Jumat, 26 April 2013
Sinopsis I Miss You Episode 20
Hyung Joon yang melihat senyum Jung Woo yang terlihat puas, menduga kalau Jung Woo sudah menemukan buktinya. Bukannya takut, ia malah tersenyum dan turun dari sepeda, memasang earpiece di telinganya.
Mendadak ada beberapa mobil hitam datang yang mengepung Hyung Joon. Mereka bukan polisi yang datang untuk menangkap Hyung Joon, mereka malah preman yang datang untuk mengawal Hyung Joon.
Atau mengepung Jung Woo. Preman-preman itu mengelilingi mobil Jung Woo dengan membawa tongkat, siap untuk menghajar. Jung Woo buru-buru mengunci mobilnya dari dalam, dan berbisik pada Soo Yeon kalau Soo Yeon harus berpegangan erat.
Handphone Jung Woo berbunyi . Dari Hyung Joon. Jung Woo memasang speakerphone dan berkata, “Bocah, apa kau takut padaku? Kau tak percaya diri untuk berkelahi denganku?”
Hyung Joon berkata kalau ia tak perlu berkelahi dengan Jung Woo, “Aku hanya ingin mengambil Zoe.”
Soo Yeon terbelalak ketakutan mendengarnya. Jung Woo mengingatkan Hyung Joon yang katanya ingin hidup di dunia yang tanpa ada Soo Yeon. Mengapa sekarang berubah pikiran?
Tetap tersenyum, Hyung Joon menjawab kalau ia mengikuti saran Jung Woo yang katanya orang tak bisa hidup sendirian di dalam surga. Soo Yeon yang ikut mendengar jawaban Hyung Joon menyuruh Hyung Joon menghentikan semuanya ini dan bertanya apa yang Hyung Joon akan lakukan setelahnya.
Hyung Joon mengajak Soo Yeon untuk mulai dari awal lagi, sama seperti 14 tahun yang lalu. Setelah ibunya meninggal, ia harus lari dengan membawa semua uang itu. Apakah Soo Yeon masih mengingat janji mereka, “Jika kau tak pergi, aku juga tak akan pergi.”
Tapi Soo Yeon sudah tak tertipu lagi dengan kata-kata itu. Jung Woo berkata, kalau Hyung Joon ingin memiliki hati Soo Yeon, Hyung Joon harus meminta maaf dulu karena telah membuat Soo Yeon sebagai tersangka, “Apa kau pikir dengan membawa preman adalah jalan keluarnya?”
Hyung Joon tersenyum dan berkata kalau preman-preman ini adalah preman suruhan ayah Jung Woo, Han Tae Joon. Seakan mengejek, Hyung Joon bertanya, apakah sekarang Jung Woo masih kasihan pada ayahnya? Ayah yang tak pernah peduli apakah anaknya hidup atau mati, yang mau melakukan apa saja demi uang.
Jung Woo tertawa tak percaya melihat preman-preman yang ternyata adalah suruhan ayahnya ini mengepung mobilnya. Dan betapa terkejutnya ia mendengar kata-kata Hyung Joon selanjutnya, yang persis dengan apa yang ia katakan pada Soo Yeon saat berdua di rumah Hyung Joon. Yang mengatakan kalau ia kasihan pada ayahnya yang tak pernah berlibur, membelanjakan uangnya, atau naik mobil baru.
Aisshhh.. ternyata saat itu, Hyung Joon juga mengintai mereka lewat CCTV.
Hyung Joon bertanya apa Jung Woo akan memborgol tangan ayahnya? Jung Woo berkata kalau ayahnya memang melakukan kejahatan, ayahnya tetap harus mendapat hukumannya. Hyung Joon tersenyum, puas akan jawaban Jung Woo. Ia sekarang dapat pergi dengan tenang dan seakan ingin mengajak Soo Yeon jalan-jalan, pada Soo Yeon ia berkata, “Kita tak punya banyak waktu, Zoe. Keluarlah.”
Soo Yeon menyergahnya, mengatakan kalau ia bukanlah Zoe, tapi Soo Yeon. Kata-kata itu membuat muka Hyung Joon keruh dan meminta Soo Yeon untuk tak membuatnya marah. Ia menyuruh Soo Yeon untuk keluar sekarang juga.
Soo Yeon tetap tak mau dan Jung Woo malah menyuruh Hyung Joon untuk segera melarikan diri karena sebentar lagi polisi akan datang. Tapi Hyung Joon tak berniat untuk melarikan diri. Ia menyuruh para preman itu untuk mengeluarkan Zoe dari mobil.
Para preman itu langsung mengerubungi mobil Jung Woo, memukuli mobil itu dan mencoba membuka paksa pintu mobilnya. Soo Yeon langsung gemetar ketakutan, dan berteriak saat ada preman yang itu memukul kaca mobil hingga retak.
Jung Woo buru-buru memeluk Soo Yeon, melindunginya dari pecahan kaca yang mungkin jatuh. Tak dapat membiarkan hal ini terjadi. Ia menatap geram pada Hyung Joon yang tak berkedip sedikitpun melihat Soo Yeon berteriak ketakutan. Pada Hyung Joon yang masih belum menutup teleponnya, ia memberi ultimatum kalau ia akan bertindak pada hitungan ketiga.
“Han Jung Woo.. akan membunuh orang?” tanya Hyung Joon menantang. Bagi Hyung Joon, mustahil Jung Woo dapat lepas dari kepungan preman tanpa menabrak satu dari mereka.
Tapi Jung Woo tak berniat untuk membunuh siapapun. Ia menyuruh Soo Yeon untuk berpegangan, dan iapun memundurkan mobilnya. Para preman itu tetap menyemut di mobilnya, naik ke kap dan bagasi mobil untuk menghentikan mobil itu. Tapi percuma, karena semakin Jung Woo mempercepat mobilnya, para preman itu mulai berjatuhan.
Walau mereka sudah bisa lepas dari kepungan para preman itu, tapi mereka masih dikejar oleh mobil-mobil preman itu.
Untungnya ada banyak polisi yang datang. Walau masih gemetar, Soo Yeon meminta Jung Woo untuk mengejar Hyung Joon, karena ia baik-baik saja. Setelah menyuruh satu polisi untuk menemani Soo Yeon, Jung Woo dan polisi lain pun bersiap menghajar para preman itu.
Preman yang mengejar Jung Woo kali ini mundur melihat gerombolan polisi datang menyerang mereka. Perkelahian pun terjadi dan polisi berhasil menangkapi mereka. Jung Woo yang ikut menghajar, mencari-cari Hyung Joon. Ia berteriak frustasi menyadari Hyung Joon sudah melarikan diri.
Dengan sepedanya, ternyata Hyung Joon mendatangi mobil Soo Yeon. Ia membuka pintu mobil itu, mengagetkan Soo Yeon. Tapi pintu itu terkunci. Polisi yang tak tahu kalau Hyung Joon adalah penjahat yang dicari, malah membuka jendela mobil, bertanya ada apa.
Soo Yeon berteriak, panik dan ketakutan, dan menahan jendela itu, seakan itu adalah tamengnya. Dengan gementar, ia memohon “Jangan .. Jangan.. “
Hyung Joon kaget melihat reaksi Soo Yeon yang ketakutan dan bertanya apa maksud Soo Yeon. Tapi Soo Yeon sudah terlalu ketakutan dan berulang-ulang meminta Hyung Joon untuk pergi dan berkata kalau Hyung Joon telah mencoba membunuhnya.
Jung Woo yang kembali, melihat Hyung Joon ada di dekat mobilnya. Ia berteriak memanggil polisi untuk menahan Hyung Joon. Tapi Hyung Joon yang melihat Jung Woo, buru-buru pergi.
Jung Woo mengejarnya dan berhasil menarik ransel Hyung Joon. Sayangnya ada satu mobil preman datang dan satu preman di dalam mobil, keluar menghalangi Jung Woo, sehingga Hyung Joon bisa lolos. Tanpa ransel, dan hanya tongkat di tangan, Hyung Joon pun masuk mobil.
Dan mobil itu pun pergi meninggalkan Jung Woo.
Jung Woo dan Detektif Joo memeriksa isi tas Hyung Joon. Tapi isinya hanya headphone, foto mereka berdua dan dua buah USB. Heran dengan isi tas Hyung Joon yang isinya hanya itu, Jung Woo bertanya apakah barang-barang ini dapat dijadikan bukti? Detektif Joo menjawab kalau mereka telah menemukan bukti di dalam rumah Hyung Joon.
Ternyata kotak yang selalu dilihat oleh Hyung Joon di kamar mandi itu ada di bawah bathtub. Bersama Kakek Choi, mereka juga menemukan dua botol obat dan MP3 player.
Mengamati foto Harry-Zoe, Jung Woo mengatakan kalau obsesi Hyung Joon bukanlah ibunya, melainkan Soo Yeon, jadi kecil kemungkinannya kalau Hyung Joon akan menyerah.
Detektif Joo berpendapat kalau obsesi Hyung Joon adalah penyakit dan tak heran kalau Hyung Joon menjadi bipolar. Jung Woo meminta agar kasus ini tak memakan waktu lebih lama lagi, karena akan semakin berat bagi Soo Yeon. Seniornya pun meyakinkan dan memberi semangat pada Jung Woo, kalau mereka pasti bisa memborgol Hyung Joon jika Hyung Joon terus mengejar Soo Yeon.
Eun Joo membawakan makan untuk mereka dan memberitahu kalau Soo Yeon sedang bersama ibu. Menduga ada perkembangan yang terjadi, Eun Joo bertanya apakah Jung Woo sudah mengetahui pembunuh ayahnya?
Jung Woo memandang seniornya, enggan untuk bercerita. Detektif Joo yang menjawab kalau Soo Yeon belum tahu akan hal ini, tapi Eun Joo mengatakan kalau ia tak akan memberitahu pada Soo Yeon. Ia meminta Jung Woo untuk menangkap pembunuh itu hidup-hidup karena ia akan membalas perbuatan penjahat itu.
Jung Woo mengiyakan permintaan Eun Joo dan ia berdiri karena ia ingin mulai mengejar dan menangkap penjahat itu.
Ibu menyelimuti Soo Yeon yang merasa senang dapat bersama ibunya dan rasanya ia seperti menjadi bayi lagi. Ibu tersenyum mendengar ucapan Soo Yeon dan berkata kalau ia tak punya banyak waktu untuk memandangi Soo Yeon saat bayi, karena ia harus bekerja di sore hari dan selalu lari saat bertengkar dengan suaminya.
Soo Yeon memandangi kaki ibunya yang tertutup kaos kaki. Seperti Jung Woo yang pernah memegang kakinya, Soo Yeon pun memegang kaki ibu dan berkata kalau ibu pasti memiliki banyak luka di kakinya karena sering kabur bersamanya tanpa alas kaki.
Kembali mengingat pengalaman yang menyedihkan itu, ibu menyadari kalau ia tak pernah bisa melupakan saat ia dipukuli oleh suaminya. Dan ia selalu teringat kenangan itu lagi jika ada sesuatu yang buruk sedang terjadi padanya.
Kata-kata itu membuat Soo Yeon menyadari kalau iapun juga seperti itu. Kenangan saat ia diinjak-injak ayahnya muncul di ingatannya saat ia mengalami kejadian di gudang 14 tahun yang lalu. Ia ingin mengatakan kalau di hari itu tak terjadi apapun. Tapi setiap kali sesuatu yang tak wajar terjadi padanya, kenangan buruk itu selalu teringat lagi, “Hari ini saat preman-preman itu mulai mencoba membuka paksa jendela mobil, kenapa aku malah teringat akan kenangan itu, ya? Bukankah itu aneh?”
Mendengar Soo Yeon bercerita tentang penderitaannya ketika ayahnya hidup, penderitaannya di malam 14 tahun yang lalu, dan kejadian hari ini yang merupakan bagian dari penderitaannya, ibu menangis. Ia menangisi Soo Yeon yang selama ini sudah banyak menderita dan menjadi korban, “Seberapa besar rasa marahmu? Seberapa besar engkau terluka?”
Buru-buru Soo Yeon bangun dan berkata kalau ia menceritakan ini bukan untuk membuat ibu menangis, “Bahkan setelah semua yang terjadi, Jung Woo malah berterima kasih padaku karena aku tetap hidup. Ia berterima kasih padaku karena membuatnya tetap menunggu.”
Soo Yeon tersenyum menahan air matanya saat berkata kalau saat ia bersembunyi (menjadi Zoe), ia selalu merasa kalau ia berdosa, tapi sekarang tidak lagi, “Dan itu membuatku sangat bahagia.”
“Tentu… Tentu saja,” ibu tetap menangis walau Soo Yeon sudah tersenyum.
“Bagaimana mungkin ini adalah dosamu? Aku yang berdosa karena semua ini adalah kesalahanku. Kalau saja aku memintamu untuk tak pergi. Kalau saja aku menyuruhmu untuk memakai celana panjang jika kau pergi. Selama 14 tahun ini, kalau saja-kalau saja itu selalu berputar di otakku.“
Soo Yeon meminta ibu untuk tak berpikiran seperti itu lagi Karena itu bukan juga kesalahan ibu. Ibu mengangguk, tak ingin membuat putrinya menjadi sedih dan berkata kalau mereka harus melupakannya. Dan jika Soo Yeon mulai teringat hal itu lagi, ibu menyuruh Soo Yeon untuk mengatakan padanya, sehingga mereka bisa menyumpahi kenangan itu atau berteriak keras-keras bersama-sama.
Soo Yeon setuju dan memeluk ibunya.
Jung Woo keluar dari kamar, dan akan masuk ke kamar Soo Yeon saat mendengar Soo Yeon berkata pada ibu kalau Jung Woo sangat menjaga ibu. Dengan antusias ibu mengiyakan dan berkata kalau Jung Woo adalah putranya.
Mulanya Jung Woo tersenyum mendengar pujian ibu. Tapi senyumnya memudar dan malah sedih saat ibunya berkata kalau ibu tak memahami keluarga Jung Woo yang tak melihat betapa berharganya Jung Woo, dan malah menyingkarkannya, “Bahkan ibu yang tak punya otak sepertiku saja merasa hampir mati saat kau menghilang. Tapi orang tua Jung Woo? Baru pertama kali ini aku melihat kejadian seperti itu. Kadang-kadang aku ingin tahu seperti apa mereka itu.”
Jung Woo tak jadi masuk, dan berdiri di luar saja.
Saat Soo Yeon duduk bersila di depan meja, Jung Woo masuk dan langsung memutar Soo Yeon sehingga menghadap ke arahnya. Ia mengagetkan Soo Yeon dengan tiduran di pangkuannya. Soo Yeon kaget melihat sikap Jung Woo yang tiba-tiba seperti itu. Bukankah tadi katanya Jung Woo akan pergi menemui ayahnya?
Jung Woo menjawab kalau tadi ia sudah keluar rumah, tapi ia kembali lagi dan tak mau pergi,”Apakah lebih baik aku beristirahat hari ini dan menemuinya besok?”
Sambil mempermainkan rambut Jung Woo, Soo Yeon berkata kalau Jung Woo saat ini berusia 15 tahun, pasti ibunya akan mengomeli habis-habisan. Jung Woo berkata kalau diomeli adalah asal kekuatannya.
Ha! Kayanya sama deh dengan saya. Kalau sudah diomeli ibu, baru saya langsung berangkat.
Ingin tahu bagaimana Jung Woo dibesarkan selama ini, Soo Yeon bertanya siapa yang menemani Jung Woo saat kelulusan SMP? Apakah ibunya (yang mungkin sudah melunak karena sudah setahun berlalu)?
Jung Woo menjawab kalau semua anak berangkat sendiri, dan ia sudah mandiri sejak ia tinggal sendiri di Amerika saat ia berusia 8 tahun. Ia juga mandiri, bahkan dekat dengan para guru.
Mendengar Jung Woo selalu sendiri membuat Soo Yeon menatap Jung Woo iba. Dan Jung Woo pun menyadarinya dan menepuk dahinya keras.Ia meminta Soo Yeon mengulang pertanyaannya sekali lagi, karena ia akan menjawabnya dengan berbeda (agar Soo Yeon tak mengasihaninya)
Dengan lembut, Soo Yeon berkata kalau ia memang kasihan pada Jung Woo, tapi ia suka kalau ia bisa menghiburnya. Dan ia pun menarik Jung Woo bangun, membuat Jung Woo bingung.
Soo Yeon meminta Jung Woo untuk pergi sekarang dan segera kembali. Jung Woo akan semakin tak nyaman jika ia menunda-nunda kepergiaannya untuk bertemu dengan ayahnya.
“Pergi dan temui ayahmu dan ibumu sekaligus. Jika hasilnya mengecewakanmu,” Soo Yeon menepuk lantai yang mereka duduki, “datanglah padaku. Banyak yang sudah menunggumu di sini. Ibu, Eun Joo, istrimu.. err maksudku Detektif Joon. Dan aku tak perlu disebut, pasti aku selalu menunggumu.”
Jung Woo tersenyum dan mengacak-acak rambut Soo Yeon dan meminta Soo Yeon untuk menunggunya. Kalau boleh jujur, ia sekarang takut. Padahal saat ia meninggalkan gudang saat ia meningalkan Soo Yeon, ia sudah berjanji untuk tak takut lagi. Tapi ia sekarang takut melihat kesalahan apa saja yang diperbuat ayahnya.
Soo Yeon membesarkan hati Jung Woo dan berkata kalau bagaimanapun juga Jung Woo akan tetap pergi. Jung Woo mengangguk dan berkata kalau perasaannya mengatakan ayahnya tahu dimana tempat persembunyian Hyung Joon. Rasanya sangat menyenangkan jika ayahnya berada di pihaknya untuk kali ini saja.
Oh.. kayanya memang tak sekalipun Tae Joon pernah memihak putranya sendiri, ya..
Hyung Joon yang berhasil lolos, buru-buru masuk ke sebuah kamar dan menguncinya dengan gembok. Ia sangat ketakutan, tapi ingatannya tetap kembali pada Soo Yeon yang sangat ketakutan di dalam mobil saat melihatnya.
Hyung Joon menelepon kakak tirinya, dan mengatakan kalau ia tak berhasil membawa Soo Yeon lari. Dan ia akan memberikan uang miliknya pada Tae Joon jika Tae Joon membawa Soo Yeon ke hadapannya secara langsung. Tak peduli bagaimanapun caranya.
Tae Joon tentu saja kesal. Dan kekesalannya semakin bertambah karena ia melihat surat cerai dari istrinya yang sudah distempel. Ia meremas surat cerai itu dan membuangnya ke lantai.
Jung Woo menemui Mi Ran terlebih dulu. Mi Ran pun menyesali semua yang telah ia lakukan. Mulanya ia menikahi Tae Joon bukan karena uang. Ia pun juga awalnya berniat memperlakukan Jung Woo dengan baik. Ia tak tahu bagaimana ia bisa seperti ini.
Ia juga merasa sangat menyesal pada Soo Yeon. Jung Woo yang biasanya berkata ceplas-ceplos pada ibu tirinya, sekarang berkata lembut dan menggunakan bahasa jeonmal, mengatakan walau Mi Ran baru mengatakannya sekarang, tapi ia tetap berterima kasih.
Mi Ran mengungkapkan ketakutan akan nasibnya dan Ah Reum nanti. Karena walau ia memutuskan untuk bercerai dengan Tae Joon, tapi ia tetap takut pada Tae Joon. Bahkan ia lebih takut pada Hyung Joon.
Jung Woo menenangkan Mi Ran dan memintanya menceritakan hubungan Kang Hyun Joo dan Kang Hyung Joon sehingga terlibat dengan masalah ayahnya. Ia dapat menduga kalau masalah ayahnya hingga dipenjara 15 tahun yang lalu karena masalah dana illegal. Ia juga merasa karena uanglah, Kang Hyun Joo menculiknya. Tapi ia tak mengerti mengapa ayahnya tega merusak kaki Kang Hyung Joon seperti itu.
Mi Ran ketakutan mendengar pertanyaan itu, dan meminta Jung Woo untuk tak menangkapnya jika ia menceritakan rahasia ini.
Dan Jung Woo pun keluar dari kamar Mi Ran dengan perasaan terguncang.
Tae Joon rupanya bertindak cepat dengan mencoret nama Mi Ran dan Ah Reum dari semua aset yang dia miliki, karena tak ada alasan untuk memberi mereka uang jika mereka ingin meninggalkan rumah ini.
Wow.. belum dengar ada harta gono-gini, ya? Memang Mi Ran dan Ah Reum itu buruh, ya, yang tak diberi pesangon jika mereka yang memutuskan keluar?
Tae Joon melihat kedatangan Jung Woo dan menyuruh pengacaranya untuk pergi. Begitu pula dengan Jung Woo. Tapi Jung Woo tak mau dan walau ia disuruh keluar, Jung Woo tetap tinggal. Tanpa basa basi ia berkata pada ayahnya kalau ia memiliki dua orang ayah.
Yang pertama adalah detektif Kim yang mengajarkan bagaimana cara untuk hidup. Sedang kan yang kedua adalah ayahnya, yang mengajarkan bagaimana cara untuk tidak hidup.
“Pada usia 12 tahun, jika ada orang yang melepaskan anjing untuk membunuhku, jika aku harus melarikan diri dengan kaki yang terluka, yang tak mungkin tersembuhkan, jika ibuku menyuruh menculik seseorang karena uang, aku juga pasti akan mendendam.”
Tae Joon menyuruh anaknya untuk diam.
“Dan setelah itu, orang itu masih tetap hidup tanpa merasa bersalah sedikitpun,” Tae Joon berbalik marah, tapi Jung Woo tetap meneruskan, “Tak peduli kalau anaknya diculik, atau pacar anaknya diperkosa, orang itu tetap memikirkan uang. Hanya uang.. uang! Hanya uang yang dipikirkan!”
Tae Joon menyuruh anaknya untuk pergi. Tapi Jung Woo tetap tak mau. Ia malah berkata kalau ayahnya malah bekerja sama dengan penjahat yang menculik itu, tanpa mendengarkan permohonan anaknya, malah membuat pacar anaknya dinyatakan mati.
Marah karena semua tindakannya terbongkar, tak ada yang dapat dilakukan oleh Tae Joon kecuali menampar anaknya. Dua kali.
Jung Woo menerima tamparan itu, tapi seakan tak mempedulikan tamparan itu, ia bertanya pada ayahnya, “Apakah ayah itu manusia? Apakah aku ini anak manusia?”
Tae Joon menghardik Jung Woo yang berani-beraninya berkata seperti itu pada ayah sendiri. Jung Woo menatap ayahnya sedih, “Ayah, sangat memalukan menjadi anak Ayah.”
Hyung Joon berbaring tanpa alas di kamar itu. Ia teringat saat Soo Yeon memanggil-manggil namanya saat ia disekap di kamar kecil tempat Hye Mi menyembunyikan dirinya. Dan iapun melihat pada teralis di depannya, seakan melihat Soo Yeon kecil tersenyum lega saat melihatnya bangun.
Oh my.. ternyata Hyung Joon bersembunyi di dalam ruangan yang dulu pernah ia tinggali saat Hye Mi menyembunyikannya.
Dan Hyung Joon seakan melihat Soo Yeon remaja bertanya apakah Hyung Joon sudah makan? Hyung Joon tersenyum memandang Soo Yeon, namun tiba-tiba Soo Yeon menghilang, dan itu membuatnya panik.
Note: 14 tahun yang lalu, Soo Yeon menghilang karena ditarik oleh Perawat Hye Mi karena mengintip kamar itu.
Tapi Hyung Joon merasa kalau Soo Yeon menghilang karena takut padanya. Ingatannya saat terakhir melihat Soo Yeon, saat Soo Yeon memohonnya untuk pergi karena takut, terputar lagi di kepalanya.
Ia buru-buru berkata “tidak.. tidak.. tidak.. Soo Yeon..” sendiri, dan seperti ingin mengejar Soo Yeon yang hilang, Hyung Joon buru-buru membuka kunci gembok di kamar itu, dan segera pergi.
Dengan mobil, ia pergi ke rumah Soo Yeon. Ia menunggu munculnya sosok Soo Yeon, tapi Soo Yeon tak muncul. Malah mobil polisi yang muncul, sehingga ia buru-buru pergi.
Di balik selimut, Soo Yeon menunggu kedatangan Jung Woo dengan menghitung “Datang.. tidak datang.. datang.. tidak datang.. datang..”
Dan handphonenya pun berbunyi. Dari Jung Woo. Ia buru-buru keluar kamar agar tak membangunkan ibu, dan menyapa Jung Woo, “Jung Woo-ni?”
Mendengar ucapan Jung Woo kalau matanya sekarang berair karena angin, Soo Yeon menduga kalau Jung Woo pasti pulang ke rumah, dan bertanya dimana Jung Woo sekarang.
Dan dugaannya benar karena Jung Woo sekarang berada di depan rumahnya. Hawa sangat dingin dan Jung Woo berkata kalau ia merindukan Soo Yeon. Soo Yeon teringat kata-kata ibunya, kalau Jung Woo mengatakan ia rindu ingin bertemu, berarti Jung Woo sedang memiliki masalah.
Maka Soo Yeon bertanya, “Han Jung Woo. Apa kau ini laki-laki?” Jung Woo kaget mendengar pertanyaan yang bernada tinggi itu. Namun ia tersenyum saat Soo Yeon melanjutkan, “Laki-laki harus lari datang menemui jika memang benar-benar rindu. Bangkitlah sekarang. Aku akan menghitung sampai hitungan ketiga.”
“Tiga!” kata Soo Yeon tiba-tiba. Dan reflek Jung Woo langsung berdiri. Dan Soo Yeon meminta Jung Woo membawakan seekor ayam panggang utuh. Bukan ayam goreng, tapi ayam panggang dan utuh.
Ohh … apa ini salah satu perwujudan dari harapan Soo Yeon?
Jung Woo bertanya-tanya apa ada toko yang masih buka dan jual ayam bakar. Tapi Soo Yeon malah menyuruh Jung Woo untuk tak membuang waktu, “Jangan memikirkan yang lain. Berkonsentrasilah hanya untuk mencari ayam bakar.”
Aww… Walau tak tahu apa yang telah terjadi, Soo Yeon tak ingin Jung Woo terus memikirkannya. Dan saat Jung Woo menutup telepon, Jung Woo tersenyum menyadari air matanya tak jadi keluar.
Soo Yeon menunggui kepulangan Jung Woo di tangga sambil menebalkan tulisan Bogoshipeo di dinding. Saat mendengar suara mobil Jung Woo, Soo Yeon segera berlari mengagetkan Jung Woo dengan berkata, “Chajatta!”
Jung Woo heran mengapa Soo Yeon menunggu di luar di hawa sedingin ini. Sambil melepas satu syalnya dan melingkarkan di leher Jung Woo, Soo Yeon menjawab kalau sekarang ia sangat merindukan Jung Woo dan mengajaknya pergi karena ayam panggangnya keburu dingin.
Bukannya pulang ke rumah, tapi Soo Yeon mengajak Jung Woo pergi ke taman. Dan ia langsung naik ke atas jungkat-jungkit, mengagetkan Jung Woo yang khawatir kalau Soo Yeon jatuh. Tapi Soo Yeon berkata kalau ia ingin mencobanya saat ia melihat Jung Woo melakukan ini.
Jung Woo tersenyum dan berkata kalau saat itu ia pun juga melihat Soo Yeon. Bahkan larinya Soo Yeon lebih cepat dari lari si kelinci gila. Soo Yeon tertawa dan kemudian mengayunkan ayunan dan naik ke atas menara luncuran. Jung Woo tersenyum melihat betapa gembiranya Soo Yeon.
Sama seperti Jung Woo yang menyanyikan Magic Castle di atas, ia pun menyanyikan lagu itu di depan Jung Woo. Melihat kalau sekarang kemurungan Jung Woo sudah mulai luntur, Soo Yeon bertanya apa yang dikatakan ayah Jung Woo?
Jung Woo berkata tak tahu, karena saat itu ia kehilangan akal sehat dan memaki-maki ayahnya. Soo Yeon bertanya apakah hati Jung Woo sekarang lega? Jung Woo tertawa miris dan berkata kalau ia sekarang malah makin frustasi. Karena semua yang dikatakan Soo Yeon benar. Ayahnyalah yang pelakunya.
Dan saat Jung Woo ingin menceritakan tentang Hyung Joon, ia ragu dan malah membuka tangannya, meminta Soo Yeon memeluknya.
Soo Yeon melihat Jung Woo yang sangat sedih, turun dari luncuran dan malah ikut membuka tangannya. Ia meminta Jung Woo untuk menangis sesukanya, karena kali ini adalah gilirannya (untuk menghibur Jung Woo).
Tapi Jung Woo berkata kalau ia tak akan menangis lagi. Ia menggenggam kedua tangan Soo Yeon yang terkembang dan siap saat Soo Yeon bertanya tentang Hyung Joon. Jung Woo pun berkata, “Kang Hyung Joon adalah … anak kakekku.”
Soo Yeon terkesiap kaget mendengar hal yang mustahil ini. Tapi Jung Woo berkata kalau seumur hidup ia belum pernah bertemu dengan kakeknya. Begitu pula dengan Kang Hyung Joon. Sekarang ia merasa sangat marah karena ia tak tahu.Semua orang menyembunyikan kejahatannya, membuat masalahnya bertambah besar.
Jung Woo tersenyum menenangkan Soo Yeon yang sudah hampir menangis. Sekarang ia baik-baik saja. Angin memang bertiup sangat kencang sehingga ia banyak menangis. Ia mengembangkan tangannya, dan berkatakalau mulai sekarang, ia yang akan menahan angin itu,”Jadi tolong janganlah menangis.”
Soo Yeon mengangguk-angguk, mengiyakan. Jung Woo berkata kalau besok, ia akan membuatnya tertawa, “Kita dapat hidup seperti itu dan membuat kenangan indah.”
Buru-buru Soo Yeon mengusap air matanya dan tertawa kecil pada Jung Woo, ikut mengembangkan tangannya. Seakan pertanda kalau ia pun juga akan menahan angin itu, sehingga Jung Woo pun jangan menangis.
Di Bellez, Detektif Joo yang bertugas mengawal Soo Yeon, memuji hasil karya Soo Yeon sebagai desainer. Ada udang di balik batu? Jelas, karena Detektif Joo mengusulkan agar mereka melakukan kencan ganda. Jung Woo dengan Soo Yeon, dan dia dengan..salah satu model yang dikenal Soo Yeon.
Ha! Kayanya detektif yang kemarin nggak sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, deh.
Tapi Soo Yeon mengiyakan, membuat Detektif Joo gembira dan ia menetapkan target untuk menangkap Kang Hyung Joon secepatnya agar mereka dapat berkencan dengan tenang. Ia menduga Hyung Joon pasti bersembunyi tak jauh dari sini.
Hal ini membuat Soo Yeon menjadi was-was.
Mi Ran datang bersama Ah Reum. Dan Mi Ran langsung menyibukkan diri dengan persiapan grand opening butik, membuat Ah Reum heran dan bertanya pada ibunya apakah ibunya tak mau minta maaf? Mi Ran berkata kalau bagaimanapun juga ia tidak mati dan Zoe, yang adalah Soo Yeon, juga sudah kembali dari kematian.
Maka.. “Mari kita kerjakan bersama-sama,” kata Mi Ran sambil menjabat tangan Soo Yeon dengan erat. Ah Reum dan Soo Yeon bengong melihat Mi Ran yang berpura-pura tak terjadi apa-apa.
Dan Mi Ran pun naik ke atas dan kembali menyibukkan diri dengan persiapan pembukaan toko. Ah Reum lah yang membereskan hal ini. Pada Soo Yeon yang tampak kecewa, Ah Reum meminta agar Soo Yeon mengerti kalau ibunya bersikap seperti itu karena sebenarnya ia menyesal. Soo Yeon mengangguk mengerti.
Ia pun memperkenalkan diri sebagai fans Soo Yeon, karena ia selalu mendengar nama Soo Yeon dari Jung Woo sejak kecil.
Di ruang kerjanya, Soo Yeon membuka kotak berisi sepasang cincin dan tersenyum. Seolah membela diri, ia berkata sendiri, “Memang apa salahnya kalau wanita yang meminta dulu?”
Mendadak Jung Woo masuk ke ruangannya, membuat Soo Yeon panik. Buru-buru ia menyembunyikan kotak cincinnya di bawah syal, berpura-pura bersikap biasa.
Jung Woo tak menyadari kegugupan Soo Yeon karena ia sendiri juga gugup. Soo Yeon bertanya mengapa Jung Woo datang padahal ia jadwal kerjanya sangat padat? Jung Woo menjawab kalau ada hal penting yang harus dilakukannya.
Ia mengeluarkan payung kuning milik Soo Yeon, yang masih ada name tag di gagangnya. Jung Woo bercerita kalau hatinya berdebar kencang saat ia membuatkan name tag itu. Saat itu badannya basah kuyup saat payung itu rusak.
Tapi perasaannya saat itu sangat bahagia, karena ia tahu jika orang memberikan satu-satunya payung yang dibawa saat hari hujan sama dengan memberikan semua yang dimiliki, “Kita harus mengajarkan hal ini pada anak-anak kita saat mereka lahir.”
Soo Yeon terbelalak mendengar kata-kata Jung Woo. Apalagi setelah itu Jung Woo berlutut di hadapannya dan berkata,
“Lee Soo Yeon, satu-satunya pacar si kelinci gila. Cinta pertama Han Jung Woo,” Jung Woo mengeluarkan sebuah kotak dan berisi sebuah cincin di dalamnya.
“Menikahlah denganku. Pada saat musim dingin berikutnya, di hari pertama turunnya salju.”
Soo Yeon tersenyum dan malu-malu berkata kalau ia ingin hari turunnya salju pertama itu segera datang. Dan matanya semakin berbinar saat Jung Woo memasukkan cincin itu ke jari manisnya.
Tapi ia menghentikan Jung Woo yang bangkit ingin menciumnya. Karena masih ada yang ingin ia lakukan terlebih dahulu. Mulanya ragu, tapi ia menabahkan diri menanggung malu dengan mengambil kotak miliknya dan langsung menyorongkan kotak itu ke tangan Jung Woo.
Jung Woo kaget mendapat kotak, bingung dan tak langsung membukanya. Karena Jung Woo tak segera membukanya, Soo Yeon semakin gugup dan ia menatap Jung Woo dengan tatapan ‘ayo buka’.
Jung Woo pun membukanya dan melongo.
Ternyata tak hanya Jung Woo yang berpikiran untuk melamar, Soo Yeon pun juga ingin melamar Jung Woo. Bahkan Soo Yeon selangkah lebih maju. Bukan memberikan cincin pertunangan, tapi cincin pernikahan.
Jung Woo tak dapat berkata apapun, hanya dapat menatap Soo Yeon yang salah tingkah. Dan Soo Yeon pun buru-buru memeluk Jung Woo, menyembunyikan wajahnya yang malu karena ia berkata, “Cincinnya sudah siap. Nanti kita pakai saat pernikahan kita.”
Jung Woo tersenyum dan memeluknya lebih erat, “Jika saja aku tadi tak melakukannya, pasti akan tak baik kelihatannya.”
Soo Yeon tersenyum dan mengagumi cincin pertunangannya.
Soo Yeon ingin menikah dengan Jung Woo? Tentu saja istri pertama harus tahu. Mereka dikejutkan oleh kedatangan Detektif Joo yang mencari Soo Yeon. Detektif Joo yang melihat mereka berpelukan langsung mengerang, “Aduh perutku.. perutku..!”
LOL. Mereka buru-buru berdiri dan saling melepaskan pelukan. Tapi Jung Woo tentu saja ingin memamerkan pada seniornya, “Hyung, Soo Yeon telah melamarku,” dan ia mengacungkan kotak cincin itu pada Soo Yeon, “Apa yang harus kulakukan?”
Soo Yeon sangat malu. Buru-buru ia merampas kotak itu dari tangan Jung Woo.
Detektif Joo mengatakan kalau Jung Woo tentu harus menarik Soo Yeon. Ia kemudian meminta Soo Yeon untuk mengikutinya karena Kakek Choi ingin bertemu dengannya. Ia juga mengomeli Jung Woo yang malah tak bekerja. Apakah Jung Woo sudah mencari tempat persembunyian Hyung Joon?
Jung Woo menjawab kalau ia baru saja pergi ke tempat tinggal kakeknya dulu, tapi tempat itu sekarang sudah menjadi lapangan golf. Dan ia berencana mencari Hyung Joon di tempat lain.
Maakkk… rumah sebesar apa yang bisa dipugar menjadi lapangan golf?
Karena ada Detektif Joo, Jung Woo hanya bisa bertatapan dengan Soo Yeon. Tanpa kata, mereka berbicara. Jung Woo mengangguk, seakan berpamitan pada Soo Yeon dan Soo Yeon mengedikkan kepalanya, seakan menenangkan Jung Woo kalau ia akan baik-baik saja.
Detektif Joo yang melihat tapi tak mengerti bahasa kalbu mereka, tahu diri. Ia mengerang lagi dan memanggil Soo Yeon, “Aduh perutku.. perutku.. Soo Yeon-ssi.. perutku..” dan meninggalkan ruangan itu.
Ha. Ada yang cemburu, nih..
Soo Yeon hendak pergi mengikuti Detektif Joo, tapi Jung Woo menghentikannya. Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dan meminta Soo Yeon untuk selalu tetap membawa barang. Saat ditanya benda apa itu, Jung Woo menjawab kalau benda itu adalah asistennya, yang akan menggantikannya, mengikuti kemanapun Soo Yeon pergi.
Dan sebelum pergi, Jung Woo pun mencium pipi tunangannya.
Soo Yeon dipertemukan lagi dengan Sekretaris Yoon a.k.a Yoon Young Jae a.k.a Moon Hae Joon a.k.a Harry Borrison yang asli. Fiuhh.. banyak sekali ya namanya. Walau namanya sebanyak itu. Young Jae mengaku tak mengetahui nama Kang Hyung Joon.
Hal ini mengherankan Soo Yeon, yang berarti Young Jae diminta membunuh oleh seseorang yang nama aslinya saja tak Young Jae ketahui. Detektif Joo menambahkan kalau Hyung Joon yang seharusnya meloloskannya sudah tersudut, sehingga jika sesuatu terjadi, maka Young Jae tak akan dapat lolos lagi.
Tapi Young Jae tak mau mengatakan dimana Hyung Joon bersembunyi, karena tak seperti Soo Yeon yang meninggalkan Hyung Joon, ia tak akan pernah meninggalkan Hyung Joon.
Soo Yeon pun membalikkan pertanyaan itu pada Young Jae, “Apakah kau tak pernah berpikir kalau kau sudah ditinggalkan oleh Joon? Kau menunggunya. Tapi dimana dia sekarang?”
Whoaa… kayanya Soo Yeon pantas juga jadi investigator, nih.
Bersama atasannya dan detektif Park, Jung Woo pergi ke rumah lama Soo Yeon. Mereka berpencar untuk mencari Hyung Joon. Di dekat rumah Soo Yeon, juga ada tempat persembunyian Hyung Joon. Namun ruangan itu digembok dari luar.
Jung Woo mengintip dari teralis, dan melihat ada gambar yang mirip dengan gambar di kamar 302. Gambar Hyung Joon dengan ibunya.
Young Jae mengira Soo Yeon menanyakan hal ini karena disuruh oleh Jung Woo yang ingin mengetahui letak persembunyian Harry. Tapi Soo Yeon berkata kalau ia melakukan hal ini atas inisiatif sendiri, tak seperti Young Jae. Dan ia juga tak membunuh orang karena ia telah dipukuli oleh orang tuanya. Itulah perbedaan Young Jae dengan dirinya.
“Apa gunanya mendapat kebebasan dengan cara kekerasan? Joon mengatakan kalau dengan kekerasan kau akan bebas. Tapi bukan itu saja. Ia bahkan membuatmu menjadi seorang pembunuh. Dan setelah itu, ia pergi meninggalkanmu.”
“Dia akan menyelamatkanku. Dia akan menyelamatkanku! DIA AKAN MENYELAMATKANKU!” teriak Young Jae histeris.
Sama seperti saat Jung Woo yang menyelamatkan Hyung Joon 14 tahun yang lalu dengan membuka paksa gembok yang terpasang di pintu, sekarang pun Jung Woo juga membuka paksa gembok itu.
Namun di dalam ruangan itu tak ada apapun. Hanya gambar itu. Walau sekarang berbeda. Anak laki-laki itu tak lagi menggandeng ibunya, tapi menggandeng seorang anak perempuan berambut panjang dan yang tingginya tak jauh beda dengannya.
Obsesi Hyung Joon yang sudah berubah dari ibu ke Soo Yeon.
Terdengar suara langkah pincang Hyung Joon. Jung Woo menduga kalau Hyung Joon akan masuk ke dalam kamar. Maka ia berdiam diri.
Tapi rupanya Hyung Joon sudah mengetahui kalau ada Jung Woo di dalamnya dan langsung mengunci pintu itu.
Dan posisi mereka terbalik dari 14 tahun yang lalu. Sekarang Hyung Joon ada di luar sementara Jung Woo terkunci di dalam.
Jung woo menyuruh Hyung Joon untuk membuka pintu. Apakah Hyung Joon ingat kalau ia pernah menyelamatkan Hyung Joon dari ruangan ini?
Hyung Joon tentu ingat, karena itulah ia selalu mengatakan kalau sejak awal ia tak pernah membenci Jung Woo. Dan Hyung Joon ingin bertemu dengan Zoe. Jung Woo menjawab kalau Hyung Joon bisa menemuinya kalau Hyung Joon mengikutinya, “Dari sekian banyak polisi, bukankah akan lebih baik jika aku yang menahanmu?”
Kata-kata Jung Woo ini mengindikasikan sesuatu dan ia pun bertanya, “Mengapa sekarang kau tak memanggilku bocah lagi? Apakah kau sekarang tahu dimana semuanya mulai menjadi salah? Kau tak mengenalku, kan? Kita seharusnya bisa mengenal dengan lebih baik. Semuanya ini karena Han Tae Joon.”
Jung Woo meminta Hyung Joon untuk tak menyalahkan siapapun. Hyung Joon dapat memulai segalanya dari awal lagi. Dan ia tak akan pernah tak mengenali Hyung Joon lagi, “Bocah.. Paman.. Ayolah kita pergi bersama.”
Tapi Hyung Joon tak mau. Ia buru-buru menutup jendela itu dari luar dan berkata kalau ia tak akan membenci Jung Woo lagi jika Jung Woo membawakan Zoe padanya.
Mengetahui kalau Hyung Joon kabur, Jung Woo mencoba mendobrak pintu itu. Pada percobaan ketiga, pintu itu terbuka. Bersama dengan atasan Jung Woo dan detektif Park yang bertemu dengannya, mereka mengejar Hyung Joon yang sudah menghilang.
Jung Woo dan kedua orang temannya berpencar untuk mencari Hyung Joon. Dari suara langkah kakinya, Jung Woo dapat mengejar Hyung Joon. Dan dari arah yang berlawanan, Atasan Jung Woo dan detektif Parklah muncul, sehingga Hyung Joon buru-buru lari ke jalan besar.
Jung Woo berlari mengejar Hyung Joon, tapi jaraknya lebih jauh dari kelompok atasannya. Melihat Hyung menghampiri mobilnya, Para polisi mengacungkan pistolnya.
Jung Woo yang tak ingin temannya menembak Hyung Joon, berteriak menghentikannya. Teman-temannya segera berhenti
Tapi Hyung Joon yang sempat berhenti, segera berlari lagi. Detektif Park yang melihat kalau Hyung Joon lari, refleks menembakkan pistolnya ke kaki Hyung Joon agar tidak kabur.
Jung Woo shock melihat Hyung Joon yang terjatuh dan kakinya mengucurkan darah. Tapi Hyung Joon berdiri lagi dan langsung masuk ke dalam mobil untuk segera pergi.
Para polisi itu berusaha mengejar mobil Hyung Joon, tapi sia-sia.
Hyung Joon berhasil kabur dan saat sendiri, ia menyadari kalau darah mulai mengucur dari kakinya. Ia menatap tangannya yang penuh darah dan bagai orang gila, ia tertawa sekaligus menangis. Teringat saat-saat kebersamaannya dengan Soo Yeon di Perancis, membuat ia menangis tersedu-sedu.
Saat itu ia datang dengan membawa sebotol anggur dan meminta Soo Yeon untuk meminumnya. sedang mengerjakan tugas membuat baju yang harus diserahkan besok. Tapi Hyung Joon malah datang dan mengajaknya minum, walau Soo Yeon memperingatkan kalau Hye Mi akan memukuli dirinya jika Hyung Joon ketahuan masuk ke kamarnya.
Hyung Joon bertanya apakah Soo Yeon mimpi buruk lagi? Siapakah orang yang membuat Soo Yeon tersiksa dalam mimpi? Soo Yeon berkata kalau ia tak bisa mengingatnya, karena namanya juga mimpi. Hyung Joon menawarkan untuk memukul orang yang menakuti Soo Yeon dan Soo Yeon tertawa karena apapun bisa dilakukan di dalam mimpi.
Hyung Joon tersenyum dan berkata kalau ia memiliki 6 monster di dalam mimpinya. Dan monster-monster itu berusaha ingin memberitahu rahasianya pada Soo Yeon.
Soo Yeon penasaran pada rahasia apa yang dimiliki Hyung Joon dan Hyung Joon pun menaruh telunjuk di bibirnya, dan menarik Soo Yeon lebih dekat, dan berkata, “Itu.. rahasia!”
Dan ia pun menutupi Soo Yeon dengan selimut, mengagetkan Soo Yeon. Soo Yeon pun berusaha membalasnya. Itulah salah satu kenangan yang diingat Hyung Joon akan Soo Yeon.
Di luar ada seseorang mengetuk jendela mobilnya. Orang itu memberikan bungkusan, dan Hyung Joon memberikan bungkusan yang berisi uang. Hyung Joon membuka isi bungkusan itu yang ternyata adalah pistol. Hyung Joon membeli senjata itu di pasar gelap.
Detektif Joo menelepon Jung Woo dan berkata kalau sebentar lagi ia (dan Soo Yeon) akan segera pulang. Soo Yeon yang mendengarkan pembicaraan Detektif Joo, khawatir mendengar ucapan Detektif Joo yang menyuruh untuk memeriksa rumah sakit kecil, karena tak mungkin Hyung Joon pergi ke rumah sakit besar. Saking khawatirnya, ia tak konsentrasi menata baju dan tangannya terkena jarum hingga berdarah.
Percakapan Detektif Joo berakhir, dan sekarang gantian handphone Soo Yeon berbunyi. Dari nomor yang tak ia kenal. Menduga nomor itu adalah nomor handphone Hyung Joon, Detektif Joo meminta Soo Yeon untuk segera mengangkatnya. Dan Soo Yeon pun mematuhinya.
Ternyata nomor itu milik Han Tae Joon yang memintanya untuk bertemu dengannya. Ada yang ingin ia bicarakan. Dan dia sudah ada di depan butik Bellez, “Aku akan menunggu di mobil.”
Detektif Joo menelepon temannya yang berjaga di luar untuk memastikan apakah memang ada Han Tae Joon di luar, dan ternyata benar. Soo Yeon ingin menelepon Jung Woo lebih dulu. Menyadari kalau Tae Joon pasti akan membawa Soo Yeon ke Hyung Joon, Detektif Joo meminta Soo Yeon untuk menemui Tae Joon dan para polisi akan menguntit mobil Tae Joon, sehingga mereka bisa menangkap Hyung Joon.
Di kantor, Jung Woo mendapatkan kiriman sebuah paket yang sepertinya dari Hyung Joon. Isi paket itu adalah buku keuangan rahasia Han Tae Joon dan sebuah USB. Perhatiannya teralih saat handphonenya berbunyi. Dari Soo Yeon.
Soo Yeon memberitahu Jung Woo tentang permintaan ayahnya. Jung Woo memintanya untuk menunggu kedatangannya sebelum pergi menemui ayahnya. Tapi Soo Yeon meminta Jung Woo untuk tak khawatir, karena ada Detektif Joo di sampingnya. Ia akan menemui ayah Jung Woo dan meminta Jung Woo untuk segera datang.
Aihh… kenapa nggak mau nunggu Jung Woo aja, sih? Sudah tau juga sifat Tae Joon seperti itu.
Jung Woo berusaha mencegahnya, mengatakan kalau bagi Hyung Joon, Tae Joon sudah tak berguna lagi bagi Hyung Joon karena ia baru saja mendapat buku keuangan ayahnya. Dan Soo Yeon mungkin (target) yang berikutnya.
Soo Yeon kembali menenangkan dan berkata kalau Hyung Joon sekarang terluka, jadi pasti tak dapat berbuat banyak, “Jika ditunda lebih lama lagi, mungkin membutuhkan waktu lebih lama lagi untuk mendapat kesempatan seperti ini. Cepatlah datang.”
Soo Yeon menemui Tae Joon dan memintanya untuk berbicara di dalam butik. Tapi Tae Joon tak mau dan malah mengajak Soo Yeon untuk pergi, karena ia melihat banyak polisi yang berkeliaran dan Soo Yeon pun masuk ke dalam mobil.
Aihh.. Soo Yeon!!
Detektif Joo dan beberapa polisi membuntuti dari belakang.
Di dalam mobil, Tae Joon memuji keberanian Soo Yeon yang mau mengikutinya walau tahu siapa yang sebenarnya yang akan ditemui Soo Yeon. Soo Yeon mengatakan jika Tae Joon tetap meneruskan perbuatannya ini (membantu Hyung Joon untuk mencelakakannya), Jung Woo tak akan mau menemui ayahnya lagi.
Tae Joon meremehkan pendapat Soo Yeon. Menurutnya, hubungan ayah-anak tak akan segampang itu putus, “Waktu Lee Tae Soo meninggal, apa kau bukan anaknya lagi?”
“Saat aku menaburkan abunya, aku menangis,” jawab Soo Yeon, “Tapi bukan menangis sedih tapi menangis karena aku merasa hidup kembali. Apakah anda ingin Jung Woo memiliki perasaan sepertiku?”
Soo Yeon menutup mantelnya lebih rapat, agar kotak GPS yang diberikan Jung Woo tadi siang tak terlihat. Tae Joon melirik spionnya untuk melihat mobil Detektif Joo yang membuntutinya dan tersenyum. Pada Soo Yeon ia berkata kalau Hyung Joon dan Soo Yeon menghilang, maka semuanya (hubungannya dengan Jung Woo) akan kembali normal lagi.
Soo Yeon bertanya berapa banyak Hyung Joon membayar Tae Joon untuk melakukan hal ini? Ia kasihan pada Jung Woo (karena memiliki ayah seperti Tae Joon), tapi tahukah Tae Joon kalau Jung Woo merasa kasihan pada ayahnya, “Sekali saja, demi Jung Woo. Hentikanlah semua ini.”
Tapi Tae Joon tak berniat untuk berhenti. Di pertigaan, ia membelok cepat, dan sebuah truk langsung memotong mobil Detektif Joo dan berhenti di depannya, sehingga Detektif Joo langsung kehilangan mobil Tae Joon.
Saat mobil Tae Joon ditemukan, Soo Yeon sudah menghilang. Hanya ada Tae Joon yang diam dan tersenyum kecil. Usahanya berhasil, dan itu berarti uang.
Detektif Joo langsung menyuruh rekannya untuk menangkap Tae Joon. Truk yang tadi menghalangi mobilnya, diduga adalah anak buah Tae Joon dan juga segera ditangkap.
Jung Woo melacak kepergian Soo Yeon melalui GPS, dan memberitahu seniornya kalau ia sudahmenemukan arah kepergian Soo Yeon. Detektif Joo bertanya di mana, “RSJ Jaekyung? Terminal? Atau mansion?”
Ternyata GPS membawa Jung Woo ke gudang tua. Gudang tempat ia dulu disekap. Rintihan Soo Yeon kembali terngiang di telinganya, memohon agar Jung Woo tak meninggalkannya.
Di depan pintu, Jung Woo mengambil nafas panjang dan dalam pikirannya ia berkata pada Soo Yeon, “Ribuan kali aku bermimpi tentang hal ini. Untuk menyelamatkanmu, kembali ke tempat ini. Soo Yeon ah..”
Dan ia pun membuka pintu gudang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar