Jung Woo memanggilnya, “Ayah.” Tae Joon hanya menjawab singkat, “Anakku telah mati. Jangan pernah muncul di hadapanku lagi.” Dan Tae Joon pun berlalu pergi.

“Kau bahkan bisa menelepon Kang Sang Deuk selama 5 menit tapi kau tak dapat memberikanku waktu satu menit saja?” tanya Jung Woo menghentikan langkah ayahnya. Tae Joon berbalik dan Jung Woo pun bertanya padanya, “Apakah Sang Deuk mengancam dan memerasmu untuk uang?”

“Bagaimana mungkin orang rendahan seperti dia bisa mengancamku?” tanya Tae Joon sombong.

Tapi itulah inti pertanyaan Jung Woo, “Lantas bagaimana mungkin orang yang ditelepon Kang Sang Deuk pertama kali setelah 14 tahu di penjara adalah ayah?” Tae Joon terdiam tak bisa menjawab, maka Jung Woo pun melanjutkan, “Aku harus melaporkan ini pada manajeman, jadi ayah memberitahukanku alasannya.”

Tae Joon marah mendengarnya dan ia menampar dan Jung Woo dengan amplop yang ia pegang sehingga amplop itu terjatuh. Dan Jung Woo melihat isi amplop itu.

Tapi Tae Joon sudah emosi dan mengatai-ngatai Jung Woo yang dianggapnya sebagai polisi yang tak becus. “Kenapa harus memberitahukan padamu? Polisi dari dulu sampai sekarang sama saja. Kalian para polisi masih tak dapat menemukan Lee Soo Yeon walau sudah berusaha setengah mati.”

Jung Woo tersenyum menatap ayahnya, “Lee Soo Yeon.. akhirnya ayah mengakui kalau Lee Soo Yeon belum mati. Polisi yang memberikan laporan ini pada ayah, tak semua polisi seperti itu. Jika ayah tak mau berbicara padaku, aku akan mengirimkan orang lain untuk memeriksa ayah besok pagi. Bersiaplah.”

Jung Woo berbalik dan pergi. Tapi ia berhenti saat ayahnya mengatainya lagi, “Anak gila.”

Maka ia berbalik marah dan mengatakan kalau ia belum gila. Ia masih menyimpan pertanyaan tentang siapa yang membakar gudang tempat ia dan Soo Yeon disekap. Ia juga menyimpan pertanyaan tentang handphone yang seharusnya juga ikut terbakar, mengapa malah ada di laci ayahnya. Ia yakin kalau Soo Yeon masih tapi kenapa ayah malah mengatakan kalau ia sudah mati?

“Dan aku selalu bertanya-tanya, apakah yang ayah lakukan itu memang demi kebaikanku? Jika aku sudah gila, maka aku akan datang pada ayah dan bertanya tentang alasan ayah sebenarnya.”

Tae Joon tak dapat menjawab, malah berbalik pergi. Jung Woo melihat kepergian ayahnya, tak mengejarnya.

Ia mencoba menenangkan perasaannya. Dan handphonenya berbunyi. Dari Eun Joo.

Jung Woo pulang ke rumah dan melihat ibu duduk di kamarnya dengan mabuk dan kakinya kotor dan beku karena kedinginan. Ia langsung mengambil handuk dari tangan Eun Joo dan menggantikannya membersihkan kaki ibu. Tapi ibu masih tetap minum dan mabuk.

Eun Joo mengambil botol dari tangan ibu, dan mengatainya pemabuk. Jung Woo memeluk ibu dan meminta Eun Joo untuk tak mengatai ibu seperti itu.

Tapi ibu malah berdiri dan membuka lemari Jung Woo dan melemparkan semua baju-bajunya. Eun Joo mencoba menahan ibu dan memberitahu alasan ibu mabuk karena ibu menyadari kalau gadis itu bukanlah Soo Yeon.

Jung Woo menyadari kalau itu berarti ibu sudah bertemu dengan Zoe. Ia langsung berdiri dan meminta Eun Joo untuk menunggunya di luar.

Di dalam, Jung Woo mengakui kalau semua ini adalah kesalahannya karena ia belum dapat menemukan Soo Yeon. Ibu hanya perlu memukulnya seperti waktu ia remaja dulu. Ibu pun memukul Jung Woo namun pukulan itu tak bertenaga, dan ibu malah menangis. Jung Woo meminta ibu untuk memukulnya keras-keras seperti dulu lagi.

Tapi ibu malah semakin menangis memeluk Jung Woo, “Jung Woo.. apa yang harus kulakukan sekarang? Apa yang harus kulakukan?”

Dan ibu pun terjatuh dan menangis di lantai. Jung Woo pun memeluk ibu dan menepuk-nepuk punggungnya, “Karena kita sudah menunggu cukup lama, mari kita tunggu lebih lama lagi. Menangislah. Dan sebagai gantinya, ketika aku ingin menangis, berjanjilah untuk tetap berada di sisiku, ya?”

Jung Woo pun terus menepuk-nepuk punggung ibu, menenangkannya.

Malam harinya, Jung Woo pergi membeli obat dan berpesan pada Eun Joo untuk tak membangunkan ibu. Di tangga ia melihat tulisan Aku merindukanmu milik Soo Yeon.

Dan ia berkata pada tulisan itu dan tersenyum dengan bersemangat, “Zoe? Aku.. paling menyukai Lee Soo Yeon!”

Soo Yeon berjalan menuju rumahnya. Dan melihat lampu jalanan mulai berkedip-kedip, hatinya menjadi bimbang. Ia ingin berbalik pulang. Tapi ia juga melihat Jung Woo datang. Buru-buru ia menyembunyikan diri.

Ia mengintip Jung Woo yang berdiri di bawah lampu dan mulai menghitung lampu itu untuk mati, “Lima.. empat.. tiga.. dua..” dan ia mengacungkan telunjuknya, “..satu!” Tapi lampu itu tidak mati, hanya meredup.

Jung Woo kesal melihatnya, “Ahh.. kenapa kau juga memberiku masalah? Apaka kau adalah Lee Soo Yeon? Ini semua adalah salahmu. Soo Yeon terlalu takut datang kemari karena kau selalu berkedip-kedip seperti itu. Bukankah ia telah mengatakan padamu kalau berkedip-kedip sepertiitu lebih menakutkan daripada tetap gelap?”

Soo Yeon tersenyum mendengar omelan Jung Woo yang kali ini menunjuk-nunjuk lampu itu, memerintahkannya untuk berlaku benar. Soo Yeon tersenyum geli melihat lampu itu sepertinya patuh pada Jung Woo dan sekarang menyala terang.

Ia buru-buru bersembunyi, melihat Jung Woo berlari ke arahnya. Dan ia pun mengikuti Jung Woo pergi.

Jung Woo ternyata pergi ke taman bermain mereka dan mengintip Jung Woo yang bermain jungkat-jungkit sendiri. Jung Woo pergi dari satu sisi, ke sisi lainnya. Soo Yeon hampir berteriak melihat Jung Woo yang akan terjatuh.

Saat Jung Woo sudah berdiri di tengah dan kedua kakinya mulai berjungkat-jungkit, tanpa sadar Soo Yeon tersenyum dan membentangkan tangannya seperti Jung Woo dan kakinya pun mulai mengikuti irama jungkat-jungkit kaki Jung Woo.

Tiba-tiba Jung Woo turun dan berlari ke arahnya. Soo Yeon panik dan menyembunyikan diri. Ternyata Jung Woo tak melihatnya, ia hanya menghampiri ayunan dan mengayunkan ayunan kosong itu dan tersenyum.

Air mata di mata Soo Yeon sudah merebak, karena ia tahu apa yang membuat Jung Woo tersenyum, Jung Woo pernah mengayunkannya saat remaja dulu.

Tiba-tiba ada suara handphone berbunyi. Soo Yeon bersembunyi lagi dan buru-buru mengeluarkan handphonenya. Tapi ternyata tak hanyahandphonenya yang berbunyi, tapi handphone Jung Woo. Ternyata alarm mereka berbunyi. Dan bunyinya adalah lagu Magic Castle, lagu yang sering dinyanyikan Jung Woo di karaoke bar yang kurang lebih liriknya seperti ini: Tak masalah jika kau membenciku. Jadi bisakah kau memikirkanku satu menit saja setiap harimu.

Soo Yeon mendengar Jung Woo menyanyikan lagu itu, dan ia pun menangis. Jung Woo masih tak menyadari ada penonton yang melihatnya, dan ia pun menyanyi sepenuh hati (tapi nadanya tak penuh). Saat lagu berakhir, ia menirukan suara mesin karaoke yang akan memberikan skor menyanyinya.

Tapi pada saat itu, ia melihat Soo Yeon. Ia melihat Soo Yeon yang juga melihatnya, memilih untuk pergi secepatnya. Jung Woo kaget melihat sosok Soo Yeon dan segera membuntutinya.

Soo Yeon tak menyadari kalau Jung Woo berjalan di belakangnya karena ia sibuk menenangkan hatinya yang kacau. Saat melihat taksi lewat, Soo Yeon segera memberhentikan dan masuk ke dalamnya.

Jung Woo mencoba mengejarnya, tapi taksi itu sudah pergi. Tapi Jung Woo tak kecewa, ia tersenyum dan menggumamkan nama gadis itu, “Soo Yeon ah…”

Hmm… dan tidak mengejarnya? Kenapa tak dikejar, Jung Woo?

Soo Yeon duduk di kedai, minum soju sambil memperbaiki sepatu ibu yang rusak. Ada telepon dari Harry yang bertanya dimana Zoe sekarang. Ia menyapa Harry, tapi tak dapat menyembunyikan bunyi cegukannya karena mabuk. Dan Harry mendengarnya dan bertanya apakah ia perlu menjemput Zoe sekarang?

Soo Yeon tertawa dan mengatakan tak perlu, karena ia sudah akan pulang dan ia sekarang berada di tempat yang Harry benci. Ia akan segera pulang. Harry memintanya untuk berhati-hati dan menutup teleponnya.

Ternyata Hyung Joon ada di mobil, sedang mengawasi Soo Yeon. Ia tersenyum geli melihat Soo Yeon yang dalam keadaan mabuk, mengejar kantong plastik yang diterbangkan angin. Ia terus memperhatikan Soo Yeon dari jauh.

Namun senyumnya hilang saat melihat Jung Woo keluar dari dalam kedai dan menaruh sepatu yang tadi jatuh dan meletakkan di atas meja. Ia melihat Jung Woo memperhatikan Soo Yeon dari jauh dan kemudian meninggalkannya.

Soo Yeon telah berhasil menangkap kantong plastik itu dan melihat kalau sepatu yang tadi jatuh sekarang ada di atas meja. Heran melihat sepatu itu sudah terjajar rapi di meja, tapi tak cukup membuatnya penasaran.

Ia hanya menatap sepatu itu dengan sayang sambil menuangkan oju ke gelasnya lagi. Ia tak menyadari kalau ada dua pria yang memperhatikannya.

Jung Woo memperhatikan Soo Yeon tapi tak melihat keberadaan Hyung Joon. Ia tersenyum melihat Soo Yeon yang tersenyum dengan tenang dan berkata dalam hati, “Melihat bagaimana kau tersenyum, itu berarti kau bahagia kan telah melihat ibumu? Benar, Soo Yeon. Hapus semua kenangan burukmu dan kau dapat membuat kenangan yang baru. Hanya kenangan baik.”

Jung Woo mengangkat tangannya, menyihir Soo Yeon lagi untuk menghapus kenangan buruknya.

Dan Hyung Joon melihatnya. Ia melihat gerakan tangan Jung Woo yang sama dengan gerakan tangan Soo Yeon saat mengatakan kalau ia memiliki kemampuan untuk menghilangkan semua kenangan buruk.

Dan kelihatan kalau Hyung Joon tak nampak senang melihatnya.

Soo Yeon masuk rumah dan melihat Hyung Joon tidur dengan memakai headphone. Buru-buru ia menyembunyikan sepatu ibu di punggungnya dan meletakkannya di bawah sofa.

Tak ingin membangunkannya, Soo Yeon menyelimuti Hyung Joon dan mengucapkan selamat malam. Seperti biasa, ia membuka tangannya, menyihir Hyung Joon. Tapi kali ini Hyung Joon menangkap tangan dan membuka mata.

Soo Yeon terkejut melihat Hyung Joon ternyata belum tidur dan heran karena Hyung Joon terus memandangnya. Hyung Joon mengatakan kalau Soo Yeon berbau alkohol. Refleks Soo Yeon menutup mulutnya dan minta maaf.

Tapi Hyung Joon malah mengajaknya untuk minum di kedai lainkali. Walau ia membencinya, tapi karena Soo Yeon menyukainya, maka ia akan mencobanya, “Karena hanya akulah satu-satunya orang yang kau miliki.”

Soo Yeon hanya terdiam mendengar ucapan Hyung Joon. Hyung Joon bertanya apa yang dilakukan Soo Yeon hari ini. Soo Yeon tak mengatakan apa yang ia lakukan sebenarnya, hanya mengatakan kalau ia tak bisa bertemu dengan Craig (pengacaranya) maka ia hanya berjalan-jalan saja, karena besok ia sudah harus kembali ke Perancis.

Hyung Joon memberitahukan kalau Soo Yeon tak bisa meninggalkan Korea sekarang, membuat Soo Yeon kaget. Hyung Joon langsung memeluk Soo Yeon dari belakang, “Hanya sepuluh hari, apakah tak apa-apa?”

Di luar dugaan Soo Yeon hanya berkata, “Ohh..” membuat Hyung Joon lega, karena ia takut Soo Yeon kesal, “Aku tahu kau ingin segera kembali ke Perancis. Ada seorang klien yang mengundangku makan malam di rumahnya. Apakah kau mau menemaniku?”

Soo Yeon bertanya bagaimana karakter klien itu, dan Hyung Joon mengatakan ia juga tak tahu. Ia minta Soo Yeon melihat orang itu dan memutuskan apakah ia adalah orang baik ataukah orang jahat.

Soo Yeon masuk ke kamar dengan menyembunyikan sepatu ibu di dalam mantelnya. Setelah aman dengan pintu tertutup, ia mengeluarkan sepatu itu dan bergumam minta maaf pada Harry.

Ia membuka lemari dan memasukkan sepatu ibu di bawah jaket milik Jung Woo. Ia emnyentuh jaket Jung Woo dan teringat ucapan Jung Woo yang telah memberikan mantra jubah menghilang di jaket itu. Ia tersenyum mengingatnya dan bergumam, “Sepuluh hari lagi.. itu melegakan.”

Sementara di kamar rahasia, Hyung Joon menyentuh foto ibunya dalam kegelapan dan termenung.

Di kantor, Jung Woo melihat foto-foto CCTV, namun ia tak mendapat petunjuk sedikitpun dari foto-foto itu. Ia hendak menelepon seniornya, tapi atasannya datang dan bertanya apakah Detektif Joon sudah mendapatkan alamat IP itu?

Jung Woo mengatakan kalau ia akan meneleponnya. Tapi bukannya menelepon Detektif Joon di depan atasannya, ia malah menyingkir pergi, membuat atasannya kesal.

Ternyata Detektif Joon sedang berada di rumah Soo Yeon untuk menunjukkan foto-foto CCTV di ATM. Jung Woo khawatir kalau seniornya itu akan menakut-nakuti Soo Yeon dengan foto-foto tersangka itu dan menyuruh seniornya untuk tak berlaku kasar pada Soo Yeon.

Detektif Joon meletakkan tangannya di dada dengan cukup lebay, seolah sakit hati dituduh Jung Woo seperti tadi. Maka ia bertanya pada Soo Yeon, “Apakah sekarang aku sedang bertindak kasar padamu?”

Soo Yeon yang polos, bingung akan pertanyaan Detektif Joon itu. Jung Woo belingsatan mendengar pertanyaan Detektif Joon tadi dan mengancamnya, “Hyung, kenapa kau mengatakan hal itu padanya? Jangan katakan kalau telepon ini dariku, ya.”

Detektif Joon mendesah lebay dan kembali bertanya pada Soo Yeon, “Apakah mungkin aku tadi mengatakan kalau telepon ini adalah dari Jung Woo?”

“Hyung!” Jung Woo semakin panik karena seniornya itu malah membuka kedoknya. Ia tak melihat kalau Soo Yeon tersenyum kecil mendengarnya. “Serius, deh. Kenapa kau melakukan hal ini?”

Detektif Joon malah memberikan handphone itu pada Soo Yeon.

“Kau cepat kembali dan cepat periksa alamat IP itu,” kata Jung Woo. Tapi yang terdengar di telinganya adalah suara lembut Soo Yeon yang menyapanya, “Halo?”

Ia mendengar kalau detektif Joon mengatakan kalau Jung Woo sangat mengkhawatirkan Zoe sehingga ia meminta Zoe mengatakan sesuatu untuk menenangkan Jung Woo. Hal itu malah membuat Jung Woo menjadi gugup, kembali seperti remaja lagi.

Ia ingin marah pada seniornya, tapi marahnya itu larut mendengar Soo Yeon menyapa, “Detektif Han ..” ia terpaku diam mendengarkan suara Soo Yeon, “tolong kau tangkap pelaku itu demi aku.”

Jung Woo mengiyakan, tapi saat Soo Yeon akan memberikan handphone itu pada Detektif Joon, Jung Woo mencegahnya. Soo Yeon menempelkan handphone itu ke telinganya lagi, dan mendengar kalau Jung Woo berkata, “Aku pasti akan menangkap pembunuh itu, tapi..”

“Soo Yeon-ah..setelah itu kau akan kembali ke Perancis bukan? Bisakah kau tetap tinggal di sini?”

Itulah kata-kata yang sebenarnya ingin diucapkan Jung Woo. Tapi kata-kata itu hanya sampai di dalam hatinya saja, karena yang keluar di mulut adalah, “Jika hyungku mengganggumu, beritahu saja aku, ya,” katanya.

"Aku selalu menang kalau melawannya,” Jung Woo berhenti karena kata-katanya terasa seperti ia suka menang-menang, maka ia buru-buru menambahkan, “Err.. bukan karena aku kuat, tapi karena hyungku selalu membiarkanku untuk menang.”

Aww… Soo Yeon tersenyum mendengar Jung Woo kebingungan seperti itu.

Tapi Detektif Joon sudah mengambil handphone itu kembali dan mengatakan kalau ia tak begitu. Ia pun memutus pembicaraan setelah berkata kalau ia akan segera kembali ke kantor.

Dan Jung Woo pun tersenyum-senyum sendiri dan bergumam, “Suaranya di telepon pun.. masih sama.”

“Apakah kau menemukan sesuatu?” tanya Dayang Choi mengagetannya dari belakang. “Kudengar kau telah menemukan tentang pelaku yang mengirimkan dry es-nya?”

Jung Woo terkejut mendengar Dayang Choi mengetahui informasi hal itu, “Apa tak ada yang ibu tak ketahui di kantor polisi ini?”

“Kalau tak mau ketahuan, beritahu Detektif Joon agar tidak menelepon saat di toilet,” Dayang Choi malah mengomel dan mengatakan kenapa kantor polisi ini tak dapat menyimpan rahasia.

Jung Woo menggandeng Dayang Choi dan berkata kalau mereka akan baik-baik saja selama Dayang Choi menyimpan rahasia.

Soo Yeon meminta maaf karena ia tak banyak membantu, tapi bagi Detektif Joon, kedatangannya kali ini sudah membuktikan satu hal, “Kau benar-benar bukan pelakunya.” Soo Yeon heran, bagaimana Detektif Joon bisa menarik kesimpulan seperti itu?

Malu-malu Detektif Joon berkata kalau dibandingkan dengan pelaku yang menyamar itu, gerakan Soo Yeon terlalu glamour. Dan Detektif Joon pun membungkuk dan minta maaf.

Soo Yeon tersenyum mendengar pujian itu. Dan iapun berkata walau ia tak begitu yakin, “Tapi wanita dalam gambar itu, sepertinya bukan wanita muda. Mungkin karena pekerjaanku, bku biasanya dapat menebak hal-hal seperti itu. Caranya berpakaian dan caranya berjalan, sepertinya itulah dugaanku.”

Detektif Joon mengangguk dan akan mencari tahu lebih lanjut. Dan sebelum Detektif Joon pergi, Soo Yeon memintanya untuk menunggu sebentar.

Jung Woo memperhatikan foto pelaku yang ada di ATM, dan penasaran akan baju yang dipakai pelaku itu, “T-shirt? Long Johns?”

Detektif Joon mengagetkannya dengan menyapanya sebagai pewaris bank, “Kalau kau mau meminjamkan uang padaku, aku akan memberikan ini padamu,” ia menyodorkan jaket menghilang Jung Woo.

Jung Woo terbelalak dan ingin merebutnya. Tapi Detektif Joon lebih cepat dan menariknya kembali.

Tapi Jung Woo tetap meraih jaket itu, sehingga Detektif Joon memberikannya sambil menaruh tangan di dadanya dengan lebay, “Walaupun aku tahu aku tak boleh memiliki perasaan itu padanya, tapi tolong beritahu dia kalau jaket itu membuatku selalu hangat,” dan iapun pura-pura menangis.

LOL, Jung Woo tahu kalau Soo Yeon tak mungkin mengatakan hal seperti itu dan tahu seniornya itu berniat menggodanya. Maka Jung Woo pun bertanya, “Apa yang sebenarnya ia katakan?”

Detektif Joon bertanya apakah Jung Woo benar-benar ingin tahu? Kali ini Jung Woo mengangguk dengan muka penasaran ingin tahu. Maka ia mengangsurkan jaket itu dengan tampang cuek, “Ini. Tamat.” katanya menirukan ucapan Zoe.

Kwak.. kwak.. kwak… Jung Woo pun kecewa. LOL, senior satu ini kayanya perlu dijitak, deh, mainin perasaan orang ajah..

Detektif Joon menebak kalau Jung Woo pasti kecewa mendengarnya. Tapi Jung Woo pura-pura tak peduli, dan mengatakan kalau ia sebenarnya malah heran kenapa Zoe belum mengembalikannya, “Sekarang sudah makin dingin, jadi aku senang kalau jaket ini kembali,” kata Jung Woo cuek.

Ia pun memakai dan merasakan hangatnya jaket itu. Namun saat tangannya masuk ke saku, ia menemukan sesuatu. Kancing hitam. Ia teringat pada kancing yang pernah ia masukkan ke dalam gelas.

Detektif Joon pun mengingatnya dan bertanya, apakah kancing itu adalah kancing “Hujan.. tak hujan.. hujan.. tak hujan..”?

Jung Woo segera mengambil jaket yang pernah dibelikan ibu padanya, dan mencocokkan kancing itu. Dan sama! Jung Woo terbelalak, menyadari kalau Soo Yeon ternyata tak pernah membuang kancing itu.

Seniornya itu juga memberitahu dugaan Zoe yang menurutnya pelaku adalahseorang wanita tua.

Detektif Park dan Detektif Ahn memberitahu kalau mereka sudah menemukan alamat IP pemesanan dry ice itu. Dan IP itu berasal dari komputer Jung Woo, “Pelakunya menggunakan komputer Jung Woo.”

Mereka akhirnya memeriksa CCTV, untuk memeriksa siapa yang menggunakan komputer Jung Woo, tapi sambungan CCTV mati pada pukul 06.00 – 06.30 pagi di hari itu. Dan anehnya hanya CCTV di ruangan mereka saja yang mati.

Atasan Jung Woo menduga pasti orang dalam yang mematikan sambungan itu. Jung Woo mengusulkan untuk mendata siapa saja orang yang ada di dalam gedung pagi itu, “Karena masih pagi, pasti tak banyak orang yang telah datang. Jika kita dapat melihat orang-orang mana yang tak muncul di CCTV lain saat CCTV kita dimatikan, berarti kita dapat menemukan pelaku yang sebenarnya.”

Tapi detektif Joon keberatan. Bagaimana dengan kamar mandi dan ruang tidur yang tak ada kamera? Contohnya ia sendiri, ia sedang tidur di ruang tidur, “jadi apakah aku adalah pelakunya?”

Jung Woo mengatakan kalau pelakunya adalah seorang wanita, kalau tidak pria yang berbadan kecil. Atasan Jung Woo menyuruh mereka untuk mengirim semua data CCTV ini ke bagian IT, dan hasilnya akan mereka dapatkan dalam beberapa jam.

Hyung Joon dan Soo Yeon mengunjungi rumah Tae Joon. Betapa kagetnya Soo Yeon melihat istri kliennya adalah Mi Ran. Ia semakin kaget melihat Hyung Joon malah bersikap ramah pada Mi Ran.

Mi Ran yang berkata kalau ia tak menyangka akan kedatangan mereka, tersenyum dan berkata kalau pertemuan ini berarti adalah jodoh.

Setelah Mi Ran pergi, Soo Yeon mengungkapkan ketidaksukaannya kalau Mi Ran adalah orang yang mencuri desainnya (ohh.. ternyata Mi Ran membuat barang KW-nya Zoe) bahkan pernah mengancamnya dengan foto mereka berdua.

Tapi Hyung Joon berkata ia juga baru tahu kalau Mi Ran adalah orang yang sama dengan wanita yang mengirimkan email, “Apakah kau tak nyaman? Apakah kau mau kita pergi saja?”

Soo Yeon ragu namun melihat Tae Joon dan istrinya sudah datang, ia pun memasang muka sopan dan berkata sopan. Tae Joon pun berterima kasih karena mereka sudah datang walau dengan kondisi Hyung Joon yang berjalan masih dengan menggunakan tongkat.

Di meja makan, Mi Ran memuji Harry dan Zoe yang menurutnya sangat cocok dan seperti keluar dari lukisan. Harry pun balas memuji masakan Mi Ran dan mengundang mereka ke rumahnya dengan ia yang akan memasak.

Melihat Tae Joon tak peduli dengan Mi Ran, Hyung Joon mengkritik sikap Tae Joon. Dan hal ini membuat Tae Joon marah karena menganggap Hyung Joon tak sopan mengkritik orang yang lebih tua.

Hyung Joon merasa kalau ia sudah merusak mood makan malam ini. Ia mengatakan kalau ia bersikap apa adanya karena ia ingin berteman dengan Tae Joon. Ia tak tahu bagaimana caranya berteman, tapi ia tahu bagaimana cara membuat uang banyak, “Jika tidak, bagaimana mungkin aku bisa menjadi direktur H Boutique dan mengurusi kontrak besar dengan usia semuda ini?”

Di ruang kerja Tae Joon, Hyung Joon mengatakan kalau ia sudah membuat kesepakatan dengan Shiosa. Tapi karena Tae Joon ingin berinvestasi, ia menawarkan untuk menanamkan investasi yang akan dikelola Shiosa.

Tae Joon merasa perundingan ini terlalu gampang, mengingat ini proyek besar dan pasti banyak calon investor yang juga ingin menanamkan modalnya, dan bertanya mengapa Harry mudah sekali membuat kesepakatan dengannya?

Harry pun menjawab, “Karena anda sedang beruntung. Tunanganku sudah tak sabar ingin kembali ke Perancis. Hanya ada satu yang kuanggap lebih penting dibandingkan uang, yaitu gadis yang sedang duduk di luar itu. Aku ingin segera menyelesaikan semuanya dan kembali ke Paris bersamanya.”

Tae Joon menyetujui tawaran Harry namun masih penasaran bagaimana kaki Harry bisa seperti itu. Harry pun tertawa kecil dan menjawab, “Apakah anda tidak ingat? Andalah yang menyebabkan kakiku seperti ini.”

Sekdir Nam merasa canggung, karena ia tahu apa maksud Hyung Joon sebenarnya, tentang anjing yang dulu pernah menggigitnya saat ia kabur dulu. Tapi Hyung Joon meneruskan, “Karena sepeda. Memang kenapa anda ingin tahu?”

Tae Joon mengatakan kalau untuk usia semuda Harry, tongkat yang ia pegang sangat cocok untuknya. Harry menjelaskan kalau tunangannya yang mendesain tongkat itu khusus untuknya.

Soo Yeon duduk di ruang tengah bersama Mi Ran dan Ah Reum. Soo Yeon jelas masih marah pada Mi Ran dan memintanya untuk melepas semua baju desainnya dari butik Mi Ran dan tak mengirimkan foto dan surat ancaman lagi padanya.

Mi Ran meminta maaf dan berjanji untuk mencopot semua baju desain Soo Yeon, namun meminta agar Soo Yeon tak memberitahukan hal ini pada suaminya. Mendengar apa yang sudah dilakukan ibunya, Ah Reum marah dan tak mau duduk lebih lama lagi karena ini benar-benar sangat melukai harga dirinya. Pada Soo Yeon, ia berkata kalau ia senang bertemu dengan Soo Yeon dan memuji baju desain Soo Yeon sangatlah bagus.

Ia pun pergi ke dapur dan menyuruh pembantu untuk menyiapkan makanan untuk kakaknya, Jung Woo. Mendengar nama itu, Soo Yeon terkejut. Dan hal ini tak luput dari pandangan Mi Ran. Ia teringat pada Jung Woo yang dulu memperingatkan kalau Mi Ran tak boleh mengganggu wanita yang di foto itu lagi.

Mi Ran pun bertanya pada Zoe dan bertanya apakah Zoe mengenal Detektif Han Jung Woo? Soo Yeon terkejut, tapi tak menjawabnya. Untunglah Hyung Joon sudah keluar dan mereka pun meminta diri untuk pamit.

Di kantor polisi, Jung Woo menghentikan Dayang Choi yang mengambil kertas fax dan menyuruhnya untuk segera pulang. Tapi melihat isi salah satu kertas fax yang menunjukkan kalau Dayang Choi adalah salah satu orang yang datang pagi-pagi di hari pemesanan dry ice, dengan berat hati Jung Woo mengatakan kalau Dayang Choi tak boleh pulang sebelum ia diperiksa.

Tapi Dayang Choi tak mau, karena anaknya, Bora, akan pulang cepat dan akan makan malam di rumah. Jika Bora marah, akan melebihi kemarahan atasan Jung Woo. Jung Woo pun menanyai apa yang dilakukan dayang Choi pada pagi itu.

Dayang Choi menjelaskan kalau sehari sebelumnya ia pulang cepat karena ada kelompok gangster yang ditangkap dan esoknya ia datang lebih pagi untuk membereskan segala kekacauan itu. Ia mengangkat tangannya, “Dan saat itu kau kan yang mengikat perban di tanganku ini, kan? Ayo diingat-ingat kembali,” kata Dayang Choi sambil pergi.

Jung Woo pun mengingatnya dan membenarkan pernyataan Dayang Choi. Walau kecurigaannya masih muncul tapi ia menganggapnya tak mungkin.

Namun saat ia menanyai polisi wanita yang ada di salah satu daftar tersangka, ia teringat tangan Dayang Choi yang diperban dan melihat foto pelaku di ATM. Tangan foto itu juga memakai kain yang sama dengan perban dayang Choi.

Ia juga teringat pada kata-kata Detektif Joon yang menyebutkan dugaan Soo Yeon yang pelakunya adalah wanita tua.

Ia segera pergi meninggalkan polisi wanita yang sedang ia tanyai itu, tak menyadari kalau Dayang Choi mengintainya dari kejauhan.

Ah Reum ternyata menumpang mobil Hyung Joon dan melihat Harry mengulurkan tangan dan Zoe menggenggam tangan itu. Ia bertanya apakah ia mengganggu mereka? Tapi Harry mengatakan kalau ia membiarkan Ah Reum pergi di kegelapan malam, ia yang akan dimarahi oleh Zoe. Ah Reum bertanya apakah mereka akan segera menikah, karena menurutnya Harry adalah tipenya banget.

Harry tersenyum dan berkata pada Zoe kalau kata-kata Ah Reum merupakan bukti kalau ia cukup populer di kalangan para gadis.

Alarm berbunyi di handphone Soo Yeon dengan ringtone yang sama dengan ring tone milik Jung Woo, Magic Castle.

Di saat yang sama, alarm Jung Woo berbunyi dan ia segera mematikan karena melihat Dayang Choi sudah hendak pergi. Ia memanggil Dayang Choi, tapi Dayang Choi tak mendengarnya. Ia pun mengejarnya.

Saat itu ia meminta seniornya untuk memeriksa latar belakang Dayang Choi. Ia memiliki dugaan tapi belum pasti. Ia meminta Detektif Joon untuk mengabarinya lewat SMS.

Soo Yeon segera mematikan alarm itu dan Hyung Joon berkata kalau Soo Yeon baru saja mengganti ringtone-nya. Namun Ah Reum mengenali ringtone itu sebagai ring tone favorit kakaknya. Soo Yeon sedikit heran tapi tak menanggapinya.

Mobil Hyung Joon sampai di depan kantor polisi dan Ah Reum berkata kalau ia akan turun. Ia juga tak lupa mengatakan kalau mereka memiliki masalah hukum, jangan segan-segan meneleponnya, “Karena kakakku, Detektif Han Jung Woo, adalah detektif dikenal disini.”

Soo Yeon terkejut, menyadari dugaannya benar. Ia melihat kalau Hyung Joon yang tak kaget mendengar informasi itu dan, tak mempedulikan ajakan Hyung Joon yang ingin minum di kedai, ia bertanya apakah Hyung Joon sudah tahu semua ini?

Hyung Joon mengakui dan dengan tenang ia berkata kalau Ah Reum adalah adik Jung Woo. Soo Yeon bertanya mengapa Hyung Joon membawanya untuk makan di rumah Jung Woo?

Dengan senyum yang berbeda seperti biasanya, Hyung Joon bertanya apakah hal itu sebuah masalah? Tentu tidak, kan, karena ia adalah Zoe dan bukannya Soo Yeon, “Kau bilang kau akan tetap tinggal di sisiku, kan? Jangan kembali ke Perancis sampai aku selesai dengan urusanku di sini. Tetaplah tinggal di sini, di sisiku.”

Jung Woo membuntuti Dayang Choi dan segera bersembunyi karena handphonenya berbunyi. Dari Ah Reum. Ia segera mematikannya. Namun Dayang Choi sudah hilang. Ia mencari-cari, tapi tak ada. Ia pun membuka handphonenya.

Tapi ternyata Dayang Choi memanggilnya. Jung Woo terkejut dan menghampiri Dayang Choi. Ia mengaku kalau ia mengikuti Dayang Choi kemari karena ingin membawa Dayang Choi lagi untuk melakukan tugasnya, memeriksa semua orang. Ia menarik tangan Dayang Choi, tapi Dayang Choi mengaduh kesakitan.

Dayang Choi pun mau ikut, tapi ia ingin membuat nasi dulu untuk putrinya, Bora dan ia mempersilahkan Jung Woo untuk masuk. Mulanya Jung Woo ragu, tapi ia pun mengiyakan tawaran itu.

Di rumah Hyung Joon, rupanya Soo Yeon mengunci kamarnya membuat Hyung Joon panik. Ia minta maaf dan berjanji tak akan berbuat sesuka hatinya lagi. Ia menggedor-gedor tapi pintu kamar Soo Yeon tak terbuka.

Sementara Dayang Choi membuat nasi di magic jar, Jung Woo melihat-lihat kondisi rumahnya yang kotor dan meminta Dayang Choi untuk tak hanya memperhatikan kebersihan kantor polisi tapi juga memperhatikan kebersihan rumahnya sendiri. Dayang Choi berkata kalau ia baru saja pindah ke rumah ini dan belum sempat beres-beres.

Dayang Choi menawarinya minum tapi Jung Woo ingin segera pergi ke kantor polisi. Tapi Dayang Choi bersikeras untuk mengambilkan Jung Woo minum.

Melihat ada wallpaper yang terkelupas, dayang Choi mencoba menempelkan dan meminta Jung Woo untuk mengambil selotip di laci bawah meja. Jung Woo sedikit ragu dan curiga, tapi ia tetap mengambilnya.

Ternyata yang ia ambil adalah keranjang yang berisi baju SMP anak perempuan dengan label nama Choi Bora. Dayang Choi berkata kalau itu adalah seragam Bora, anaknya, “Bukan di situ, tapi di laci satunya.”

Jung Woo mengiyakan, tapi ia sudah waspada dan mengeluarkan borgol dari sakunya. Ragu-ragu ia membuka laci paling atas, tapi ia tak menemukan selotip. Ia pun membuka laci kedua.

Dan ternyata selotip itu memang ada. Selotip yang sama dengan yang ada dimulut Sang Deuk. Selotip yang ternyata bukanlah selotip melainkan lakban. Dan juga ada tali oranye yang mirip dengan tali untuk mengikat tangan Sang Deuk.

Jung Woo terbelalak. Terdengar suara Dayang Choi, “Ada bukan, selotipnya?”

Ia pun berbalik, dan melihat Dayang Choi mengarahkan peredam kejut ke lehernya. Dan iapun pingsan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar