Jumat, 26 April 2013

Sinopsis I Miss You Episode 14



Menyadari kalau pria bertopi hitam itu sudah hilang, Jung Woo turun dari atap gedung dengan gontai. Detektif Joo yang baru saja naik, bertemu Jung Woo dan bertanya apakah Jung Woo menemukan pelakunya. Jung Woo hanya menjawab pendek kalau orang itu sudah hilang, membuat Detektif Joo juga ikut kesal.

Jung Woo menunjukkan foto keluarganya yang terselip di jas Sang Chul. Sepertinya penjahat itu melempar tubuh Sang Chul dari atas agar ia bisa menemukannya. Dari mayat Sang Chul yang sudah kaku, membuktikan kalau Sang Chul bukan baru saja meninggal.

“Lalu.. pelakunya mengejarmu dengan melemparkan mayat itu?” tebak Detektif Joo. Jung Woo hanya diam dan menghela nafas panjang. Namun mendadak Jung Woo berteriak hingga membuat Detektif Joo kaget. Detektif Joo mengikuti arah pandang Jung Woo ke luar rumah sakit. Ternyata salju turun.

Mereka berteriak panik karena semua sidik jari dan jejak ban akan hilang tertutup salju. Buru-buru Jung Woo meminta seniornya untuk mengamankan TKP dari lorong hingga atap gedung rumah sakit, karena pelakunya melempar mayat Sang Chul dari sana. Ia juga meminta agar seniornya melarang orang naik ke TKP. Tanpa menunggu jawaban, Jung Woo langsung lari, kembali ke atap.

Harry melihat post it yang tertempel di lemari es yang bertuliskan pesan Soo Yeon, yang mengatakan kalau ia akan pergi sebentar karena ingin mengucapkan selamat tinggal pada Detektif Kim dan berharap saat ia datang, Harry sudah tak marah lagi padanya.

Membaca nama itu, ia teringat pada kejadian 14 tahun yang lalu, saat ia meletakkan kaleng di bawah mobil Detektif Kim. Ia mendesah tak percaya dan dengan kesal ia meremas post it itu sebelum membuangnya ke lantai.

Betapa frustasinya Jung Woo melihat atap sudah tertutup salju yang mulai menebal. Dari atap, ia melihat mayat Sang Deuk sedang dibungkus oleh pihak forensik dan ia pun mulai mengambil foto di seluruh bagian atap. Hingga di sebuah pojok, ia menemukan sebuah sleeping bag hijau.

Bingo! Walau sekecil apapun, tiap kejahatan pasti ada jejaknya.

Jung Woo buru-buru membawa sleeping bag itu ke bawah dan memberikannya pada bagian forensik. Detektif Joo dan orang forensik setuju dengan dugaan kalau sleeping bag itu dipakai untuk membawa mayat Sang Chul ke atap gedung, sehingga dapat dipastikan kalau Sang Chul meninggal tak wajar.

Jung Woo memberitahukan ciri-ciri pelaku : topi hitam, baju hitam, menggunakan sepatu lari, perawakan kurus, tinggi sekitar 180 cm, dan rambutnya yang tidak dicat, tak pendek juga tak panjang.

Terlihat salah satu orang forensik mengambil sehelai rambut dari pagar.

Jung Woo menjelaskan pada orang forensik, kemana saja ia mengejar pelaku itu. Jung Woo menduga kalau orang itu sepertinya mengenal rumah sakit ini dengan baik. Orang forensik itu meminta Jung Woo untuk segera mempersiapkan surat penggeledahan dengan segera. Sebelum pergi, Jung Woo memberikan foto yang ia dapat dari balik jas Sang Chul.

Dengan diberikannya foto itu, kemungkinan Jung Woo tak diperbolehkan mengusut kasus ini cukup besar. Detektif Joo memberitahukan kekhawatiran ini pada Jung Woo.

Tapi Jung Woo malah tak khawatir. Ia sudah sering mendengar ucapan atasan mereka yang menyuruhnya untuk tak mengurusi sebuah kasus, “Tapi apakah aku tetap menurutinya?”

Detektif Joo membenarkan. Jung Woo pun merangkul bahu seniornya dan berkata, “Aku kan memiliki hyung. Istri, tak ada rahasia di antara kita, kan? Kau harus memberitahukan apa yang terjadi dalam penyelidikan itu.”

Lagi-lagi Detektif Joo membenarkan kalau tak ada rahasia di antara mereka. Dan ia pun melirik pada Jung Woo untuk bertanya, “Apa hubunganmu dengan Zoe?”

Ha. Mendengar pertanyaan itu, Jung Woo langsung mengeluh nggak nyambung, “Ahh.. kenapa juga harus turun salju? Aku tak suka salju.”

Tae Joon kaget saat diberitahu dokter di RS Jaekyung yang mengabarkan kalau Sang Chul mati. Ia buru-buru menyuruh Sekretaris Yoon yang baru saja masuk untuk keluar.

Dokter itu mengatakan kalau sekarang rumah sakitnya sedang diselidiki oleh polisi. Tae Joon langsung menyuruhnya untuk menghapus nama Kang Hyun Joo dari daftar pasien yang dirawat inap.

Note : Untuk menjebak Hyung Joon yang kemungkinan akan datang pukul 5 sore, pada hari itu, Tae Joon mengosongkan kamar 302 (kamar bekas Hyun Joo 14 tahun yang lalu) dan memasukkan nama Hyun Joo di kamar itu.

Namun terlambat. Sebelum dokter itu pergi ke bagian administrasi, Jung Woo sudah ada di sana. Jung Woo telah meminta daftar nama pasien yang dirawat dalam satu bulan terakhir. Ia cukup heran melihat daftar nama pasien yang sangat sedikit.

Suster menjelaskan kalau pasien yang dirawat adalah pasien jangka panjang (karena ini adalah pasien di Rumah Sakit Jiwa) dan jika ia mencetak daftar nama dalam setahun pun maka yang muncul akan sama seperti di daftar. Jung Woo pun berterima kasih dan pergi.

Dan seperti yang dikhawatirkan dokter itu, ternyata Suster yang tak tahu menahu itu belum mencoret nama Kang Hyun Joo dari daftar.

Membaca daftar itu, membuat Jung Woo heran karena ada satu kamar di daftar itu yang dikosongkan. Kamar 302. Tapi di depan kamar itu, tertulis nama pasien yang dirawat : Kang Hyun Joo.

Karena itu ia mencoba membuka kamar itu, tapi dihentikan oleh dokter antek dari Tae Joon. Dokter itu mengatakan kalau kamar itu sudah kosong karena pasiennya pulang lebih awal. Jung Woo berkata kalau di daftar tak tertulis identitas pasien, nomor kontak, nama penjamin dan alasan pulang. Dokter itu beralasan karena pasien itu baru masuk tadi pagi.

Waah.. dokter yang ini nggak pintar cari alasan, nih..

Maka Jung Woo meminta form isian yang ditulis oleh pasien (yang biasanya harus diisi oleh pasien sebelum masuk atau keluar). Dengan enggan, dokter itu mengiyakan dan mau tak mau ia harus pergi mencari dokumen (yang tak ada itu).

Dan Jung Woo pun masuk ke dalam ruang itu yang ternyata memang sudah kosong.

Hanya di tembok, ada gambar ibu dan anak yang bergandengan. Jung Woo tersenyum melihat betapa tangan si anak memegang erat tangan ibunya, “Aih, lucunya.” Dan ia pun memotret gambar di dinding itu.

Soo Yeon pulang dengan membawa belanjaan. Ia mencari Harry yang tak terlihat di lantai bawah. Tapi karena post it itu sudah hilang, ia tahu kalau Harry sudah membaca pesannya. Ia naik ke lantai atas dan mematikan player yang memutar musik klasik dengan keras.

Ia menyapa Harry dan bertanya apakah Harry masih marah padanya? “Jangan marah lagi. Aku membelikan salmon kesukaanmu dan akan memasaknya.” Tapi Harry tetap diam dan tetap tak mau menatapnya, dan akhirnya Soo Yeon bertanya, “Apa yang harus kuperbuat agar kau tak marah?”

Dan dalam bahasa Perancis, Harry menjawab, “Berikan aku sebuah ciuman.”

Tentu saja Soo Yeon kaget mendengar permintaan itu. Dan ia semakin kaget lagi karena Harry berbalik dan langsung menarik tangannya.

Dan wajah Harry pun mendekati Soo Yeon, ingin menciumnya. Tapi Soo Yeon reflek memalingkan muka, menolaknya.

Menyadari penolakan itu, Harry langsung menarik Soo Yeon ke dinding sehingga Soo Yeon terjepit antara tembok dan Harry, membuat Soo Yeon ketakutan dan bertanya, “Kenapa.. kau seperti ini"

“Apakah ini yang kau maksud dengan berada di sisiku?” tanya Harry geram.

“Jangan seperti ini,” pinta Soo Yeon yang mencoba menurunkan tangannya yang di tembok, yang dicengkeram oleh Harry. “Sakit.”

Tapi Harry malah semakin mencengkeram tangan Soo Yeon dan ingin menciumnya lagi, sehingga Soo Yeon menjerit kecil dan memalingkan mukanya, kembali menolak.

Menyadari penolakan yang kedua kalinya itu, Harry mendesah kesal. Ia melepaskan Soo Yeon dengan menariknya dari tembok.

Yang membuat Soo Yeon terlempar ke samping.

Yang membuat tangan Soo Yeon terantuk besi pagar. Soo Yeon mengernyit kesakitan dan memegangi tangannya.

Tapi Harry tak menyadarinya karena marah, “Apakah ini yang kau sebut dengan berada di sisiku?” Soo Yeon tak menjawab dan Harry pun melanjutkan, “Baiklah. Tetaplah disisiku walah hanya sepert ini.”

Ia pun mengambil buku dan beranjak pergi. Tapi langkahnya terhenti saat Soo Yeon berkata, “Jangan ulangi hal ini lagi.”

Harry menoleh dan menyadari betapa terlukanya Soo Yeon. Masih memegangi tangan kirinya, Soo Yeon melanjutkan, “Kali ini aku akan membiarkannya. Tapi jika ini adalah satu-satunya cara untuk berbaikan denganmu, aku tak yakin apa aku bisa tahan menanggungnya.” Soo Yeon pun berjalan melewati Harry.

“Berhenti,” perintah Harry. Dan Soo Yeon pun mematuhinya. “Datanglah kemari. Kemarilah, Zoe,” perintahnya sekali lagi. Tapi kali ini Soo Yeon tak mematuhinya.

Soo Yeon tetap berjalan dan berkata kalau ia akan keluar jalan-jalan sebentar. Ia pun mengambil tas dan pergi, tak mempedulikan Harry yang berteriak menyuruhnya berhenti dan datang padanya.

Dan saat di mobil, Soo Yeon baru bisa mengeluarkan perasaannya. Ia menangis, menyadari perlakuan Harry yang jauh berbeda dengan yang selama ini Harry tunjukkan. Apalagi saat ia baru menyadari kalau pergelangan tangannya lebam.

Alarm Jung Woo berbunyi, dan bukannya mematikan, Jung Woo malah mendengarkan lagu itu dengan sepenuh hati, membuat seniornya kesal karena memikirkan kasus tadi siang, “Kok kau masih sempat mendengarkannya di saat seperti ini. Aku saja sudah merasa kacau (karena kesal) karena hari sudah malam.”

Masih belum mematikan alarm, Jung Woo juga menyetujui pendapat seniornya itu. Ia juga merasa kacau jika malam tiba, “Hatiku juga berdebar-debar karenanya.”

Err .. apa mereka bicara hal yang sama? Kayanya nggak deh.

Jung Woo memejamkan mata, dan mengingat ciumannya dengan Soo Yeon dulu.
Ha, dasar..

Dan ia tertawa, membuat Detektif Joo itu bingung dan mengatai juniornya gila. Tapi ia merasa pantas kalau Jung Woo gila, karena kedua orang yang mengetahui jejak Soo Yeon sudah meninggal, padahal Soo Yeon belum ditemukan.

Jung Woo, bukannya memberitahukan kalau ia telah menemukan Soo Yeon, malah mengingatkan kalau hasil otopsi Sang Chul akan keluar besok pagi dan ia (yang pasti akan dikeluarkan dari tim penyelidik) meminta agar Detektif Joo memberitahukan hasil otopsi itu padanya.

Detektif Joo meminta agar Jung Woo tak ikut menyelidiki, karena ia memiliki firasat buruk dengan hal ini. Tapi Jung Woo tak mau, karena ia yakin ada hubungan antara kematian Detektif Kim, kematian Sang Chul dan laporan palsu atas kematian Soo Yeon yang dilakukan Sang Deuk.

Detektif Joo berkata kalau yang ingin dituju oleh pelaku itu sepertinya adalah Jung Woo dan ia mencemaskan Jung Woo, karena pelaku itu jauh lebih gila daripada Jung Woo. Tapi Jung Woo tak takut kalau pelaku itu sekarang mencobanya sekali lagi.

Di depan kantor polisi, Jung Woo tiba-tiba berteriak, “Stopp!!” membuat Detektif Joo mengerem mendadak. Seniornya itu kesal karena Jung Woo lagi-lagi mengagetkannya. Ternyata Jung Woo ingin meminjam mobil untuk pergi mendinginkan kepalanya dan meminta seniornya itu untuk turun.

Ternyata Jung Woo pergi ke restoran ibu Soo Yeon dan membuat ibu kaget karena kedatangannya yang tiba-tiba. Ia semakin kaget karena Jung Woo selain memesan makan, juga memesan soju.

Ibu merebut gelas dan memukul kepala Jung Woo, melarangnya minum. Tapi Jung Woo malah merebut gelas itu kembali dan meminumnya. Ibu kesal dan saat Jung Woo menuangkan soju lagi ke gelas, ibu menyambar dan meminumnya sendiri.

Jung Woo bengong melihat ibu yang memarahinya khawatir karena setelah Jung Woo keluar dari rumah, Jung Woo malah minum-minum seperti ini dan malah tidur di kantor polisi.

Dengan nada polos, Jung Woo bertanya, “Apa kau menguntitku? Kenapa kau malah menyelidiku? Aku sudah memiliki pacar baru,” dan Jung Woo berbisik saat mengatakan namanya, “yaitu Lee Soo Yeon. Ia sangat cantik. Ia mirip dengan ibu.”

Ibu hanya diam mendengar ucapan itu. Jung Woo juga mengatakan kalau ia sekarang sudah tak apa-apa karena ia sudah bahagia telah menemukan Soo Yeon, “Janganlah sedih karenaku. Bagaimana jika kau menemui Soo Yeon? Akan lebih baik lagi jika kau membawanya pulang ke rumah.”

Mendengar permintaan Jung Woo, ibu malah menangis, membuat Jung Woo khawatir. Ia meraih tangan ibu dan menggenggamnya, “Soo Yeon juga mengatakan tak apa-apa. Jika kenangan buruk itu menghampirinya lagi, kita harus membuatnya merasa lebih baik. Apa yang harus kulakukan jika cintaku ini menangis?”

Ibu mencoba menahan air matanya dan menggenggam tangan Jung Woo. Ia meminta maaf karena semua ini (yang terjadi pada Soo Yeon dan Jung Woo) adalah kesalahannya.

Maka Jung Woo pun meminta ibu melakukan satu hal untuknya, “Tolong beritahu Soo Yeon mengenai ayahnya. Memang sekarang tak penting, apakah Soo Yeon itu anak seorang pembunuh ataukah bukan. Tapi bagi Soo Yeon, kenyataan itu merupakan beban berat bagi Soo Yeon.”

Menyadari kebenaran ucapan Jung Woo, Ibu tersenyum dan menyanggupi permintan Jung Woo. Tapi ia tak menyadari kalau putrinya datang ke restoran itu.

Tapi Jung Woo melihatnya. Ia melihat Soo Yeon yang terpaku di depan restoran dan melihat mereka berdua, buru-buru pergi keluar. Jung Woo pun buru-buru pamit pada ibu Soo Yeon, dan mengikuti kemana Soo Yeon pergi.

Ia melihat Soo Yeon memilih syal merah dan mengalungkan ke lehernya sendiri. Tapi bukan syal itu yang dilihatnya, tapi air mata yang mengalir di pipi Soo Yeon. Ia bergumam heran, “Ia menangis lagi.”

Soo Yeon membeli minuman kaleng hangat.

Begitu pula Jung Woo. Dengan syal tergantung di lehernya juga. Astaga.. ternyata Jung Woo beli sendiri ya syal-nya.. LOL.

Sedih rasanya melihat Soo Yeon malam ini. Setelah Harry memperlakukannya seperti itu, ia pergi ke restoran, ingin menemui ibunya sendiri. Tapi ibu kandungnya yang dulu memintanya untuk pergi karena ibunya tak bisa meninggalkan Jung Woo, sekarang bersama dengan Jung Woo.

Maka ia hanya bisa menatap iri melihat orang tua muda yang berfoto dengan anaknya, menyadari kalau kegembiraan seperti itu mungkin tak akan ia dapatkan lagi.

Jung Woo memperhatikan kesedihan itu dan menjejeri Soo Yeon. Namun di saat berada di sisi Soo Yeon, ia berkata ceria, “Ohh.. dinginnya!”

Soo Yeon kaget melihat Jung Woo yang sudah ada di sisinya, lengkap dengan syal yang sama pula dengannya dan menyapanya, “Apakah kau tak kedinginan?”

“Jung Woo-ya..”

Jung Woo memeluk bahu Soo Yeon sok akrab, tak mempedulikan kekagetan Soo Yeon, “Hari ini, penjahat yang akan aku tangkap, lepas di depan mataku. Teman, hiburlah diriku, ya..”

Seperti yang ia lakukan pada ibu Soo Yeon dulu, ia menceritakan kejadiannya hari ini pada Soo Yeon. Sambil membawa Soo Yeon berjalan-jalan, ia membuat Soo yeon tersenyum dengan ceritanya yang berapi-api.

Setelah ceritanya selesai, bukannya mengomentari cerita itu, Soo Yeon malah bertanya, “Sejak kapan kau mengikutiku?”

Jung Woo pun merajuk mendengar pertanyaan itu, “Apa itu jadi masalah sekarang? Aku kehilangan penjahat itu di depan mataku,” Soo Yeon pun merasa tak enak hati karena pertanyaannya. Jung Woo pun menenangkannya, “Tak apa-apa. Tak masalah. Aku hanya perlu menangkapnya lagi. Dan saat ia tertangkap nanti, ia akan mendapat dua pukulan sekaligus.”

Jung Woo pun melepaskan pelukannya dan bak petinju ia meludah dan berkata, “Minggir kau!”. Tentu saja Soo Yeon kaget diusir seperti itu. Tapi tentu saja bukan Soo Yeon yang diusir, karena Jung Woo sedang mempraktekkan ajaran rahasia Detektif Kim dan ia bertanya, “Apa kau tak ingat?”

Mendengar kata Detektif Kim, Soo Yeon berkata kalau ia tadi siang pergi ke makam Detektif Kim. Jung Woo menjawab kalau seharusnya Soo Yeon mengajaknya. Tapi menurut Soo Yeon, ia ingin mengingat kenangannya dulu, dan ia akan memberitahu Jung Woo kalau ia teringat sesuatu.

Jung Woo berkata lega, karena rasanya senang juga memiliki seorang teman. Ia meraih tangan Soo Yeon, dan Soo Yeon refleks berteriak kesakitan karena tangan yang di pegang Jung Woo itu adalah tangannya yang tadi terantuk pagar.

Jung Woo langsung berhenti dan memeriksa tangan Soo Yeon, walau Soo Yeon bersikeras menyembunyikannya. Ia melihat lebam merah itu dan tanpa ditanya, Soo Yeon langsung menjelaskan kalau tangannya terantuk sesuatu.

Walau tak percaya akan ucapan Soo Yeon, Jung Woo membiarkannya. Dengan hati-hati, ia menggenggam tangan Soo Yeon dan memasukkannya ke dalam saku jasnya agar tangan itu hangat, dan mengajak Soo Yeon untuk minum soju.

Tapi Soo Yeon melepaskan tangan Jung Woo dan berkata kalau ia harus pergi dan ia memanggil taksi. Jung Woo mencoba menghentikannya dengan mengatakan kalau ia sedang bersedih, “Sebagai teman, apakah kau tak mau menyemangatiku?”

Soo Yeon berkata kalau lain kali ia akan mentraktir Jung Woo. Ia akan pergi memanggil taksi lagi, tapi kali ini Jung Woo menghentikannya lagi. Tapi kali ini Jung Woo akan mengantarnya. Ia melepaskan syal dari lehernya dan mengalungkan syal itu ke leher dan wajah Soo Yeon, berkata kalau hari ini sangat dingin.

Soo Yeon terpaku diam merasakan kehangatan syal itu. Ia menuruti Jung Woo yang membawanya ke dalam taksi yang baru saja ia dapatkan.

Di dalam taksi, Jung Woo berkata kalau ia akan tidur sebentar dan minta dibangunkan saat sampai di rumah Soo Yeon.

Melihat Jung Woo sudah tertidur, Soo Yeon menggunakan kesempatan itu untuk mengeluarkan perasaannya. Ia menarik lengan kaosnya, menutup kedua pergelangan tangannya. Bersembunyi ke dalam syal Jung Woo yang menutupi mukanya, iapun terisak pelan, menangis.

Dan Jung Woo mendengarnya. Tanpa menoleh pada gadis itu, Jung Woo mendengarkan kesedihannya.

Sampai di depan rumah, Soo Yeon melepaskan syal Jung Woo dan berniat mengembalikannya. Tapi Jung Woo hanya memandangnya, membuat Soo Yeon salah tingkah, dan akhirnya berkata, “Benar juga. Sejujurnya, syal ini tak cocok untukmu. Nanti aku akan memberimu yang lebih bagus lagi.”

Tapi bukan itu yang dimaksud oleh Jung Woo. Seakan tahu asal kesedihan Soo Yeon, Jung Woo bertanya bisakah Soo Yeon untuk tak pergi?

“Jung Woo ya..,” kata Soo Yeon memperingatkan.

“Soo Yeon ah..” sela Jung Woo. “Apakah kau harus pergi? Apa benar ini adalah yang kau inginkan?”

Soo Yeon mengangguk ragu. Tapi itu sudah cukup bagi Jung Woo. Ia tersenyum dan berkata kalau ia akan melepaskan Soo Yeon, “Jangan berpikir kalau aku akan menunggumu selamanya. Jika ia membuatmu menangis sekali lagi.. aku tak akan menunggumu untuk kembali. Aku akan datang untuk membawamu pergi bersamaku.”

Di lift, masih menggenggam syal Jung Woo, Soo Yeon teringat kata-kata terakhir Jung Woo. Dan dengan itu ia keluar lift untuk masuk rumah.

Betapa kagetnya ia melihat Harry sedang duduk di sofa dengan soju dan makanan yang hanya ada di kedai minum. Harry sepertinya ingin berdamai karena ia berkata kalau ia sudah menerima hukumannya selama 3 jam ini, “Karena ini juga pertama kalinya bagiku, aku tak tahu bagaimana caranya untuk membuatmu merasa lebih baik.”

Soo Yeon duduk dan berkata kalau ingin menyampaikan sesuatu. “Aku ingin menemui ibu dan Jung Woo. Jika bisa, aku juga ingin membantu mencari pembunuh Detektif Kim.”

Harry tertawa dan itu membuat Soo Yeon tersinggung, “Apa yang kukatakan tadi itu lucu?”

“Maafkan aku,” jawab Harry. “Tapi kudengar Han Jung Woo adalah detektif yang kompeten. Kalau ia saja tak bisa mencari pelakunya selama 14 tahun ini, apalagi bagaimana kau bisa membantunya?”

“Apa nama tempat yang kita diami sebelum kita meninggalkan Korea?” tanya Soo Yeon dingin. “Kata Jung Woo, Detektif Kim meneleponnya saat ia menemukanku di sana. Saat itu aku sedang tak bisa berpikir, jadi aku tak dapat mengingatnya. Tapi mungkin kau mengetahui tempat itu.”

Harry menjawab dengan menceritakan kejadian 14 tahun yang lalu. Saat itu juga tak bisa berpikir, karena ia yang berusia 12 tahun, harus melarikan diri dari kejaran orang yang ingin membunuhnya. Hal yang ia ingat adalah kata-kata dari seorang gadis yang khawatir padanya, yang bertanya apakah ia baik-baik saja dan apakah ia terluka. Kata-kata itu dari Soo Yeon. Maka ia memutuskan untuk menyelamatkan Soo Yeon. Ia akan melindungi Soo Yeon, “Dan hatiku masih sama seperti yang dulu.”

Harry mengambil laptopnya dan menunjukkan foto ibunya pada Soo Yeon. Soo Yeon kaget, bukankah katanya ibu Harry sudah meninggal?

Harry menjelaskan kalau orang yang telah membunuh ibunya, sekarang ingin mencoba membunuhnya, “Aku tak tahu siapa, juga tak tahu alasannya. Tapi karena itulah dulu aku harus melarikan diri dan mengganti identitasku. Tante berkata, kalau pembunuh itu tahu kalau akulah yang membawamu pergi. Dan apakah kau tahu apa artinya?”

“Jika kau kembali menjadi Lee Soo Yeon, aku akan kembali menjadi Kang Hyung Joon. Dan orang itu akan menemukanku.”

Menyadari bahaya yang akan dihadapi Harry, membuat Soo Yeon khawatir, “Kenapa kau tak memberitahu padaku kalau orang itu masih mencarimu?”

Harry mengatakan kalau ia sudah melakukannya. Ia pernah meminta Soo Yeon untuk tak melupakan kalau ia adalah Zoe. “Aku tahu kalau kau tak mencintaiku. Tapi aku tak dapat melepaskanmu, karena hingga detik terakhir, aku akan tetap melindungimu.”

Mendengar kata-kata terakhir Harry, Soo Yeon menggenggam syal Jung Woo lebih erat lagi.

Harry berkata kalau ia menyukai Han Jung Woo. Jung Woo pernah menyelamatkannya dari kobaran api. Jung Woo juga yang menemukan kalung yang sekarang dipakai oleh Soo Yeon, “Zoe, jika saja kau tak goyah, kita bertiga dapat berteman baik.

Jung Woo memandangi foto-foto mayat Sang Chul, tapi ia tak dapat berkonsentrasi. Ia malah teringat pada tangan Soo Yeon yang lebam. Dan ia juga teringat kata-kata Soo Yeon yang membenarkan kalau ia tak akan pernah kembali.

Dan rupanya kata-kata Jung Woo juga terngiang di benak Soo Yeon. Soo Yeon menatap dirinya sendiri di kaca, seakan bertanya siapakah gadis yang berdiri di depannya?

Soo Yeon menuliskan namanya. Lee Soo Yeon. Hanya sesaat, karena ia kemudian teringat ucapan Harry: Jika kau kembali menjadi Lee Soo Yeon, aku akan kembali menjadi Kang Hyung Joon. Dan orang itu akan menemukanku. Dan karena itulah ia menghapus nama itu.'

Keesokan paginya, di rumah Harry semuanya kembali seperti biasanya. Harry memperhatikan Zoe yang sedang membuat juice untuk sarapan. Zoe tak menyadari kalau Harry sudah lama memandanginya dari belakang dan setelah tahu, ia mengajak Harry untuk segera sarapan.

Tapi pagi ini Harry merajuk ingin makan nasi untuk sarapan, membuat Zoe heran karena ia tahu kalau Harry hanya makan roti saat sarapan. Tapi Harry tetap ingin makan nasi. Maka dengan ceria Zoe pun mengiyakan. Walau sebagai gantinya, Harry harus membuat sarapan besok pagi. Ia pun mulai menyiapkan nasi untuk ditanak.

“Zoe, I love you,” ucap Harry tiba-tiba, membuat Zoe terhenyak kaget. Dan Harry pun menyadarinya sehingga ia pun menambahkan. “Aku hanya ingin mengucapkannya saja.”

Walaupun tak nyaman, tapi Zoe mengabaikan dan pura-pura marah, “Setelah ini jangan bicara lagi denganku, karena aku harus fokus dalam menanak nasi.”

Harry pun mengerti kalau ini adalah tanda kalau Zoe ingin dia makan roti saja. Ia pun menarik kursi dan berkata kalau ia mau kok makan roti. Zoe tersenyum dan Harry bersyukur karena Zoe sudah kembali seperti Zoe yang dulu.

“Jika aku seperti ini, apakah kita dapat bersama-sama?” tanya Zoe tiba-tiba. “Tentunya tidak sekarang, tapi saat kita bertiga sudah tenang semua. Dan juga, ayo bersama-sama kita cari orang yang telah mengancammu. Kita tak bisa melarikan diri terus seperti ini.”

“Zoe..,” sela Harry.

“Kita bertiga menjadi teman.. aku sedikit tak percaya diri dengan itu, tapi aku akan mencobanya,” ujar Soo Yeon memaksakan senyumnya.

Harry tak menyangka Zoe akan menerima tawarannya. Ia tersenyum dan hanya menjawab, “Kalau memang itu yang kau mau..” Harry hendak memulai sarapannya, tapi masih ada yang ingin disampaikan oleh Zoe.

Zoe juga akan bekerja di Belluz mulai hari ini. Ia ingin bekerja lagi. Dan lagi-lagi Harry menjawab dengan tersenyum, “Kalau memang itu yang kau mau.”

Dan seperti kata Zoe, ia pun mulai bekerja di butik Belluz. Yang pertama kali yang ia lakukan adalah membenahi display butik. Mi Ran yang datang belakangan, langsung menyambut Zoe dengan hangat. Ia sudah mempersiapkan ruangan kerja untuk Zoe yang akan selesai pada sore hari nanti. Melihat betapa antusiasnya Zoe, Mi Ran bertanya mengapa Zoe melakukan hal ini, padahal sebelumnya Zoe selalu menolaknya?

Dengan santai, Zoe hanya menjawab kalau ia tiba-tiba ingin bekerja saja, kalau tidak ia bisa gila jika hanya berdiam diri saja. Dan saat ditanya tentang permintaan gaji yang menurut Mi Ran terlalu kecil untuk ukuran desainer sekelas Zoe, Zoe hanya menjawab kalau nominal gaji itu hanya untuk sebelum pembukaan butik.

Ia juga ingin membuat Mi Ran merasa sungkan padanya (karena telah memberikan gaji yang kecil) sehingga Mi ran membiarkannya saat ia bekerja, “Aku benci saat ada orang yang ikut campur saat aku bekerja.”

Handphone Zoe berbunyi dan Mi Ran pun kepo pada orang yang menelepon handphone Zoe. Tapi Zoe segera menyadari ke-kepo-an Mi Ran karena Zoe langsung mendekap handphonenya dan berkata. “Aku juga lebih benci saat ada orang yang ikut campur urusan pribadiku,” dan ia pun menyingkir pergi.

Note: Ahh.. akhirnya bisa juga menggunakan kata kepo di dalam sinopsis. Maaf .. baru beberapa minggu ini tahu arti kata kepo (ada yang belum tahu? Kekeke.. arti kepo adalah ingin tahu) dan ingin mencoba menuliskannya dalam sebuah kalimat. :p

Ternyata yang menelepon Zoe adalah Jung Woo yang sedang memakai baju sambil menebak-nebak, “Ia akan menjawab.. Ia tak mau menjawab..” Dan betapa kagetnya Jung Woo saat mendengar suara Soo Yeon menyapa ‘halo..’ dari speaker phone.

Jung Woo buru-buru mengambil handphonenya dan menyapa Soo Yeon. Tapi suara yang di handphone mengatakan kalau ia bukanlah Soo Yeon, dan itu membuat Jung Woo panik dan melihat nomor di handphone-nya lagi dan bersikeras, “Kau kan Soo Yeon.”

“Aku.. Zoe Lou,” jawab Soo Yeon keras kepala juga.

Tapi kata-kata itu membuat Jung Woo lega, “Kau menakutiku. Kupikir kau telah mengganti nomor telepon tanpa memberitahukanku,” dan ia pun membalas Soo Yeon dengan menakuti-nakuti pula, “Kau tak tahu kan, kalau aku telah memasukkanmu ke dalam daftar orang yang dicari di bandara?”

Mata Soo Yeon melebar, terkejut, “Apa?”

“Sekedar berjaga-jaga, kalau kau pergi ke Perancis tanpa memberitahukanku. Dan aku memasukkanmu sebagai pembajak. Jadi jangan pernah berpikir untuk melarikan diri, atau kau nanti dipermalukan di bandara,” ancam Jung Woo.

Namun ancaman Jung Woo itu malah membuat Soo Yeon terkekeh geli. Senyumnya semakin melebar saat Jung Woo berkata, “Zoe Lou, walau namamu tak secantik nama Soo Yeon, aku suka mendengar suaramu yang sangat ceria.”

Aww… so sweeeett…

Soo Yeon memberitahukan kalau ia sekarang bekerja di Belluz. Walau mulanya Jung Woo terkejut, tapi Jung Woo menyukainya karena berarti ia dapat menemui Soo Yeon kapan saja.

Eihh.. jangan-jangan itu juga alasan Soo Yeon bekerja di butik ibu tiri Jung Woo? Aihh.. so sweeett..

Setelah itu Soo Yeon pun menutup telepon, dan Jung Woo bertanya-tanya sendiri, apakah telah terjadi sesuatu lagi pada Soo Yeon?

Ia berteriak frustasi dan melampiaskan rasa frustasinya itu ke tembok. Pada tembok ia mencurakan perasaannya, “Ahh.. Aku sekarang khawatir saat ia ceria ataupun menangis,” dan ia memeluk tembok itu, “Aku benar-benar gila kalau seperti ini.”

Tanpa sengaja, ia menoleh ke samping, dan sudah ada atasannya dan kedua rekannya yang melihat Jung Woo dengan tatapan Kau ini sudah benar-benar gila, ya?

LOL, buru-buru Jung Woo melepaskan diri dari tembok dan berkata dengan tenang, “Aku dikeluarkan dari penyelidikan ini, kan? Tentu saja, karena ada foto keluargaku. Silahkan kalau mau rapat,” Jung Woo pun mengemasi baju-bajunya.

Jung Woo mendapat pesan dari Detektif Joo yang menyuruhnya datang ke ruang interogasi. Right now. Maka ia pamit dengan memberi semangat pada ketiga orang yang ada di hadapannya, “Pastikan untuk menangkapnya. Fighting!”

Ketiganya bingung melihat reaksi Jung Woo yang kalem, tak seperti biasanya, “Kalau kau ingin marah, marah saja,” saran atasan Jung Woo khawatir. Rekan-rekannya juga khawatir, “Iya. Kalau kau seperti ini, malah tampak semakin menakutkan.”

Tapi Jung Woo tetap cool karena ia telah memutuskan untuk tak mencari gara-gara lagi sekarang karena setelah ia memiliki teman, ia telah menjadi orang yang lebih baik. Jung Woo pun langsung pergi dengan mengucapkan fighting berkali-kali pada mereka, membuat mereka bertiga bingung dengan sikap Jung Woo.

Ha! Tak mencari gara-gara? Jung Woo? Nggak mungkin. Karena sesuai permintaannya pada Detektif Joo, ia sekarang berdua dengan Detektif Joo yang memberitahukan hasil otopsi Sang Chul.

Berdasarkan hasil otopsi, ternyata Sang Chul mati tenggelam karena paru-parunya penuh dengan air. Dan yang ditenggelamkan bukan seluruh badannya tapi hanya kepalanya saja, karena ada bekas cengkeraman tangan di rambut Sang Chul.

Dan ditengah-tengah keseriusan itu, Detektif Joo masih sempat mengasihani rambut Sang Chul yang dicengkeram, “Dasar orang jahat. Padahal rambut Sang Chul kan sudah sedikit.” LOL.

Jung Woo menemukan garis merah antara kematian dua kakak beradik itu, yaitu terbunuh karena air. Detektif Joo akhirnya menyadari itu juga, karena Sang Deuk mati juga ada handuk basah di wajahnya.

Detektif Joo juga memberitahu kalau pihak forensik menduga kalau mayat Sang Chul sudah ada di atap selama lebih dari satu hari, karena seluruh tubuhnya sudah membeku (karena salju).

Betapa kagetnya Jung Woo mendengar itu, karena itu berarti pelaku itu benar-benar menunggu kedatangannya dan baru melemparkan mayat Sang Chul. Detektif Joo juga setuju akan keanehan ini, dan menduga kalau pelaku itu juga tahu kalau Jung Woo akan datang ke RS Jaekyung. Detektif Joon ingat kalau Jung Woo pernah mengatakan hal ini di rumah Harry, dihadapan Harry dan Zoe.

Jung Woo pun langsung teringat kalau sebenarnya nama rumah sakit jiwa itu muncul saat Harry bertanya pada Mi Ran tentang rumah sakit itu. Tapi ia berusaha mengenyahkan pikiran yang tak masuk akal itu.

Detektif Joo merasa kalau Jung Woo menyembunyikan sesuatu dan meminta Jung Woo untuk memberitahukan padanya. Tapi Jung Woo mengatakan kalau ia hanya kesal karena seharusnya ia bisa menangkap pelaku itu saat di rumah sakit. Ia pun meminta Detektif Joo untuk segera pergi rapat, karena yang lain telah menunggunya.

Dan saat sendiri, ia teringat pada apa yang ia tuliskan di catatannya saat menginterogasi Bibi Choi. Semua kecurigaannya. Nasi, handuk basah, dan handphone. “Tenggelam. Menyiksa dengan air, handuk basah.”

Bibi Choi tak menyangka akan dikunjungi oleh Jung Woo secepat ini. Tapi ia sangat senang melihat kedatangan Jung Woo, karena ia sudah merasa bosan dan ingin membersihkan semua tempat.

Jung Woo berjanji untuk membawakan buku saat ia datang lagi karena kedatangannya kali ini sebenarnya tak direncanakan. Kali ini ia datang berkaitan dengan kematian Kang Sang Chul, saudara Kang Sang Deuk, orang yang dibunuh oleh Bibi Choi.

Jung Woo menunjukkan foto keluarganya dan sambil bercanda ia berkata kalau anak yang paling tampan itu adalah dirinya. Namun kembali serius, ia melanjutkan kalau foto keluarga itu ada di saku jas Sang Chul saat mati dan ia menduga kalau pelakunya menaruh foto itu agar ia bisa melihatnya, “Dan aku ingin tahu apakah Bibi mengetahui tentang hal ini.”

Tentu saja Bibi Choi tak tahu menahu tentang hal ini. Tapi Jung Woo mengatakan kecurigaannya kalau sebenarnya Bibi Choi belum mengatakan hal yang sebenarnya, “Aku tak yakin akan pernyataan bibi tentang handuk basah dan handphone. Bibi juga berkata kalau bibi hanya makan nasi hangat setelah membunuh. Tapi nasi di magic jar masih utuh. Kenapa bibi tak memakannya?”

Bibi Choi tergeragap, tak tahu bagaimana menjawabnya. Jung Woo mengatakan kalau ia tak memberitahukan kecurigaan ini di dalam laporan penyelidikan. Tapi ia yakin kalau pelaku yang menggungakan handuk basah dan mengambil handphone itu bukanlah bibi Choi, “Pasti ada orang lain.”

Lagi-lagi Bibi Choi menjawab karena ia ingin membunuh Sang Deuk dengan lebih cepat. Ia pura-pura marah dan beranjak pergi. Tapi Jung Woo menahannya, memintanya untuk memahaminya,

“Penjahat itu melemparkan kakak Sang Deuk, si Sang Chul di depan mataku dan mungkin aku adalah target selanjutnya. Bibi, kau harus memberitahukan padaku. Bantu aku untuk menangkap pembunuhnya. Jika pembunuh kedua orang itu adalah orang yang saja, maka ia adalah pembunuh berantai. Karena kejahatan lain, mungkin akan terjadi. Kau tahu maksudku, kan?”

Bibi Choi termenung mendengar perkataan Jung Woo. Tentu saja Bibi Choi tahu maksud Jung Woo tentang bagaimana cara kerja pembunuh berantai, karena ia pun juga adalah pembunuh berantai.

Jung Woo sudah ada di dalam mobil, saat ia teringat ucapan Bibi Choi yang akhirnya mengatakan kalau mungkin saja Lee Soo Yeon yang menjadi pelakunya dan pertanyaan Bibi Choi padanya adalah, “Apakah kau sanggup memborgol tangan Soo Yeon kalau ternyata ia adalah pelakunya?”

Dan pada saat itu, Jung Woo menjawab kalau ia akan mengambil tangan Soo Yeon dan membawanya pergi, “Karena sebelum aku menjadi detektif, aku adalah seorang pria.”

Bibi Choi mendesah dan bercerita kalau ia tak melihat wajah orang itu. Tapi ia mendengar langkah kakinya, “Duk duktuk.. Duk duktuk.. Duk duktuk.. Dan aku mendengar suara sepatu Soo Yeon yang sama dengan suara itu.”

Jung Woo sudah sampai di depan butik Bellez dan melihat Soo Yeon yang masih sibuk membenahi pajangan di butik. Ia teringat langkah kaki yang digambarkan Bibi Choi dan kata-kata Bibi Choi kalau langkah kaki itu terdengan feminin. Ia juga teringat alasan Bibi Choi tak mau mengatakan hal ini karena ia mencurigai Lee Soo Yeon.

Soo Yeon mendapat SMS dari Jung Woo yang berisi : Zoe Lou, kau sangat keren!! Lihatlah keluar jendela kalau kau sedang memikirkan seorang teman.

Soo Yeon pun langsung melongok ke arah luar dan melihat Jung Woo yang melambaikan tangannya. Soo Yeon tersipu dan walau sedikit ragu, ia mengangkat tangan dan melambaikan tangannya juga, balas menyapa.

Jung Woo tersenyum melihat betapa canggungnya Soo Yeon. Dengan tangannya, Jung Woo mengisyaratkan agar Soo Yeon keluar menemuinya. Tapi Soo Yeon melihat kiri dan kanan terlebih dahulu, sebelum menggeleng pelan dan tangannya mengisyaratkan agar Jung Woo pergi.

Aww.. bisa nggak sih mereka nggak cute seperti ini jika bertemu? Apalagi saat Jung Woo pun mengangguk paham dan melambaikan tangannya lagi membuat Soo Yeon malu-malu membalas lambaian tangannya.

Jung Woo bergumam, berjanji pada Soo Yeon kalau ia akan menangkap pelaku yang sebenarnya.

Jung Woo melambaikan tangannya sekali lagi, yang juga dibalas oleh Soo Yeon. Ia pun menjalankan mobilnya pergi, dan Soo Yeon sepertinya tak ingin berpisah karena ia buru-buru maju mendekati jendela hanya untuk melihat mobil Jung Woo lebih lama lagi.

Eun Joo datang ke kantor polisi untuk membawakan baju bersih untuk Jung Woo, walaupun ia sepertinya masih kesal karena ia tak ingin bertemu dengan Jung Woo. Ia juga bertanya pada Detektif Joo, ingin tahu alasan Jung Woo meninggalkan rumah.

Detektif Joo juga tak tahu alasan sebenarnya. Tapi ia menduga kepergian Jung Woo karena seorang gadis. Eun Joo kaget mendengar dugaan Detektif Joo dan bertanya gadis yang mana? Detektif Joo menceritakan tentang Zoe yang pernah dilihat oleh Eun Joo, yang menurut Jung Woo adalah Soo Yeon.

Sebenarnya Detekif Joo ingin mencegah Jung Woo untuk mendekati Zoe karena Zoe sudah punya pacar. Apalagi Jung Woo dan Zoe berpegangan tangan dan bertukar kode lampu jalan, rumah dan 280 langkah.

Tentu saja Eun Joo kaget mendengar kata-kata itu, karena ia pun tahu kata-kata itu adalah yang ia baca dari buku harian Soo Yeon.

Tak hanya Eun Joo yang kaget, Detektif Joo pun kaget. Jika Zoe adalah Soo Yeon, mengapa sidik jarinya tak cocok dengan Soo Yeon? Melihat Eun Joo bingung, Detektif Joo menjelaskan ketika Zoe ditahan sebagai tersangka pembunuh Sang Deuk, mereka telah memeriksa sidik jari Zoe. Dan sidik jari itu tak cocok dengan sidik jari Soo yeon.

Jung Woo pergi ke rumah ayahnya, namun ayahnya tak ada di rumah. Ia berkata kalau ia akan menunggu ayahnya. Tapi Sekretaris Yoon yang sedari tadi mengikutinya, menyuruhnya untuk segera pergi. Tapi Jung Woo tak mau, “Aku akan menunggunya. Aku ini anaknya.”

Karena Jung Woo ingin menunggu, Sekretaris Yoon meminta Jung Woo untuk menunggu di luar saja. Tentu saja hal ini membuat Jung Woo kesal. Ia mengeluarkan kartu identitasnya dan menunjukkan ke muka Sekretaris Yoon, “Aku ini polisi.”

Dan Sekretaris Yoon pun tak bisa berbuat apa-apa melihat kartu Jung Woo, membuat Jung Woo semakin kesal dan ia pun menggerutu, “Ternyata menjadi polisi lebih baik dibandingkan menjadi anaknya. Hebat!”

Ternyata Tae Joon mendatangi RS Jaekyung walau dokter sekutunya memintanya untuk segera pergi, karena sewaktu-waktu polisi bisa datang kemari. Tapi Tae Joon tak peduli dan malah meminta sekutunya itu untuk pergi.

Setelah sendiri, ia melihat-lihat ruangan dan terkejut menyadari ada sebuah gambar yang tergambar di tembok. Gambar yang pernah ia lihat di tembok tempat Hyung Joon tinggal, 14 tahun yang lalu.

Ahh.. ternyata bukan Tae Joon yang membuat gambar itu di kamar 302. Saya pikir Tae Joon yang melakukannya untuk menarik perhatian Hyung Joon yang dicurigai akan datang untuk mencari ibunya.

Tae Joon geram melihat gambar itu dan pada Hyung Joon.

Dan yang berikutnya terjadi adalah Hyun Joo (ibu Hyung Joon) dibawa pergi oleh Tae Joon.

Jung Woo menunggu di dalam ruang kerja ayahnya sementara Sekretaris Yoon tetap berada di sisinya. Harry muncul dan kaget melihat Jung Woo, begitu pula Jung Woo.

Sekretaris Yoon berkata kalau atasannya sedang tak ada di rumah. Harry menjawab kalau ia sudah memiliki janji dengan Tae Joon, dan meminta Sekretaris Yoon untuk menjadwal ulang pertemuannya nanti dan menghubunginya untuk memberitahu jadwal barunya. Dan ia pun langsung pergi.

Jung Woo buru-buru bangkit dan berkata kalau Sekretaris Yoon tak perlu menghubunginya, karena toh ia akan akan datang kemari.

Jung Woo mengejar Harry dan sambil menjajari langkahnya, ia bertanya mengapa Harry tetap ingin bekerja sama dengan ayahnya padahal Harry sendirilah yang meminta investigasi dilakukan pada bank ayahnya. Harry menjawab kalau bisnis adalah bisnis. Ia telah melakukan perjanjian itu sebelum laporan pemalsuan nama rekening muncul.

Jung Woo menyarankan Harry untuk keluar dari perjanjian selagi sempat. Tapi Harry menganggap perjanjian itu masih menguntungkan karena ia tak akan mau melakukan sebuah bisnis jika ada masalah.

Saat berjalan di parkiran yang sepi, dan mereka tak lagi bercakap-cakap, ia mendengar derap langkah Harry yang mirip dengan derap langkah yang digambarkan Bibi Choi. Duk duktuk.. duk duktuk..

Harry pun menyadari kalau Jung Woo memperhatikan kakinya yang pincang. Dengan dingin ia bertanya apakah Jung Woo belum pernah melihat orang cacat?

Jung Woo tersenyum dan menggeleng, membantahnya. Ia ingin tahu mengapa tongkat Harry menimbulkan suara, padahal biasanya tongkat seperti itu beralaskan karet sehingga tak mengeluarkan bunyi.

Harry mengacungkan tongkatnya ke depan wajah Jung Woo dan menjawab kalau Soo Yeonlah yang membuat tongkat ini dan menyuruh Jung Woo untuk bertanya sendiri pada Soo Yeon, “Kau kuberi kesempatan sekali lagi untuk bertemu dengannya.”

Seakan terpana mendengar kata-kata Harry yang akan memberinya satu kesempatan lagi, ia berkata pada Harry kalau ia tak dapat mengucapkan terima kasih karenanya, “Karena jika Soo Yeon berkata tidak (untuk tak menemuiku), maka ucapanmu hanyalah sia-sia saja.”

Ia pun berkata kalau ada satu hal yang ia suka dari Harry, “Kau selalu mengatakan hal ini : Apapun yang Soo Yeon mau. Jika itu hanya kata-kata belaka, maka aku akan sangat marah. Kau tak tahu kan kalau aku juga menakutkan saat aku marah?”

Jung Woo pun mengajak Harry untuk minum bersama. Namun Harry bertanya balik, apakah nanti Jung Woo akan marah jika ia tak minum? Seakan menyindir Harry, Jung Woo menjawab kalau ia adalah pria. Tak mungkin pria marah hanya karena urusan ditolak minum.

Dan Jung Woo pun tersenyum ceria, membuat Harry kesal walau ia berusaha menutupinya dengan senyum.

Di rumah Tae Joon terjadi kehebohan. Mi Ran kesal karena Tae Joon membawa wanita itu, Hyun Joo ke dalam rumah. Tapi Tae Joon bersikeras dan malah menyuruh Mi Ran untuk mengusir semua orang dari rumah, karena ia tak ingin ada gosip yang menyebar di luaran. Mi Ran tentu saja tak mau karena berarti urusan domestik, harus ia kerjakan sendiri.

Tapi Tae Joon mengatakan kalau Hyung Joon baru saja membunuh orang dan ia tak tahu apa yang dilakukan oleh Hyung Joon lagi. Maka akan lebih baik jika Hyun Joo berada di dekat mereka, “Jika Hyung Joon tahu kalau ibunya ada pada kita, ia tak akan bisa berbuat seenaknya.”

Di ruang tengah, Ah Reum menatap Hyun Joo dan heran mengapa wajahnya mirip, apalagi senyum Hyun Joo sangat mirip sekali.

Di mobil Harry, karena Jung Woo tak menyetir, ia memiliki waktu untuk melihat-lihat tongkat Harry. Ia membaca tulisan di tongkat itu, dan langsung tahu artinya. Hyung Joon bertanya apakah Jung Woo bisa berbahasa Perancis? Jung Woo merendah dan menjawab kalau kosakatanya hanya cukup untuk membeli roti di Perancis.

Hyung Joon berkomentar kalau sepertinya Jung Woo memiliki banyak kelebihan kecuali untuk minum. Jung Woo mengatakan kalau ia lebih pintar lagi dalam menginterogasi. Dan iapun bertanya pada Harry, kapan pertama kalinya Harry bertemu dengan Soo Yeon.

Harry malah bertanya mengapa Jung Woo menanyakan itu terus padanya, bukankah bertemu Soo Yeon sudah cukup bagi Jung Woo? Jung Woo menjawab kalau ia memang telah menemukan Soo Yeon, tapi Harry lah yang masih bersikeras kalau Soo Yeon itu adalah Zoe.

Tiba-tiba Ah Reum menelepon dan mengatakan kalau Tante Jung Woo datang ke rumah. Ia tahu karena Tante Jung Woo itu mirip dengan Jung Woo dan sangat cantik.

Jung Woo mulanya menganggap semua yang dikatakan Ah Reum omong kosong tapi Ah Reum berkata kalau katanya Tante itu adalah adik kandung dari ibu Hyung Joon. Tentu saja hal ini membuat Jung Woo terkejut.

Harry mulai curiga pada pembicaraan Jung Woo saat Jung Woo bertanya pada Ah Reum, “Tante yang mana?” dan “Wajahnya seperti orang yang tak normal?” Ia pun mulai menduga-duga, menghubungkan pada ibunya sendiri.

Soo Yeon terkejut melihat kedatangan Harry dan Jung Woo bersama-sama. Harry berkata pendek, menjelaskan kalau Jung Woo mengajaknya minum Dan Harry sepertinya ingin segera masuk karena ia juga berkata kalau ia akan berganti baju dan akan membiarkan Jung Woo dan Zoe bercakap-cakap.

Jung Woo sedikit heran dengan perilaku Harry yang tiba-tiba berubah. Namun ia tak menampakkan keheranannya pada Soo Yeon yang bertanya apa yang sedang Jung Woo lakukan di sini. Ia malah menjawab kalau ia takut Soo Yeon akan meninggalkannya lagi jika ia ingin mengajak Soo Yeon minum, maka ia langsung masuk saja ke dalam rumah .

Soo Yeon tahu kalau Jung Woo membual karena Jung Woo tak dapat minum dengan baik. Tapi Jung Woo tak khawatir, karena kalau ia mabuk maka ia akan tidur di kamar Soo Yeon saja. Dan dengan jahil, ia melirik ke atas, mencari-cari, “Kamarmu itu..”

“Han Jung Woo!” seru Soo Yeon, refleks memukul perut Jung Woo membuat Jung Woo mengaduh kesakitan.

Tapi Jung Woo hanya berpura-pura, walaupun ia tetap berkata, “Maka dari itu, lihatlah kepadaku saja. Awasi aku hingga aku tak dapat mabuk.”

Soo Yeon menunduk, lagi-lagi tersipu. Tapi kali ini Jung Woo berkata lebih serius dan menyentuh pundak Soo Yeon, “Pergi dan lihatlah Harry. Kelihatannya ia seperti cemas akan sesuatu.”

Dugaan Jung Woo benar, karena di dalam kamar Harry menatap foto ibunya dan teringat ucapan Jung Woo di telepon. Ia menghubungi teman chattingnya dan bertanya apakah sesuatu terjadi di rumah Tae Joon? Ia menyuruh temannya untuk mendatangi rumah Tae Joon karena ia mendengar Tae Joon membawa tante Jung Woo ke dalam rumah. Ia ingin memeriksa apakah wanita yang datang itu adalah ibunya.

Soo Yeon mengetuk pintu kamar Harry dan Harry memasang wajah senyumnya lagi dan berkata kalau ia lama di dalam kamar karena mencari sweater yang tak ketemu. Soo Yeon pun masuk dan mencarinya. Seakan ingin membuat Jung Woo marah dan menunjukkan kalau Zoe adalah miliknya, Harry menutup pintu dengan menghempaskannya cukup keras sehingga terdengar oleh Jung Woo.

Tapi Jung Woo tak marah. Ia hanya sedikit menggerutu mengingat temperamen. Sambil menunggu pemilik rumah keluar, ia bermain bilyar sendirian. Dan ia pun bertanya-tanya, apa ia perlu taruhan dengan Harry melalui bilyar?

Jung Woo terpaku mendengar suara langkah Harry. Dan diikuti pula oleh langkah Soo Yeon yang memakai sepatu berhak tinggi. Ia mendengar perbedaan di antara kedua langkah itu.

Harry memecah keheningan dengan mengajaknya bertaruh karena melihat Jung Woo juga mahir bermain bilyar. Tapi Soo Yeon malah mengajak minum soju saja dan ia akan menyiapkan makanan kecil karena soju enak diminum saat perut kosong.

Jung Woo mengusap perutnya yang tadi dipukul oleh Soo Yeon, membuat Soo Yeon tersenyum. Harry yang tak mengerti ada guyonan rahasia di antara Soo Yeon dan Jung Woo hanya berkata kalau Soo Yeon sekarang adalah maniak soju.

Jung Woo memperhatikan langkah Soo Yeon dan Harry yang menjauhinya. Dan ia bisa memastikan kalau langkah Soo Yeon tidak Duk duktuk.. Duk duktuk.. seperti yang digambarkan Bibi Choi. Dan ia pun memanggil Soo Yeon dang mengacungkan jempolnya, “Zoe.. Sepatumu cantik. Nilainya 100 dari 100!”

Soo Yeon tersenyum mendengar pujian itu, tapi tidak dengan Harry.

Duduk semeja bertiga, Jung Woo sudah minum hingga gelas keempat. Dan degan bangga ia berkata pada Soo Yeon kalau ia telah minum 4 gelas. Soo Yeon menyuruh Jung Woo untuk minum perlahan-lahan saja, karena apa bagusnya pintar minum?

Jung Woo menjawab kalau itu adalah hal yang bagus. Ia teringat pada ibu Soo Yeon saat berkata, “Saat cintaku minum-minum sendirian, aku merasa sangat sedih.”

Soo Yeon melirik Harry yang tentu saja tak tahu siapa sebenarnya Cintaku yang dimaksud oleh Jung Woo. Jung Woo ingin menunjukkan pada Soo Yeon apa yang ia dapatkan tadi siang. Lagi-lagi Soo Yeon melirik Harry, cemas kalau Harry akan marah.

Dan Jung Woo pun menyadarinya. Sebelum menunjukkan gambar di handphone itu pada Soo Yeon, ia menunjukkan pada Harry terlebih dahulu. Tapi hanya sepersekian detik, dan kemudian menunjukkan gambar itu dengan lebih lamaaaa sekali pada Soo Yeon. LOL.

“Lucu, kan?” kata Jung Woo.

Soo Yeon pun juga mengakui gambar itu lucu, apalagi anak itu menggenggam erat tangan ibunya. Jung Woo pun menambahkan kalau ibunya bahkan memakai kalung di lehernya. Kalung itu yang membuat Soo Yeon mengerutkan kening, karena kalung itu persis yang ia kenakan sekarang, yaitu kalung pemberian Harry.

Tanpa sadar ia meraba bandul yang ada di dadanya dan melirik Harry. Tapi wajah Harry tak mencerminkan satu ekspresi apapun. Bahkan saat Jung Woo kembali menunjukkan gambar itu padanya.

Harry malah mengambil laptopnya dan bertanya pada teman itu, apakah ia sudah dapat menemukan wanita yang ada di rumah Jung Woo. Teman itu bertanya, jika wanita itu adalah ibu Hyung Joon, maka apa yang harus ia lakukan?” Harry tak menjawab.

Jung Woo melihat ekspresi wajah Harry yang tak wajar dan bertanya apakah ada masalah, tapi Harry masih menjawab kalau ia baik –baik saja. Jung Woo dan Soo Yeon hanya berpandangan, dan memilih membiarkan Harry sendiri.

Harry menulis kalau Ibunya ada di tangan Tae Joon, dan Jung Woo ada dalam pandangannya, “Periksa kondisi ibu dan aku akan membuat semuanya merasa sama.”

Lagi-lagi Jung Woo mendapat telepon dari Ah Reum yang menghubungi karena akan mengirim foto Tantenya. Harry yang penasaran, bertanya pada Jung Woo, “Kenapa wajahmu seperti itu?”

Jung Woo berkata kalau adiknya akan mengirimkan foto tantenya. Dan iapun menceritakan kalau sebenarnya ibunya telah meninggal sejak ia kecil, “Dan sepertinya sejak kedatangan ibu tiriku, semua foto ibu disingkirkan. Jadi aku tak memiliki satu fotopun dan aku tak tahu bagaimana wajah ibuku.”

Pada Soo Yeon, ia berkata kalau menurut Ah Reum, tantenya itu mirip dengannya, membuat Soo Yeon tersenyum. Tapi buru-buru senyum itu ia hapus dari wajahnya, takut kalau Harry marah.

Terdengar suara SMS masuk ke handphone Jung Woo.

Tapi Harry tak memikirkan tentang Soo Yeon dan Jung Woo. Ia memikirkan kalau ia kemarin pernah menunjukkan foto ibunya pada Soo Yeon. Jika benar tante itu adalah ibunya, dan Jung Woo menunjukkan foto itu pada Soo Yeon, maka semua rahasianya akan terbongkar.

Jung Woo melihat foto Tantenya dan tersenyum karena tantenya itu memang cantik. Hyung Joon akan mengulurkan tangan, ingin melihat foto itu, tapi Jung Woo malah bergeser. Jung Woo bergeser untuk duduk bersebelahan dengan Soo Yeon di lantai, ingin menunjukkan pada Soo Yeon.

Hyung Joon menatap tangan Jung Woo yang sudah terulur, hingga foto di handphone itu akan terlihat.

Tanpa pikir panjang, Hyung Joon meraih tongkatnya dan memukulkan tongkat itu ke tangan Jung Woo, hingga handphone itu terlepas.

Tangan Jung Woo yang terpukul pun langsung jatuh, menimpa Soo Yeon yang ikutan terjatuh. Buru-buru Jung Woo menjatuhkan diri dan tangan satunya menahan kepala Soo Yeon agar tak terbentur lantai.

“Jung Woo ya..” erang Soo Yeon kesakitan.

Jung Woo menatap Harry marah dan tak percaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar